Kamis, 29 November 2012

Pengertian Dalam Kebenaran Mulia

•  KONDISI HIDUP

Pernahkah kita merenungi hakekat hidup & mati ? mengapa kita dilahirkan yang kemudian diakhiri dengan kematian? Lalu setelah mati, kita akan menuju kemana? Apakah hanya ada dua pilihan saja surga atau neraka? Dan disaat mengalami proses kematian tersebut, punyakah kita kemampuan menentukan sekehendak hati kita, menuju kemana? Dibalik misteri hidup dan mati, adakah hidup yang kekal? Apakah hanya ada pilihan saja yaitu surga atau neraka. Kalau begitu kemana orang-orang yang dalam kehidupannya, ada berbuat kebajikan tetapi ada juga berbuat kejahatan? Ke Surga atau ke Neraka ?
Pertanyaan-pertanyaan diatas telah muncul sejak zaman dahulu dan tetap aktual hingga masa sekarang, ada orang yang menjawab dengan gelengan kepala pertanda tidak tahu, sebagian lagi bersikap masa bodoh terhadap apa yang telah dan akan terjadi di dalam hidupnya, dan menganggap kalau mati ya sudah. Bila tidak ada sesuatu lagi sesudah mati, alangkah enaknya hidup ini. Tetapi ada beberapa manusia yang mencari kebenaran hakekat hidup dan mati, baik itu melalui perenungan, bertapa maupun dengan berbagai cara pencarian yang lain.
Pangeran Siddharta Gautama adalah salah seorang manusia yang mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas, beliau telah berhasil memahami hakekat misteri hidup dan mati dan mampu memberikan petunjuk kepada semua makhluk bagaimana jalan keluar dari lingkaran sengsara tumimbal lahir yang tiada habis-habisnya. Beliau telah mencapai pencerahan sempurna Buddha (makhluk yang telah sadar/makhluk yang telah menaklukkan kelahiran dan kematian) dan bergelar Sakyamuni Buddha.
Hyang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa sebagai manusia kita terikat oleh 3 kondisi, yaitu adanya Dukkha (penderitaan), Anicca (ketidak-kekalan) dan an-atman (tanpa inti). Tentang penderitaan dapat digolongkan dalam 4 penderitaan yang bersifat fisik dan 4 penderitaan yang bersifat rohani/mental, perlu diperhatikan antara penderitaan fisik dan penderitaan mental mempunyai hubungan yang terkait secara erat dan langsung sehingga total ada 8 jenis penderitaan, yaitu:
 
Yang termasuk penderitaan fisik:
 
1. KELAHIRAN
Kelahiran sebagai manusia tidaklah mudah, karena harus melalui beberapa proses dan didukung oleh kondisi yang menunjang. Menurut ilmu kedokteran modern, terjadilah pembuahan dimulai dari perlombaan berjuta-juta sperma yang saling berebut untuk dapat membuahi sebuah atau beberapa sel telur dan setelah terjadi pembuahan masih diperlukan kondisi yang bagus untuk pertumbuhan janin selanjutnya.
Dalam agama Buddha dikatakan, proses tumimbal lahir menjadi janin manusia harus melewati 8 keadaan panas dan dingin, sehingga bagi mereka yang karma baiknya tidak cukup, tak akan dapat melewatinya, hanya mereka yang cukup karma baiknya untuk menjadi manusia, dapat melewati dan masuk ke dalam kandungan ibu. Dan pada saat dilahirkan, sentuhan/kontak pertama dengan udara membuat bayi langsung menangis untuk mengekspresikan penderitaannya (baik penderitaan yang bersifat fisik maupun mental).
 
2. USIA TUA
Ketika seorang menjadi tua, semua fungsi organ tubuhnya menjadi mundur dan lemah, ingatannya berkurang, segala gerak-geriknya lamban dan tidak leluasa, kecantikan dan keindahan tubuhnya memudar, jiwanya mudah merasa kesepian, tak berdaya dan terasing, keberadaan secara alamiah perlahan-lahan tersisih oleh generasi baru yang menggantikannya, energinya seperti lampu yang kehabisan bahan bakar, mulai meredup….
 
3. SAKIT
Penyakit bisa tiba-tiba datang tanpa permisi, tidak memilih siapa yang bakal menjadi korbannya, dia bisa menyerang orang kaya atau orang miskin, tua atau muda, raja maupun pengemis, tak seorangpun dapat menghindar darinya, biar dia itu seorang dokter sekalipun, akibat penyakit yang dideritanya, manusia menjadi lemah dan mudah putus asa, semua fungsi organ dan metabolisme tubuhnya menjadi kacau-balau, aktifitas sehari-hari terhenti, bahkan kadang-kadang penyakit menjadi berkepanjangan, yang menyebabkan penderitaan lahir dan batin, baik bagi si sakit maupun keluarganya. Tiada seorangpun yang dapat menghindar dari penderitaan sakit, karena sakit adalah proses alamiah berdasarkan karma.
 
4. MATI
Adakah manusia yang dapat menghindari kematian? Cepat atau lambat saat itu pasti akan tiba, doktrin Buddhis tentang anicca (ketidak-kekalan) menjelaskan bahwa semua hal yang berbentuk/dilahirkan pasti akan mengalami kelapukan, usia tua dan akhirnya musnah mati. Ada yang menganggap kematian sebagai proses yang wajar dan siap menghadapinya (terutama bagi mereka yang menghayati agama Buddha dengan benar), tetapi ada yang demikian takutnya, merasa cemas karena tak tahu akan kemana dan menjadi apakah setelah dia mati nanti? Segalanya serba gelap, diliputi misteri, bagi anda yang masih kuatir serta tidak tahu tentang proses kematian atau takut menghadapi saat kematian, silahkan membaca buku ini lebih lanjut, karena didalam buku ini dijelaskan berbagai cara yang bermanfaat yang dapat anda pergunakan pada saat anda berada di ambang batas antara hidup dan mati.
 
Yang termasuk penderitaan rohani/mental:
1. BERPISAH DENGAN YANG DICINTAI
Bagaimana rasanya bila kekasih, orang atau sesuatu yang sangat kita cintai (orang tua, anak, suami/istri, saudara, sahabat, harta-benda, kedudukan ataupun hewan kesayangan kita) tiba-tiba pergi meninggalkan kita ?
Entah perpisahan ini terjadi sewaktu masih sama-sama hidup (misalnya: karena perceraiaan, ditinggal pergi, kondisi perang, dirampas orang, masuk ke penjara dan sebagainya) maupun perpisahan yang disebabkan oleh kematian, semua ini amatlah memilukan hati, kadang-kadang rasa sedih ini dapat berlarut-larut, sehingga menyebabkan depresi, membuat hidup terasa hambar, kosong seakan-akan jiwa kita juga ikut pergi bersamanya
 
2. BERTEMU DENGAN YANG DIBENCI
Sebaliknya jika seseorang berada di lingkungan yang tidak dia sukai (kawin paksa, pekerjaan yang tidak menyenangkan, tempat tinggal dan lingkungan sosial yang tidak cocok dan sebagainya) serta tak ada pilihan lain sebagai jalan keluarnya, maka hari demi hari berlalu dan terasa kelabu, gairah hidup menjadi padam, tak ada tawa riang, tak ada kegembiraan. Yang dihadapi hanyalah rasa jenuh dan membosankan.
 
3. KEINGINAN TIDAK TERCAPAI
Tidak semua yang kita idam-idamkan selalu terwujud, seringkali antara keinginan dan kenyataan bertolak belakang hasilnya. Cita-cita atau keinginan ini meliputi aspek yang sangat luas (misalnya: rumah tangga, perjodohan, percintaan, karier, pekerjaan, kedudukan, jabatan, nama baik, kehormatan, sekolah, pendidikan, politik dan sebagainya). Jika gagal meraih apa yang diharapkan, seseorang akan merasa sedih dan menderita batinnya, bisa menjadi stress dan frustasi, bahkan bila kegagalan demi kegagalan selalu menimpanya, dia mudah menjadi putus asa, ada yang menjadi gila/sakit jiwa, tak sedikit pula yang mengambil tindakan nekat yaitu bunuh diri.
 
4. TERIKAT OLEH KONDISI PANCA SKANDHA
yang disebut panca skandha adalah rupa (bentuk), vedana (perasaan), samyojana (persepsi), samskara (bentuk-bentuk pikiran) dan vijnana (kesadaran). Karena terikat ole hkebutuhan panca skandha, maka kita akan merasa lapar bila tidak makan, mengantuk bila kurang tidur, juga kebutuhan untuk diperhatikan, dicintai, mencintai, semangat untuk belajar segala sesuatu, rasa egois, demikian pula munculnya berbagai macam perasaan, kesan dan kesadaran….
Ajaran Hyang Buddha mengungkapkan hakekat hidup yang berupa dukha, tidak kekal dan tanpa inti, yang mana sering menimbulkan salah pengertian bagi orang awam sehingga mereka menuduh ajaran Hyang Buddha adalah bersifat pesimis, pandangan demikian salah besar, memang benar didalam hidup kadang-kadang kita mengalami peristiwa yang membahagiaakan hati, tetapi bertahan beberapa lamakah kebahagiaan tersebut? Suatu saat kebahagiaan itu akan lenyap bersama tibanya saat kematian, karena kebahagiaan duniawi terikat oleh kondisi yang tidak kekal (anicca) dan tanpa inti (an-atma), sehingga Hyang Buddha mengatakan bahwa hidup adalah DUKKHA
 
B. HAKEKAT KEMATIAN
 
Mati adalah satu kata yang mengerikan bagi kebanyakan orang, sesuatu yang menimbulkan rasa cemas dan takut, dan akan dihindari andaikata mungkin. Sejarah mencatat, demikian banyak orang, pertapa, raja, yang telah berupaya menghindari kematian ( pencarian pil/air abadi ), bahkan ada yang berharap untuk dapat hidup kembali suatu hari kelak setelah kematiannya, misalnya obsesi raja mesir kuno dengan mumminya. Kenyataannya, kita melihat bahwa semua usaha ini sia-sia belaka. Tak ada seorangpun yang dapat menghindari kematian, kematian adalah proses yang harus dijalani oleh manusia biasa, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap.
Agama Buddha memandang kematian sebagai hal yang wajar terjadi merupakan rangkaian dari proses kelahiran, usia tua, sakit dan mati, sesuai dengan dorongan karmanya. Semua yang terbentuk pasti akan lenyap, semua yang terlahir pasti akan mati. Jika kita menginginkan tiada kematian, hanya mungkin diperoleh dari tiada kelahiran (tidak tumimbal lahir).
Sekarang jelaslah bahwa kematian adalah suatu yang tidak dapat dihindari dan harus dijalani oleh setiap makhluk sebagai akibat dari kelahirannya. Lalu yang dapat kita lakukan hanyalah mengadakan persiapan yang baik dalam menghadapi proses kematian, sehingga bila saat itu tiba, kita tidak menjadi takut, cemas, bingung, serta panik, bahkan kita mempunyai daya kemampuan untuk memilih akan tumimbal lahir di alam mana sesuai dengan yang kita inginkan.
Ibarat seorang yang akan melakukan perjalanan jauh, jika tanpa persiapan sebelumnya, dia tentu akan mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti kehabisan bekal, tak ada tempat untuk menginap dan sebagainya. Demikianlah pula dengan manusia yang akan melakukan perjalanan terakhir dalam hidupnya (wafat), jika tanpa persiapan yang baik, dia pasti akan tersesat dan menderita.
Renungkan, kita sering melihat kadang-kadang kematian itu datang secara mendadak, bisa terjadi pada hari ini, hari esok maupun lusa, mengingat hal itu, mengapa kita tidak mempersiapkan diri mulai sekarang?
Buku ini membahas perihal kematian berdasarkan ajaran Buddha aliran Tantrayana dan aliran Sukhavati. Meskipun saat ini anda bukan pemeluk agama Buddha, bila anda membaca, memahami dan mempraktekkan petunjuk-petunjuknya, maka anda akan memperoleh pengetahuan berharga yang pasti bermanfaat sebagai bekal disaat anda menjalani proses kematian nanti.
 
2. MANUSIA
 
A. HAKEKAT MANUSIA
Hyang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa hakekat manusia sesungguhnya terdiri dari nama dan rupa, yang merupakan perwujudan dari panca skandha (rupam; vedana; samjna; samskara dan vijnana).
Badan jasmani manusia (rupam) terbentuk dari 4 macam unsur (catur-mahabhuta) yaitu unsur panas/api (teja-dhatu), unsur gerak/angin (vaya-dhatu), unsur tanah dan air. Sedangkan badan rohani manusia (nama) terdiri dari perasaan (vedana), persepsi (samjna), bentuk-bentuk pikiran (samskara) dan kesadaran (vijnana).
Didalam perjalanan hidupnya, manusia pasti melakukan aktifitas/kegiatan, baik itu melalui pikiran, ucapan maupun perbuatannya. Semua aktifitas yang baik (kusala karma) atau aktifitas yang buruk (akusala karma), disengaja maupun tidak disengaja, yang dilakukan sejak manusia itu lahir hingga saat meninggalnya, akan tercatat didalam alajnavijnana (gudang kesadaran). Alajnavijnana dapat diibaratkan suatu gudang yang sangat besar, yang mampu menyimpan seluruh memori perbuatan seorang manusia dan kondisinya bersifat dinamis, alajnavijnana inilah yang akan berperan/menentukan dan ikut dibawa serta dalam proses tumimbal lahir berikutnya.
 
MANUSIA ALAJNAVIJNANA
Rounded Rectangle: Gudang kesadaran <----------------------->     AKTIFITAS  <----------------------->Rounded Rectangle: nama & rupa
Manusia melakukan aktifitas melalui pikiran, ucapan dan perbuatannya (dulu&sekarang) yang akan disimpan didalam gudang kesadaran (alajnavijnana)
 
•  KEBODOHAN MANUSIA
Didalam Saddharma Pundarika-Sutra bab III yaitu tentang perumpamaan, dijelaskan bahwa kondisi dunia ini ibarat rumah yang sedang terbakar hebat, dimana kepala keluarganya adalah seorang yang sangat kaya raya dan bijaksana. Didalam rumah yang sedang terbakar itu, dilihatnya anak-anaknya sedang asyik bermain-main tanpa menghiraukan kobaran api yang semakin lama semakin bertambah besar, kemudian orang tua yang bijak tersebut memanggil anak-anaknya : “Hai anak-anakku, segeralah keluar dari rumah yang sedang terbakar itu”. Namun sang anak tidak menghiraukan himbauan dan perintah ayahnya, mereka tetap asyik dengan permainannya bahkan tidak merasa cemas dan takut, mereka tidak mengerti dan tidak peduli dengan bahaya kobaran api yang mengancamnya.
Kemudian ayah yang bijak tersebut berpikir, Rumah ini sedang terbakar oleh nyala api yang besar, bila anak-anakku tidak segera keluar, niscaya mereka akan terbakar juga, baiklah akan kuusahakan cara yang bijaksana agar mereka terhindar dari bencana”.
Mengetahui kesukaan anak-anak terhadap berbagai macam barang permainan, ayah tersebut lalu berkata : “anak-anakku, berbagai barang yang menarik ayah sediakan di luar sana, bila kalian tidak segera keluar mendapatkannya, kalian akan menyesal nanti. Lihatlah bermacam-macam kereta domba, kereta rusa, dan kereta lembu tersedia di luar pintu untuk kalian pakai bermain-main. Kalian harus segera keluar dari rumah ini dan akan kuberikan mana yang kalian sukai”.
Mendengar hal itu, anak-anaknya menjadi gembira dan bersemangat sehingga berhasil keluar dari rumah yang terbakar tersebut, sesampainya di luar, mereka bertanya: “Ayah manakah barang yang ayah janjikan tadi, kereta domba, kereta rusa, dan kereta lembu?”
Sang Ayah lalu memberikan kepada setiap anaknya masing-masing sebuah kereta yang besar, indah dan menarik, dihiasi dengan berbagai barang yang bagus dan berharga; diberi tempat duduk bersandaran; digantungi genta-genta pada ke empat sisinya; semuanya dihiasi dengan tabir yang penuh dengan benda-benda bagus dan mahal; yang dikaitkan dengan tali-temali penuh batu permata; digantungi bunga rampai serta dialasi tikar yang indah lengkap dengan bantalan merah. Kereta tersebut ditarik oleh seekor lembu yang putih bersih, tampan dan kuat yang berjalan dengan langkah tegap secepat angin, disertai dengan pembantu dan pengiring yang menjaganya.
Ayah dalam cerita diatas adalah Hyang Buddha, yang datang ke dunia (triloka) ini, yang diumpamakan seperti rumah yang sedang terbakar hebat oleh tiga jenis api yang berbahaya, yaitu api keserakahan (lobha), api kebencian (dosa) dan api kebodohan (avidya). Beliau datang karena cinta-kasihnya yang demikian besar untuk menyelamatkan semua makhluk agar mereka bebas dari penderitaan jasmani : kelahiran, usia tua, sakit, dan mati, serta bebas dari penderitaan non fisik yaitu : berpisah dengan yang dicintai, bertemu dengan yang dibenci, keinginan tidak tercapai dan keterikatan pada panca skandha.
Beliau membebaskan semua mahkluk dengan menggunakan 3 jenis kereta, yaitu kereta domba (jalan Sravaka); kereta rusa (jalan Pratyeka Buddha) dan kereta lembu (jalan Bodhisattva).
Apakah adanya ketiga jenis kereta ini karena Hyang Buddha masih membeda-bedakan atau bersifat pilih kasih? Jawabannya adalah tidak, pandangan demikian salah sama sekali, justru dengan cara ini menunjukkan kebijaksanaan Hyang Buddha yang tiada taranya dalam menolong semua makhluk agar mereka bebas dari lautan samsara. Munculnya perbedaan-perbedaan di atas disebabkan karena masing-masing mahkluk mempunyai karma yang berbeda-beda, sehingga cara untuk menyelamatkannya juga memakai jalan yang berbeda-beda pula.
Bagi mereka yang memiliki kebijaksanaan yang mendalam, mengikuti Buddha yang dipuja dunia, mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan dan rajin memperoleh kemajuan, tetapi ingin cepat-cepat terlepas dari triloka dan memperoleh Nirvana bagi dirinya sendiri, mereka akan keluar dengan menggunakan jalan Sravaka.
Bagi mereka yang mengikuti Hyang Buddha yang dipuja dunia, mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan dan rajin menggalang kemajuan, berkeinginan memperoleh kebijaksanaan yang mendalam seorang diri, menikmati keseimbangan pribadi serta menguasai hukum sebab-musabab yang saling bergantungan, mereka ini keluar dengan menggunakan jalan Pratyeka Buddha.
Sedangkan bagi mereka yang mengikuti Hyang Buddha yang dipuja dunia, mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan dan rajin melaksanakannya, maju penuh semangat, mencari kebijaksanaan Buddha yang murni, menaruh rasa welas-asih kepada semua mahkluk yang tak terhitung jumlahnya dna berniat meringankan penderitaan serta menolongnya, mereka keluar dengan menggunakan jalan Bodhisattva.
Seperti sang ayah yang mula-mula menarik perhatian anak-anaknya dengan 3 jenis kereta, lalu memberikan sebuah kereta yang besar dan bagus, demikian pula Hyang Buddha telah melakukan tindakan bijaksana dengan menarik perhatian semua mahkluk dengan tiga macam kendaraan dan kemudian demi keselamatan mereka hanya memberikan sebuah kendaraan yang besar saja. Untuk alasan ini, kita mengetahui bahwa Hyang Buddha dengan kebijaksanaan dan kekuatannya yang tidak terbatas, maka dengan satu kendaraan Buddha membedakan dan menguraikannya menjadi tiga yang berbeda.
Dari perumpamaan cerita diatas pula, kita mengetahui bahwa ada 3 jenis api yang menyebabkan dunia terbakar dan menimbulkan penderitaan bagi umat manusia. 3 macam api beracun ini bagaikan rentetan bunga api yang memercik kemana-mana, menyebabkan dunia penuh dengan angkara murka; kemarahan; dendam; kejam; rasa iri-hati; cemburu; curiga;kesalah-pahaman; kesombongan; egoistis; tak pernah merasa puas; malas; kemelekatan dan berbagai kegelapan batin yang lain. Pada akhirnya manusia kehilangan akal sehatnya dan terseret untuk berbuat jahat (akusala-karma), yang mana akan menyebabkan berkurangnya akar kebajikan, sehingga mereka sulit berjodoh dengan Buddha Dharma dan memperoleh kebahagiaan, seandainya bertemupun mereka akan gagal mendengar dan memahami serta percaya ajaran Hyang Buddha.
Manusia memiliki kecendrungan mementingkan dirinya sendiri, mereka tidak menyadari bagaimana seharusnya mengasihi dan menghargai orang lain. Mereka berdebat dan bertengkar hanya karena ego dan fenomena/khayalan, yang akhirnya menimbulkan kebencian dan permusuhan. Inilah api dari kebencian (dosa), cara memadamkannya hanyalah dengan mengembangkan cinta-kasih (maitri), kasih-sayang (karuna) dan kebijaksanaan (prajna) terhadap semua makhluk.
Terlepas apakah orang itu kaya atau miskin, mereka yang kaya raya takut kehilangan seluruh harta yang dimilikinya: rumah mewah, uang, permata, dan segala kenikmatan duniawi lain yang diperoleh berkat fasilitas kekayaannya. Sedangkan si miskin selalu merasa cemas dan kuatir serta merenung apakah yang dapat dimakan untuk esok hari ? kesimpulannya, baik si kaya maupun si miskin sama-sama tidak merasa tenang dan puas dengan apa yang mereka miliki, semua ini karena sifat serakah (lobha), yang mudah terjebak menjadi prasangka buruk, iri hati, kecemburuan sosial yang pada akhirnya menyebabkan penderitaan juga. Untuk mengatasi hal ini, kembangkanlah sifat simpati (mudita) dan keadaan batin yang seimbang (upekkha).
Ketidak-mampuan manusia untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Kemelekatannya terhadap belenggu-belenggu duniawi yang bersifat khayal (tidak kekal) ketidaktahuan atas ajaran Hyang Buddha menyebabkan manusia bertindak bodoh (avidya), mereka membunuh, mencuri, berjinah, berbohong, memfitnah, berlidah dua, berkata kasar, jahat, kehilangan kesadaran diri dan mempunyai berbagai pikiran buruk/sesat.
Mereka tidak merasa menyesal dengan perbuatan buruk yang dilakukannya, kadang-kadang bahkan timbul rasa bangga dan gembira dalam melakuakn hal itu, mereka tidak takut pada Hukum Karma / Hukum Sebab-Akibat. Oleh karena itu dikatakan kejahatan yang dilakukan karena ketidak-tahuan kebodohan kegelapan bathin (avidya), sungguh sangat sukar diatasi.
Hanya dengan yakin dan sepenuh hati percaya kepada ajaran Hyang Buddha, didalam hati timbul perasaan menyesal dan bertobat, kemudian menyatakan diri berlindung kepada Triratna (Buddha, Dharma, Sangha), maka akan terbukalah pintu dharma baginya.
Jangan merasa bimbang dan ragu, Dharma Hyang Buddha tak ada dustanya, segeralah memohon Triratna menyatakan diri berlindung kepada Triratna. Sebab inilah awal dari kesempatan membina diri untuk memperoleh kemajuan, sehingga dapat menciptakan hidup baru yang lebih baik, tentram dan bahagia, penuh kedamaian, bebas dari rasa cemas, ketakutan, kesengsaraan dan penderitaan.
 
3. KEMATIAN
 
Bila kematian tiba, tak ada yang kubawa serta,
Harta, kemewahan bukan lagi milikku.
Kedudukan, nama dan kekuasaan, semua t'lah sirna.
Siapa mengiringi perjalananku ?
Lenyap sudah tali ikatan,
Teman, sahabat, keluarga tercinta, hanya tinggal kenangan
Kini kuteringat
48 janji besar Amitabha Buddha,
Tekad mulia menolong semua makhluk,
Bebas dari derita,
Untuk lahir di Surga Sukhavati.
Kepada-Nya aku berlindung,
Sepenuh hatiku berseru :
Namo Amitabha Buddha ( berulang-ulang )
 
Agama Buddha mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, kematian hanyalah satu fase peralihan antara hidup yang sekarang dengan kehidupan di alam tumimbal lahir yang baru.
Kalau kita mengambil perumpamaan dengan TV atau radio, ibaratnya perubahan channel / frekuensi, misalnya hidup kita sekarang berada di channel 1, ketika channel 1 dimatikan dan diganti dengan channel yang lain, maka akan berganti pula gambar di layar TV tersebut.
Bagi mereka yang sewaktu masih hidup rajin berlatih membina diri, menghayati dan melaksanakan ajaran Hyang Buddha, maka dia akan mengetahui kapan saat ajalnya tiba, bahkan ada yang mengetahui jauh sebelum waktunya, bisa beberapa tahun, bulan, minggu atau 1-2 hari sebelumnya, tergantung dari ketekunan dan kemantapannya didalam menghayati Buddha Dharma. Sehingga menjelang saatnya tiba, dia dapat melakukan persiapan seperlunya, yaitu membersihkan diri dan menukar pakaian, lalu bermeditasi sambil menyebut Namo Amitabha Buddha. Begitu nafas terakhir dihembuskan, masih dalam keadaan samadhi dia akan dijemput oleh Amitabha Buddha dan Bodhisattva-Bodhisattva pengiringnya, langsung tumimbal lahir di surga Sukhavati. Tanpa rasa sakit, bebas dari derita terurainya 4 elemen penyusun tubuh jasmani, dan jenazahnya tampak seperti orang yang tertidur nyenyak, tenang dan damai.
 
A. PROSES PENGHANCURAN BADAN JASMANI & ROHANI
Terurainya 4 elemen besar dimulai dari unsur tanah, unsur tanah ini akan turun ke unsur air, yang menyebabkan badan terasa sesak, seakan-akan menanggung beban yang sangat berat, seluruh otot terasa kaku dan kram, pada saat ini dianjurkan agar sanak saudara jangan menyentuh atau memijatnya, karena akan menambah penderitaan jasmaninya. Setelah itu unsur air akan turun ke unsur api yang menyebabkan seluruh tubuh bagaikan diselimuti hawa dingin yang amat sangat, beku, sakit bukan kepalang. Dan dilanjuti dengan turunnya unsur api ke unsur angin, rasa sakit bertambah hebat, seluruh badan terasa panas bagaikan terbakar. Elemen terakhir yang terurai adalah unsur angin, badan rasanya seperti ditiup angin kencang, tercerai berai dan hancur lebur. Saat ini 4 elemen besar telah terpisah, badan jasmani tak dapat dipertahankan lagi, inilah yang disebut mati dalam ilmu kedokteran. Tetapi menurut teori Buddhis indra ke 8 (alajnavijnana) dari orang tersebut belum pergi, karenanya belum boleh disentuh, dia masih dapat merasa sakit, bahkan ada yang bisa mengeluarkan air mata, walaupun secara medis sudah dinyatakan mati.
Jika ada sanak saudaranya yang telah belajar Buddha Dharma ingin menolong dia, ambillah sikap duduk yang tenang dan berilah motivasi kepada almarhum untuk menuju Surga Sukhavati. Lalu dengan penuh konsentrasi membaca Namo Amitabha Buddha berulang-ulang ( ©À ¡R «n µLªüÀ±ªû¦ò ). Hal ini akan membantu mengurangi penderitannya. Bahkan bila semasa hidupnya almarhum pernah menyebut Namo Amitabha Buddha. Pada saat ini akan menunjukkan manfaatnya, karena disaat ajal tiba, ingatan manusia menjadi 9 kali lebih kuat dari pada biasanya, sehingga bila ada orang yang lebih penuh konsentrasi membaca Namo Amitabha Buddha untuk dirinya, maka getaran suci ini kontak ke dalam alajnavijnana-nya, apalagi jika dia ikut mengulang Namo Amitabha Buddha sebanyak 10 kali penuh rasa sujud, seketika akan dijemput untuk tumimbal lahir di Surga Sukhavati.
Ketika membaca tulisan ini, mungkin saudara tertawa dan tidak mempercayainya, tetapi ada baiknya anda tetap membaca lebih lanjut buku ini hingga selesai, mudah-mudahan di kala ajal tiba, dimana ingatan anda menjadi sedemikian kuat, anda masih dapat mengambil manfaat dari hasil membaca buku ini, dan memperoleh pertolongan gaib Amitabha Buddha.
 
•  49 HARI PERJALANAN BADAN MEDIO (ALAJNAVIJNANA)
Setelah seluruh 4 elemen besar terurai, maka indra ke 8 pun (alajnavijnana) mulai meninggalkan badan jasmani, masa ini disebut masa medio (peralihan). Alajnavijnana yang sudah terlepas dari badan jasmani disebut juga dengan istilah badan medio.
Jangka waktu sebelum badan medio tumimbal lahir ke alam yang lain adalah selama 49 hari (7x7 hari). Menurut aliran Sukhavati dihitung sejak saat dia meninggal hingga hari ke 49. Sedangkan menurut aliran Tantrayana, setelah terlepas dari badan jasmani, badan medio akan pingsan dan baru sadar 3,5 - 4 hari kemudian, sehingga masa 49 hari dihitung mulai 3,5 - 4 hari sesudah hari kematiannya.
 
Kondisi umum badan medio :
Pada mulanya badan medio belum menyadari bahwa dirinya telah meninggal dunia, seandainya kita dapat melihat keberadaanya, akan terlihat terang dan lincah. Dia merasa semua indranya lengkap : mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikirannya bekerja sangat baik. Orang yang semasa hidupnya buta dapat melihat kembali, yang bisu dapat berbicara, yang tuli dapat mendengar, badannya pun dapat melanglang buana, bebas tiada yang merintangi.
Jika pada waktu itu ada sanak keluarganya mengadakan upacara kematian dan memanggil namanya, maka dia akan mendekati jenazahnya dan menjadi sadar bahwa dia telah tiada.
Bisa juga ketika dia berada di depan cermin dan tidak terlihat bayangan dirinya, tahulah dia bahwa dirinya telah meninggal dunia, sesaat dia menjadi galau dan tersentak kaget. Karena kemelekatannya terhadap duniawi masih tebal, dia mencoba berkomunikasi dengan orang-orang yang dikenal semasa hidupnya, ternyata tidak ada hasilnya. Dalam keadaan bingung dia mencari badan kasarnya dan ingin masuk kembali, itupun sia-sia belaka, proses penghancuran badan jasmaninya telah berjalan, dia hanya dapat berharap ada suatu tempat untuk menampungnya, badan apapun akan dihampiri untuk mengakhiri penderitaannya.
Apabila keluarganya ada yang membantu dengan ©À¦ò (membaca berulang ulang nama Buddha), maka badan medio dapat merasakan getaran suci tersebut, dan bila badan medio ikut menyebut Namo Amitabha Buddha, kekuatan Buddha segera datang menolong menuju Surga Sukhavati dan langsung tumimbal lahir di alam Surga Sukhavati.
Jika pada saat itu keluarga almarhum mengadakan upacara kematian dengan menyajikan sajian hasil pembunuhan hewan, misalnya : babi, ayam, ikan dan sebagainya hal itu bukannya menolong, justru semakin menambah penderitaan badan medio, bagaikan mendorong badan medio masuk ke 3 alam sengsara (binatang, preta dna neraka), sebab hawa amarah binatang yang mati penasaran tersebut akan dapat mengganggu perjalanan badan medio, sehingga badan medio merasa jengkel, kesal dan marah. Kondisi yang buruk ini tidak menunjang badan medio agar tumimbal lahir di alam yang lebih baik, tetapi justru menjerumuskannya ke alam yang rendah.
Oleh sebab itu dianjurkan untuk memberikan sajian bukan dari hasil pembunuhan, sebaiknya adalah : buah-buahan, bunga, hio wangi, air, pelita dan makanan vegetarian saja.
Mudah-mudahan para pembaca percaya dan memesan keluarganya, agar disaat meninggal nati, jangan sekali-kali memberikan sajian yang berasal dari hasil pembunuhan, karena hal ini dapat memberatkan perjalanan orang yang meninggal.
Jika pembaca yang beragama Buddha tetapi keluarganya tidak ada yang beragama Buddha, sehingga tidak ada yang membaca pujian Amitabha Buddha ( ©À ¡R «n µL ªü À± ªû ¦ò ) untuknya, sebaiknya memesan sanak keluarganya untuk membunyikan rekaman kaset yang berisi nien fuo/nien cing. Tetapi yang terbaik adalah bila pihak keluarga ikut pula membantu dengan melakukan pujian Namo Amitabha Buddha untuk meringankan penderitaannya, karena getaran suara yang penuh perasaan dari manusia lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan getaran alunan kaset.
Bila kondisi ekonomi keluarga cukup, sebaiknya berbuat jasa dan pahala atas nama almarhum, dengan cara mengamalkan uang yang diperoleh dari sumbangan dukacita ke yayasan sosial (vihara, mencetak buku sutra Buddha) atau untuk disalurkan kembali kepada mereka yang lebih membutuhkan.
 
Kontak rasa badan medio pada 14 hari pertama :
Apabila semasa hidupnya badan medio tidak pernah berjumpa, berjodoh dan tidak mengerti Buddha Dharma dan pertolongan dari pihak keluargapun tidak ada maka badan medio hanya mengandalkan karmanya sendiri dalam perjalanan kematiannya.
Mula-mula badan medio akan berkontak rasa dengan 6 cahaya yang muncul sebagai akibat dari karmanya sendiri. Jika karmanya berkontak rasa dengan alam
Dewa, akan tampak sinar putih redup
Manusia, akan tampak sinar kuning redup
Asura, akan tampak sinar hijau redup
Binatang, akan tampak sinar biru redup
Preta (setan gentayangan), tampak sinar merah redup
Neraka, akan tampak asap berkabut hitam.
Jangan menghampiri semua cahaya di atas, jika badan medio terpikat oleh salah satunya (tergantung dari dorongan karma masing-masing) maka ia akan tersedot dan masuk ke dalam arusnya dan tumimbal lahir di alam itu. Disaat kritis ini, Hyang Buddha yang penuh welas asih akan muncul dengan menampakkan 5 sinar yang cemerlang. Sangat terang tetapi tidak menyilaukan, guna menolong badan medio agar terbebas dari tumimbal lahir.
Sinar-sinar gaib ini adalah : sinar biru yang menyala mulia, sinar kuning yang indah, sinar merah yang cemerlang, sinar putih yang suci murni, sinar hijau atau oranye yang laksana api unggun.
Jika badan medio mengenal dan tertarik salah satu sinar suci di atas, serta mengucapkan pujian Namo Amitabha Buddha, maka segera akan diserap dan terlahir di Surga Sukhavati.
Tetapi badan medio yang karma buruknya kelewat banyak, melihat sinar suci ini justru takut, menyingkir dan menjauhi. Perlu diketahui sinar-sinar ini tidak muncul serentak melainkan bertahap. Pada tulisan selanjutnya akan dijelaskan tahapan-tahapan munculnya sinar-sinar ini hari demi hari.
Pada umumnya, tanda berkontak rasa dengan dunia baik, sesaat setelah meninggal dunia, setengah badan ke bawah akan dingin lebih dahulu, sedangkan jika berkontak rasa dengan dunia buruk, setengah badan ke atas yang menjadi dingin lebih dahulu. Acarya parampara (sesepuh) mengatakan : jika bagian wajah terakhir menjadi dingin akan tumimbal lahir di alam dewa, jika bagian tenggorokan yang terakhir dingin akan tumimbal lahir di alam asura, jika yang terakhir dingin adalah bagian bawah perut akan menjadi setan gentayangan, jika dengkul kaki yang terakhir dingin akan menjadi binatang dan jika yang terakhir dingin adalah telapak kaki, maka akan masuk ke alam neraka. Bagi mereka yang tidak tumimbal lahir di 6 alam kehidupan, pada saat seluruh badan telah menjadi dingin, bagian kepala tetap hangat.
 
Hari ke 1 :
Badan medio akan melihat warna biru cerah seperti biru langit, ditengahnya bertahta Buddha vairocana (Pilucena-fo) di atas singgasana singa. Pada saat itu terdapat pula sinar putih redup, segeralah masuk kedalam sinar biru, karena sinar putih redup adalah sinar dari alam dewa. Jika ke dalam sinar biru cerah badan medio akan terlahir di Surga Sukhavati bagian tengah.
 
Hari ke 2 :
Terdapat sinar putih suci yang menyinari badan medio, sinar ini adalah sinar dari Buddha Aksobhya (Buddha Vajrasattva/ Cing Kang Fo) yang bertahta di atas singgasana gajah, di sampingnya terdapat Bodhisattva Ksitigarbha dan Bodhisattva Maitreya. Pada saat yang bersamaan munul sinar yang menyerupai kabut, sinar itu adalah sinar neraka, jangan sekali-kali terpikat olehnya. Segera bangunkan semangat, sepenuh hati menghormati Hyang Buddha dan kemudian masuk ke dalam sinar putih cemerlang agar terlahir di Sukhavati bagian timur.
 
Hari ke 3 :
Terdapat sinar kuning indah yang merupakan sinar dari Buddha ratnasambhava (Pao Sen Fo) yang bertahta di atas kuda sakti, disampingnya terdapat Bodhisattva Akasagarbha (Si Kung Cang Po Sat) dan Bodhisattva Samantabhadara (Phu Sien Po Sat). Pada saat itu dari alam manusia juga menyorotkan sinar kuning bercampur biru redup. Jangan perhatikan sinar ini, sebaliknya dekatilah sinar kuning cemerlang dari Hyang Buddha. Dengan tekad yang kuat menghormati Hyang Buddha, agar terbebas Dari penderitaan tumimbal lahir dan masuk ke Sukhavati bagian Selatan.
 
Hari ke 4 :
Terdapat sinar merah yang bagaikan api unggun suci, inilah sinar dari Amitabha Buddha dari Surga Sukhavati di sebelah barat, yang bertahta di singgasana burung merak, langsung menyinari badan medio, di sampingnya terdapat Bodhisattva Avalokitesvara (Kuan Se Im Po-Sat) dan Bodhisattva Mahasthamaprata (Ta Se Ce Po Sat) yang berdiri dengan wajah penuh welas asih. Disaat yang sama muncul pula sinar merah redup yang berasal dari alam preta (setan gentayangan), yang juga menyinari badan medio. Jangan terpesona dengan sinar ini, sebaliknya kuatkan keyakinan, jangan takut pada sinar merah yang cemerlang, walaupun sinar dari alam preta tersebut kelihatan lembut, tetapi munculnya sinar itu disebabkan oleh karma buruk lobha serakah. Seharusnya dengan penuh keyakinan dan sujut berlindung serta menyebut Namo Amitabha Buddha dengan penuh hormat, maka badan medio segera akan tersedot oleh sinar merah cemerlang dan terakhir di Surga Sukhavati sebelah Barat.
 
Hari ke 5 :
Terdapat sinar hijau terang bagaikan pelangi suci. Ini adalah sinar dari Buddha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen Fo) yang bertahta pada singgasana makhluk yang berbadan manusia dan berkepala burung. Sinar itu langsung menyinari badan medio. Di sampingnya terdapat Bodhisattva Vajrasattva (Cing Kang Sen Po Sat) dan Bodhisattva Cu Kang Cang. Pada saat yang sama muncul pula sinar hijau yang meresahkan dari alam asura. Sinar ini timbul akibat akusala karma yaitu kebencian , rasa iri hati, marah serta dendam ketika berkontak rasa. Jangan terpengaruh dan masuk ke dalamnya. Sebaliknya segera hormat kepada Hyang Buddha dan bersungguh hati timbul perasaan menyesal dan bertobat agar segera tiba di surga Sukhavati sebelah utara.
 
Hari ke 6 :
Jika hari ke 6 badan medio belum dapat menemukan penjemputan, tentulah karena akusala karma yang telah diperbuatnya, atau selama hidupnya tidak pernah mengenal Buddha Dharma, sehingga tidak yakin atas pertolongan gaib Buddha dan Bodhisattva. Pada saat ini ke 5 Buddha yang sebelumnya telah mengeluarkan sinar, sekali lagi mengeluarkan sinar panca warna yang cemerlang secara serentak. Ketahuilah, sinar-sinar Buddha ini sesungguhnya dikeluarkan oleh benih-benih kebhodian diri sendiri. Segera kenalilah salah satu sinar ini, karena apabila badan medio tersedot, maka bebaslah dari proses tumimbal lahir. Namun pada saat yang sama, ke 6 sinar dari alam tumimbal lahir akan datang lagi menyinari badan medio, jangan mendekati sinar redup ini, karena bila tersedot ke dalamnya badan medio akan kembali ke 6 alam tumimbal lahir.
Seharusnya badan medio sungguh-sungguh hati menghormati dan berlindung pada Hyang Buddha, segeralah menyebut Namo Amitabha Buddha, maka badan medio akan tersedot ke dalam sinar merah cemerlang dan terlahir di Surga Sukhavati.
 
Hari ke 7 :
Jika badan medio melewatkan 6 hari pertama, maka pada saat hari ke 7 akan muncul 5 penjemput yang menduduki posisi timur, selatan, barat, utara dan tengah. Masing-masing mengangkat tangan kanannya membentuk mudra penaklukkan dan mengeluarkan sinar yang menyoroti badan medio. Pada saat yang sama, dari alam binatang memancarkan sinar biru redup, jangan terpikat pada sinar ini, karena munculnya sinar redup ini sebenarnya akibat kebodohan diri sendiri. Segeralah hormat dan berlindung pada Hyang Buddha. Sebutlah Namo Amitabha Buddha, maka badan medio masih dapat tertolong untuk terlahir di Surga Sukhavati.
Seandainya karma buruk badan medio sangat berat, maka dia akan kehilangan kesempatan pada 7 hari pertama. Dimana penampakan wajah yang penuh welas asih dari Buddha dan Bodhisattva akan mengubah wajahnya yang welas asih itu menjadi wajah yang marah dan bengis untuk menyadarkan badan medio (menurut keyakinan Tantrayana).
Pembaca jangan salah paham dengan kondisi ini, ketahuilah bahwa bagi mereka yang senang berbuat jahat dan dosa, jika melihat wajah yang marah atau bengis, justru merasa lebih familiar. Para Buddha dan bodhisattva mengetahui sifat buruk ini, maka menjelmalah beliau dalam wajah yang buruk rupa untuk menarik perhatian mereka, agar para makhluk yang berat karma buruknya mau mendekati dan mentaatinya sehingga masih dapat tertolong.
Inilah perwujudan welas asih dan kebijakan (karuna dan prajna) yang luar biasa dari pada Buddha dan Bodhisattva, yang kadang-kadang tak terjangkau oleh alam pikiran manusia biasa.
Walaupun para Buddha dan Bodhisattva menggunakan berbagai upaya untuk menolong semua makhluk, jika mahkluk tersebut tak ada jodoh/keyakinan kepada Hyang Buddha, semua usaha ini akan sia-sia belaka. Oleh karena itu kehilangan akar kebajIkan sungguh amat menakutkan, untuk memperkuat akar kebajikan ini, dianjurkan kepada umat manusia agar setiap saat mengbangkitkan tekad untuk berbuat baik, tidak berbuat jahat dan mensucikan hati dan pikiran. Salah satu cara yang mudah dalam mengikat jodoh dengan Amitabha Buddha adalah dengan membaca namanya berulang-ulang semasa kita masih hidup. Agar puji-pujian ini ada hasilnya, cara mengucapkan harus dengan konsentrasi segenap pikiran, ucapan dan perbuatan menjadi satu, disertai tekad untuk terlahir di Surga Sukhavati.
 
Hari ke 8 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4 dan bermata 9. Bagian kanannya berwarna putih, sedang kirinya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna coklat merah tua. Gigi taringnya menonjol dan alisnya bersinar bagaikan listrik. Seluruh badannya bercahaya dan berteriak keras menggelegar. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha Vairocana (Pilucena-Fo) yang datang menjemput, jangan takut dan kaget, bersujudlah kepadanya dan masuklah ke dalam sinar bijak Hyang Buddha, jika disaat itu sepenuh hati menyebut Namo Amitabha Buddha, masih dapat terlahir di Surga Sukhavati bagian barat.
 
Hari ke 9 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah merah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kirinya berwarna putih, sedang bagian kanannya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna biru tua. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha Aksobhya (Vajrasattva/ Cing Kang Fo), yang muncul akibat kontak rasa indra sendiri, jika disaat itu menyebut Namo Amitabha Buddha dengan sepenuh hati, badan medio dapat tiba juga di Surga Sukhavati bagian barat.
 
Hari ke 10 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4, bagian kirinya berwarna putih, sedang bagian kanannya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna kuning tua. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha Ratnasambhava (Pao Sen Fo) dari selatan. Jika mengenalnya dan menyebut namanya dengan sepenuh hati niscaya bebaslah dari penderitaan. Tetapi jika saat itu badan medio menyebut Namo Amitabha juga akan segera tiba di surga Sukhavati bagian barat.
 
Hari ke 11 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kanannya berwarna putih, sedang bagian kirinya berwarna biru dan bagian tengahnya berwarna merah tua. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha Amitabha ( ªü À±ªû ¦ò ). Jika mengenal dan menyebut namanya dengan sepenuh hati maka akan segera tumimbal lahir di surga Sukhavati sebelah barat.
 
Hari ke 12 - 13:
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kananya berwarna putih, sedang bagian kirinya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna hijau tua. Malaikat ini sebenarnya penjelmaan dari Buddha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen FO). Sebutlah namanya dan segeralah masuk ke dalam sinar Buddha, jika saat itu menyebut Namo Amitabha Buddha. Maka terbebaslah dari pengaruh karma buruk dan tiba di Surga Sukhavati bagian barat.
 
Hari ke 14 :
Pada hari ke 14, badan medio akan melihat berbagai bayangan malaikat wanita dengan bentuk rupa yang marah dan menyeramkan. Semua penampakkan ini timbul karena kontak rasa dari indra sendiri. Ke 28 malaikat ini akan mengelilingi badan medio dalam 2 lapisan (luar dan dalam), yang berkedudukan sebagai penjaga pintu 4 penjuru.
Lapisan sebelah dalam :
Timur :
•  Berkepala kerbau dengan warna coklat merha tua, memegang tongkat dan mangkok dari tengkorak manusia.
•  Berkepala ular warna merah kuning memegang bunga teratai.
•  Berkepala macan tutul warna biru hitam memegang tombak bercula tiga.
•  Berkepala monyet warna hitam memegang roda.
•  Berkepala beruang es warna merah memegang tombak pendek.
•  Berkepala beruang putih warna merah memegang tali yang terbuat dari usus manusia.
 
Barat :
•  Berkepala elang warna hijau kehitaman memegang tongkat kecil.
•  Berkepala kuda warna merah memegang kaki tangan mayat.
•  Berkepala elang warna putih memegang tongkat kayu.
•  Berkepala anjing warna kuning memegang tongkat dan belati.
•  Berkepala burung pelatuk warna merah memegang busur panah.
•  Berkepala rusa warna hijau memegang hiolo.
 
Utara :
•  Berkepala serigala warna biru memegang bendera kecil.
•  Berkepala kambing hutan warna merah memegang tongkat kayu runcing.
•  Berkepala babi hutan warna hitam memegang tali urat gigi.
•  Berkepala burung gagak warna merah memegang jenazah anak kecil.
•  Berkepala gajah warna hijau hitam memegang jenazah dan mangkok tulang manusia.
•  Berkepala ular warna biru memegang tali ular.
 
Selatan :
•  Berkepala kelelawar warna kuning memegang pisau belati.
•  Berkepala singa warna merah memegang hiolo.
•  Berkepala kalajengking warna merah memegang bunga teratai.
•  Berkepala burung warna putih memegang tongkat.
•  Berkepala musang warna hitam kehijauan memegang tongkat kayu.
•  Berkepala macan warna kuning kehitaman memegang cawan babi berkepala manusia.
 
Lapisan sebelah luar :
Timur : berkepala burung warna hitam memgang kail besi.
Barat : berkepala singa warna merah memegang rantai besi.
Utara : berkepala ular warna hijau memegang klenengan/bel.
Selatan : berkepala kambing hitam warna kuning memegang tali.
 
Melihat penampakkan malaikat wanita yang serba menyeramkan tersebut, badan medio seharusnya segera tersadar. Dan jika saat itu menyebut Namo Amitabha Buddha masih dapat tertolong untuk tumimbal lahir di alam Surga Sukhavati.
 
Hari ke 15 sampai 49 :
Jika sampai hari ke 14 badan medio belum dapat menggunakan kesempatan yang ada untuk masuk ke dalam alam Buddha, badan medio akan mendengar teriakan-teriakan yang memilukan dan menyeramkan, terasa angin yang besar kencang meniup dari arah belakang dan sekelilingnya menjadi gelap gulita. Di saat itu muncullah raja setan dan seluruh prajuritnya, bentuk badnnya besar dan berwajah menakutkan, siap meminum darah manusia. Jika badan medio melihat keadaan ini, janganlah takut, sadarlah bahwa segala wujud atau rupa itu pada hakekatnya adalah kosong. Sebutlah Namo Amitabha Buddha, maka semua gambaran yang menakutkan tersebut akan lenyap dan badan medio segera tumimbal lahir di Surga Sukhavati.
Jika badan medio gagal menggunakan kesempatan yang terakhir ini, maka badan medio akan jatuh kembali ke salah satu dari 6 alam tumimbal lahir sesuai dengan karmanya masing-masing.
 
4. TUMIMBAL LAHIR
 
A. DASA DHARMA DHATU
Didalam agama Buddha dikenal adanya 10 alam besar (Dasa Dharma Dhatu) yang dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu :
 
Kelompok yang tidak tumimbal lahir lagi :
•  Alam Buddha (Buddha Dhatu)
•  Alam Bodhisattva (Bodhisattva Dhatu)
•  Alam Pratyeka Buddha (Pratyeka Buddha Dhatu)
•  Alam Arahat (Arahat Dhatu)
 
Kelompok yang masih tumimbal lahir :
•  Alam Dewa (Dewa Dhatu)
•  Alam Manusia (Manusya Dhatu)
•  Alam Asura (Asura Dhatu)
•  Alam Binatang (Triyak Dhatu)
•  Alam Setan Gentayangan (Preta Dhatu)
•  Alam Neraka (Naraka Dhatu)
 
•  Alam Buddha :
Alam Buddha adalah alam yang maha sempurna. Makhluk yang terlahir di alam ini telah melaksanakan Sad Paramita dengan sempurna sehingga memperoleh tingkat pencerahan Bodhi yang tiada taranya (Anutaranya Samyaksambodhi), jasa dan pahalanya telah berlimpah-limpah serta mempunyai kemampuan membimbing semua makhluk agar memperoleh kesadaran bodhi. (Jika kemampuannya didalam menolong semua mahkluk diberi nilai, score:100)
 
2. Alam Bodhisattva :
Alam Bodhisattva dihuni oleh makhluk yang telah melaksanakan Sad Paramita dengan baik, tetapi pahalanya belum berlimpah-limpah dan mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta semua makhluk yang lain agar bebas dari alam sengsara (score : 80-90)
 
•  Alam Pratyeka Buddha :
Makhluk yang dengan usaha dan pengetahuan sendiri telah melatih dan berhasil memutuskan dengan sempurna 12 rantai sebab-musabab yang saling bergantungan (Dvadasanga Pratityasamutpada) akan memperoleh pencerahan Pratyeka Bodhi dan berdiam di alam Pratyeka Buddha (score :70)
 
4. Alam Arahat :
Alam Arahat dihuni oleh mahkluk yang telah sempurna melaksanakan 4 kesunyataan mulia (Catur Arya Aryasatyani) dan sempurna pula dalam melaksanakan Sila, Samadhi, Prajna dengan mengikuti ajaran Samyaksambuddha sehingga mencapai pencerahan Sravaka Bodhi untuk dirinya sendiri (score:60).
 
5. Alam Dewa :
Alam Dewa diliputi oleh kegembiraan, usia panjang dan kemakmuran yang berlimpah-limpah. Makhluk yang dapat dilahirkan di alam ini, telah sempurna menjalankan 10 perbuatan bajik (DasaKusala Karma) dan melakukan dana demi kepentingan orang banyak (score:50).
 
6. Alam Manusia :
Alam manusia bersifat derita, tidak kekal dan tanpa inti (Dukha, Anitya, An-atman) dan setelah mati dapat berproses tumimbal lahir di salah satu dari 10 besar sesuai dengan karmanya. Untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, makhluk tersebut harus menjalankan Pancasila dan Dasa Kusala Karma (score:40)
 
7. Alam Asura :
Makhluk yang dilahirkan di alam Asura ini, tidak menjalankan Panca Sila dan Dasa Kusala Karma, akan tetapi melatih diri dengan Samadhi, sehingga memperoleh kekuatan gaib serta penuh dengan angkara murka. Alam Asura mempunyai nafsu keinginan dan emosi yang luar biasa, serta mempunyai kesaktian seperti dewa, tetapi alam ini diliputi dengan kegelisahan, ketidak-tentraman, kemarahan dan jangka waktu hidupnya lebih panjang dari pada alam manusia. (score:30)
 
8. Alam Binatang :
Alam binatang diliputi oleh ketidakkekalan, kegelisahan, kebodohan, serta tidak mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.
Makhluk yang terakhir di alam ini karena semasa hidupnya ia tidak menjalankan Panca-Sila dan Dasa Kusala Karma, selalu melakukan tindakan yang negatif (Akusala Karma), tidak dapat membedakan mana yang benar dan salah, tidak menggunakan akal budi dan tidak mau belajar dharma (sore:20).
 
9. Alam Setan Gentayangan :
Makhluk yang dilahirkan di alam preta karena dia telah melanggar Panca Sila dan Dasa Kusala Karma serta pikirannya selalu diliputi dengan dosa, moha dan lobha (kebencian, kebodohan dan keserakahan). Alam setan gentayangan penuh dengan penderitaan, kepanasan, kehausan, kegelisahan dan kelaparan dan jangka waktu hidupnya lebih panjang dari pada alam manusia (score:10).
 
10. Alam Neraka :
Makhluk yang dilahirkan di alam neraka karena dia telah melanggar Panca Sila dan Dasa Kusala Karma, serta pikirannya selalu diliputi degan kebencian, kebodohan dan keserakahan yang tiada taranya, semasa hidupnya tidak berbakti dan menyusahkan orang tua. Demikian juga dengan makhluk yang telah melakukan 5 perbuatan buruk (Pancanantarya-papakarma) akan langung tumimbal lahir di alam neraka (score: 0)
 
•  TANDA-TANDA BERKONTAK RASA DENGAN BERBAGAI ALAM
1. Alam Surga Sukhavati :
Mereka yang semasa hidupnya belajar dan membina diri dengan metode memasuki lautan samadhi Surga Sukhavati dan semua ucapan, pikiran, perbuatannya selaras dengan Buddha Dharma, maka sewaktu menjalani proses kematian, dia akan terbebas dari derta terurainya 4 elemen besar. Tanda-tanda baik berkontak rasa dengan alam Surga Sukhavati adalah sebagai berikut :
•  Hatinya mantap, tidak takut dan idak cemas.
•  Mengetahui sebelumnya kapan dia akan wafat (bulan,hari,jam)
•  Tekadnya sudah mantap untuk terlahir di surga Sukhavati, tidak melekat pada keduniawian.
•  Melakukan persiapan dengan membersihkan diri dan bertukar pakaian.
•  Menyebut Namo Amitabha Buddha saat menghembuskan nafas terakhir.
•  Duduk bersila dan beranjali, bila saatnya tiba, akan datang utusan dari Surga Sukhavati untuk menjemputnya.
•  Ruangan penuh dengan harum wangi-wangian gaib.
•  Sinar terang menyinari seluruh badan dan ruangan.
•  Terdengar suara musik yang merdu dari langit.
•  Meninggalkan syair-syair yang bermanfaat bagi orang lain agar berjalan di jalan Buddha.
 
Ke sepuluh tanda-tanda ini tidak semuanya muncul pada diri seseorang, bisa hanya satu, dua, tiga atau lebih tanda yang nampak, hal ini tergantung dari penghayatannya dalam Buddha Dharma masa orang tersebut masih hidup.
 
2. Alam Neraka :
Saat akan tumimbal lahir di alam neraka, badan medio mendengar suara-suara yang sedih, menjadi tertarik dan mengikutinya, badan medio akan masuk ke umah batu dan goa berwarna hitam dan putih, selanjutnya memasuki terowongan yang gelap.
Kemudian akan tertampak gambaran-gambaran yang serba menyeramkan, bencana angin topan, halilintar menyambar, gunung runtuh, kebakaran besar, dikejar-kejar binatang buas dan prajurit setan, serta kondisi neraka panas dan dingin siap dihadapinya.
Tanda-tanda buruk berkontak rasa dengan alam neraka adalah sebagai berikut :
•  Melotot pada sanak saudara dan pada suami/istrinya.
•  Menghembuskan nafas terakhir dalam kondisi marah, kecewa atau menangis sedih.
•  Badan dan mulut berbau busuk.
•  Tidur tertelungkup.
•  Biji mata bergerak bagai berlompatan dan berwarna merah.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang lain disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
 
3. Alam Setan Gentayangan (Preta) :
Alam Setan Gentayangan disebut juga alam setan kelaparan, karena selalu merasa lapar, tak pernah puas, keinginan tak bisa tercapai, dia hanay menunggu adanya upacara ulambana atau upacara persembahan puja makanan yang dilakukan oleh orang suci, barulah ia dapat makan dan tertolong. Hal ini adalah akibat sifat yang sangat pelit dan serakah sewaktu masih hidup.
Sebelum tumimbal lahir di alam ini, badan medio akan tertarik dan mendekati padang pasir atau padang rumput kering dan masuk kedalamnya. Tanda-tanda buruk berkontak rasa dengan alam preta adalah sebagai berikut :
•  Badan merasa panas bagaikan terbakar.
•  Sewaktu meninggal kedua mata terbuka/melek, tidak mau terpejam.
•  Mata dan mulut kelihatan kering.
•  Selalu merasa haus dan lapar.
•  Sering menjilati bibir.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan mennggal dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus dan kegelisahan batin yang lain disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
 
4. Alam Binatang :
Sebelum tumimbal lahir di alam binatang, badan medio akan melihat suatu padang rumput yang luas, beberapa goa dan gunung, jika badan medio tertarik dan masuk ke dalamnya, maka akan tumimbal lahir menjadi binatang. Tanda-tanda buruk berkontak rasa menjelang ajal :
•  Rasa rindu yang sangat pada istri/suami, terus menerus memandanginya dan tidak ingin berpisah.
•  Jari-jari tangan dan kaki tertekuk melingkar.
•  Seluruh badan berkeringat.
•  Suaranya serak dan mulutnya berbau busuk.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang lain disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
 
5. Alam Asura :
Badan medio akan melihat hutan kayu yang indah dan 2 roda api berputar mengagumkan, bila tertarik dan mendekatinya, maka akan segera tumimbal lahir di alam asura. Tanda-tanda berkontak rasa menjelang ajal.
•  Penuh raa tidak puas.
•  Ingin memaksakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan kekuatan.
•  Bagian tenggorokan yang terakhir dinginnya.
•  Tidak rela melepaskan harta benda yang ditinggalkan.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
 
6. Alam Manusia :
Mula-mula badan medio akan melihat ayah dan ibunya bermesraan dan bersenggama, bila tertarik dan jodohnya berat ke sebelah ibu maka akan terlahir sebagai laki-laki, sedangkan bila lebih berat ke pihak ayah akan terlahir sebagai wanita. Setelah memasuki kandungan ibu, meskipun menyesal dia tak dapat keluar lagi, segera terbentuklah badan jasmaninya. Tanda-tanda berkontak rasa menjelang ajal :
•  Hati tenang, tentram dan mantap.
•  Tiada rasa sakit pada tubuh.
•  Merasa rindu kepada ayah dan ibu.
•  Merasa kasihan kepada suami/istri dan orang yang dikasihinya.
•  Meninggalkan pesan-pesan keluarga.
•  Hatinya sujud dan mau menerima Trisarana.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
 
7. Alam Dewa :
Badan medio akan mendengar musik kayangan yang merdu, menampak istana yang indah dan megah, kemudian akan dijemput oleh bidadari kayangan yang cantik dan dewa petugas yang tampan. Badan medio merasa bahagia dan gembira, sehingga melupakan dunia dan mengikuti para dewa menuju alam kayangan. Tanda-tanda berkontak rasa menjelang ajal :
•  Hati merasa senang dan gembira.
•  Wajah berseri-seri dan sinar mata bening bercahaya.
•  Badan tidak berbau.
•  Tidak rindu pada harta dan keluarga.
•  Timbul niat baik dan rasa welas asih terhadap keluarga.
•  Tertawa bahagia menanti datangnya jemputan.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
 
5. KEKUATAN GAIB AMITABHA BUDDHA
 
A. AMITABHA BUDDHA
Kita mengenal adanya Amitabha Buddha berdasarkan sabda Sakyamuni Buddha yang tercatat didalam beberapa kitab suci, antara lain : Amitayurdhyana Sutra, Maha Sukkhavativyuha Sutra, Sukhavativyuha Sutra, dan sutra-sutra lainnya. Ketiga sutra ini adalah sutra pokok bagi agama Buddha Mahayana aliran Sukhavati/¯Â¤g/Vimalaloka/Tanah Suci (Pure Land).
Amitabha Buddha dikenal juga dengan nama Amitabha Buddha, Amida Butsu (Jepang), ªü À±ªû ¦ò (China) atau Amitayus Buddha, berasal dari bahasa sansekerta yang artinya : a= tidak, mita= ukuran, abha= cahaya, dan ayus= kehidupan. Sehingga Amitabha berarti Cahaya yang tak terukur/cahaya tanpa batas/cahaya abadi. Hal ini berkaitan dengan konsep ruang. Sedangkan Amitayus artinya Kehidupan tanpa batas, yang berkaitan dengan konsep waktu.
Amitabha/Amitayus Amita Buddha mengandung falsafah beliau yang telah mengatasi ruang dan waktu, juga merupakan lambang dari cinta kasih, berkah karunia dan kebijaksanaan yang tak terbatas.
Didalam Maha Sukhavativyuha Sutra dikatakan bahwa sebelum menjadi Buddha Amitabha, dulunya beliau adalah seorang bhiksu bernama Bhiksu Dharmakara, yang hidup dijaman Buddha Loke vara-raja, dimana Bhiksu Dharmakara telah mengikrarkan 48 prasetya agung/janji suci tentang negeri Buddha-Nya yang akan terwujud apabila Dia mencapai penerahan sempurna (Amuttara Samyaksambodhi).
Dari sabda Sakyamuni Buddha kita mengetahui bahwa Bhiksu Dharmakara telah mencapai pencerahan sempurna, dikenal sebagai Amitabha Buddha ( ªü À±ªû ¦ò ) dan surganya bernama Sukhavati (Kebahagiaan Yang Terluhur) atau disebut juga Tanah Suci (Pure land/¯Â ¤g /Vimalaloka) yang letaknya di sebelah barat dari dunia saha.Berdasarkan kenyataaan ini, Sakyamuni Buddha memberikan rekomendasi kepada umat manusia untuk memuja-Nya dan bertekad untuk bertumimbal lahir di Surga Sukhavati.
Didalam Vihara aliran Sukhavati, dijumpai gambar/rupa amitabha Buddha yang diapit oleh bodhisattva Avalokitesvara di sebelah kirinya dan Bodhisattva Mahasthamaprata di sebelah kanannya, kadang-kadang dilukiskan pula bersama-sama dengan 25 Bodhisattva Mahasattva pengikutnya.
Untuk menghormati dan mengikat jodoh dengan Amitabha Buddha, sesuai dengan prasetyanya yang ke 18 s/d 20, maka dianjurkan kepada semua makhluk untuk membaca berulang-ulang nama-Nya dengan gembira dan penuh rasa sujud serta konsentrasikan segenap pikiran, perasaan dan perbuatan didalam alunan suara : Namo Amitabha Buddha/Namo Amita Buddha/ Namo Omito-Fo.
Janganlah anda berpikir bahwa melakukan pengucapan Namo Amitabha Buddha adalah sesuatu hal yang mudah, hanya apabila rintangan karma kita tidak terlampau besar, barulah hal itu mudah kita ucapkan. Mereka yang mempunyai rintangan karma yang berat, tak akan dapat mengucapkannya walaupun mereka ingin melakukannya. Sebagai contoh, Devadatta, ia hanya mampu mengucapkan Namo saja, rintangan karmanya begitu besar sehingga tak dapat mengucapkan kata Buddha.
Diantara pembaca pasti ada yang bertanya-tanya, benarkah dengan hanya mengucapkan Namo Amitabha Buddha ,maka akan dapat diselamatkan ? Raja Milinda ( kurang lebih 115 SM ) pernah bertanya kepada Nagasena, bahwa tak masuk akal bila seseorang yang begitu buruk karmanya dapat diselamatkan jika orang tersebut menyerahkan kepercayaannya kepada Buddha menjelang kematiannya. Lalu Nagasena menjawab bahwa bagaimanapun kecilnya sebuah batu, dia akan tenggelam di dalam air, akan tetapi batu yang beratnya ratusan ribu ton jika diletakkan di atas kapal, ia akan terapung/ terangkat.
Nagarjuna (100 - 200 M) kembali menyatakan, bahwa ada 2 jalan untuk mencapai ke Buddha-an, yang satu sulit dan yang lainnya mudah. Yang satu dengan berjalan di atas kaki dan yang lainnya dengan kapal yang terbesar, juga merupakan cara yang paling mudah, cocok dan aman untuk siapa saja di jaman berakhirnya dharma ini.
Hyang Buddha bersabda : “Surangama Sutra adalah sutra pertama yang akan lenyap dari permukaan bumi pada jaman akhir dharma, kemudian satu persatu sutra-sutra yang lain akan menyusul juga, dan yang terakhir lenyap adalah Amitabha Sutra. Pada jaman itu, manusia hanya dapat mengucapkan “Namo Amitabha Buddha”, kalimat inipun akan lenyap pula, tinggal “Amitabha Buddha”, bila hal inipun telah dilupakan oleh manusia, maka ajaran Sakyamuni Buddha akan hilag sama sekali dari dunia, tibalah jaman kegelapan dharma. Setelah itu mulailah kalpa baru dengan Maitreya Buddha yang datang darii surga Tusita untuk mengajarkan Buddha Dharma/kesunyataan dharma kepada semua makhluk.”
Karena dipercayai Amitabha Sutra adalah sutra yang terakhir lenyap, maka kedudukan sutra ini menjadi penting sekali. Master Zen yang ternama, yakni Yung Ming Sou berkata : “Tanpa Zen dan tanpa Sukhavati adalah sia-sia, dengan Zen saja tanpa Sukhavati, sembilan dari sepuluh orang akan menuju jalan yang salah. Tanpa Zen tetapi dengan Sukhavati, selaksa orang berjalan semuanya akan berhasil. Setelah bertemu dengan Amitabha Buddha, kesempurnaan dapat dipastikan. Namun dengan Zen dan Sukhavati seorang ibarat seekor harimau yang bertanduk, dia akan menjadi guru dharma pada saat itu dan menjadi Buddha pada kehidupan yang akan datang.”
Sukhavati adalah identik dengan Namo Amitabha Buddha” dan Zen identik dengan meditasi/dhyana. Mantera untuk memuja Amitabha Buddha agar kita terlahir di Surga Sukhavati adalah Sukhavativyuha Dharani :
Namo amitabhaya tathagataya. Tadyatha : Amite
Amitobhave. Amita sambhave.
Amita, bikrana tamkare,
Amita bikranata. Amita gagana kritikare, Svaha.
 
B. ALAM SURGA SUKHAVATI
Didalam Sukhavativyuha Sutra, Sakyamuni Buddha bersabda : “Oh, Sariputra, berlalu dari sini melewati ratusan ribu koti negeri Buddha (Buddha Ksetra), di penjuru Barat, terdapatlah sebuah alam yang disebut Surga Sukhavati. Didalam alam tersebut seorang tathagata, Arahat, Samyaksambuddha yang bernama Amitayus (Amitabha), bertahta, berdiam dan tinggal di sana membabarkan Dharma.”
“Oh, Sariputra, mengapa alam tersebut disebut Sukhavati ? Sebab mahkluk-makhluk yang terlahir di alam Sukhavati, tak ada yang mengalami penderitaan jasmani maupun rohani. Surga Sukhavati adalah suatu alam yang damai, penuh kegembiraan dan kebahagiaan, usia panjang tak terbatas, tiada usia tua, tiada penderitaan dan tiada kesusahan. Oleh karena itu, alam tersebut kuberi nama Sukhavati (Kebahagiaan Terluhur).
Kebahagiaan dan keindahan di alam Surga Sukhavati itu tak terukur, tak terjangkau oleh pikiran manusia dan tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, merupakan tempat ideal untuk belajar Buddha Dharma, sampai tercapainya pembebasan tertinggi (Pencerahan Sempurna/Anuttara Samyaksambodhi).
Pakaian, makanan dan semua barang-barang yang indah akan muncul dengan sendirinya seketika makhluk penghuni alam tersebut menginginkannya, sehingga para Buddha dari 10 penjuru dunia memuji jasa dan kebajikan dari Amitabha Buddha, serta menganjurkan umat untuk memujaNya.
“Barang siapa yang mendengar pujian “Namo Amitabha Buddha”, menerimanya dengan sukacita, ikut mengulang melakukan pujian dan menyatu didalam batinnya, maka ia akan terlahir di Surga Sukhavati dengan segala kegembiraan, kebahagiaan, keajaiban serta kegaibannya”.
Didalam Amitayurdhyana Sutra, Sakyamuni Buddha bersabda :
“Tak tahukah engkau oh, Vaidehi, bahwa Amitayus itu berada tidak jauh dari sini ? Engkau hendaknya memusatkan segenap batinmu dan bermeditasi dengan sungguh-sungguh dengan alam-Nya”.
Keberadaan Hyang Amitabha Buddha tidak jauh dari kita semua, Tanah Suci-Nya dilukiskan jauh sekali di kawasan barat, yang dapat dicapai melalui ratusan ribu kesadaran Buddha, akan tetapi keberadaannya dapat dirasakan didalam batin mereka yang sungguh-sungguh bertekad untuk terlahir di sana.
Orang-orang yang bertekad untuk dapat dilahirkan di negeri Buddha, harus dapat mengembangkan 5 rangkaian ini :
 
•  Pagi dan malam selalu melakukan pujian Namo Amitabha Buddha, bahkan dalam kondisi batin yang bagaimanapun tetap melakukannya, baik dalam duka, gembira, takut, ragu-ragu, sukses, mulai berusaha dan sebagainya, senantiasa melakukan pujian Buddha, baik 1x atau 10x serta bertekad untuk lahir di surga Sukhavati.
•  Mereka harus melaksanakan catur bhakti kepada orang tua dan membantu kehidupannya, melayani dan menghormati para guru dan sesepuh mereka, penuh kasih-sayang, tidak berprilaku kejam, serta melaksanakan 10 perbuatan bajik (Dasa Kusala Karma).
•  Mereka harus mempelajari, menghayati dan bertekad untuk selalu berlindung menyatu kepada Triratna (Buddha, Dharma, Sangha).
•  Mereka harus membaktikan segenap usaha batin pada pencapaian Bodhi (Pencerahan Sempurna), yakni kepada Hukum Karma, memepelajari dan melafalkan sutra-sutra Mahayana dan mengajukan serta mendorong mahkluk lainnya agar bersama-sama menuju pantai bahagia (Nirvana).
•  Melaksanakan 5 pintu smrti : sembahyang, puji, tekad, samadhi/instropeksi diri, penyaluran jasa.
 
 
•  KESIMPULAN
 
•  SEMANGAT BUDDHA DHARMA DALAM MENOLONG SEMUA MAKHLUK
Cinta kasih dan kasih sayang (maitri-karuna) Hyang Buddha terhadap semua makhluk adalah demikian luhur, tak terkira dan tiada batasnya yang diwujudkan dalam maitri, karuna dan prajna. Sifat inilah yang menjadi landasan semangat Bodhisattva, semangat tanpa pamrih untuk menolong semua makhluk agar bebas dari lautan sengsara, bebas dari penderitaan, sampai tercapainya pantai bahagia. Penderitaanmu adalah penderitaanku, kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga. Perbuatan tersebut di atas, pada hakekatnya merupakan tahap pengumpulan dana karma baik disertai kesadaran Buddha.
Dalam menjalankan tekad Bodhisattva ini, Hyang Buddha menggunakan berbagai upaya bijaksana, yang kadang-kadang sulit dimengerti oleh pikiran manusia biasa yang masih penu dengan ego, dosa, moha, dan lobha.
Apakah cinta-kasih dan sayang Hyang Buddha terbatas pada kehidupan sekarang saja ? Tidak, cinta kasih dan kasih sayang Hyang Buddha tidak terikat oleh ruang dan waktu, selalu abadi, tidak membeda-bedakan, demikian adanya (tathata). Kondisi karma dari para mahkluk itu sendirilah yang menciptakan perbedaan-perbedaan, sehingga dalam menerima karunia sinar cinta-kasih Hyang Buddha yang sama, hasilnya pun tampak berbeda-beda, sesuai dengan karma mereka masing-masing.
Didalam Saddharma Pundarika-Sutra bab V, dikatakan bahwa cinta-kasih dan kasih sayang Hyang Buddha laksana awan tebal yang menyelimuti bumi, mencurahkan hujan seara serentak dan merata dimana-mana, membasahi dan menyuburi bumi, segala tanaman, pepohonan, semak-belukar dan hutan. Semuanya menyerap air hujan sesuai dengan kebutuhannya menjadi segar dan berkilauan, tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai dengan jenisnya masing-masing, sehingga hasil panen dan waktu masak dari berbagai tanaman itupun menjadi berbeda-beda pula.
Banyak manusia diliputi oleh ketidaktahuan (avidya), sehingga menghasilkan kebodohan (moha), kebecian (dosa) dan keserakahan (lobha), mereka tidak mengerti dan tidak merasakan semangat cinta-kasih Hyang Buddha yang demikian agung dan mulia. Mereka selalu mengeluh, kecewa dan menderita rasa tidak puas yang timbul karena nafsu keinginan mereka sendiri tiada habis-habisnya. Sungguh sangat menyedihkan.
Semangat Buddha Dharma dalam menolong semua makhluk adalah bersifat universal, tidak dibatasi oleh agama, suku bangsa, status sosial dan atribut-atribut khayal duniawi yang lain, bahkan prasetya mulia-Nya tidak terbatas hanya pada makhluk manusia saja, melainkan meliputi seluruh makhluk di 6 alam tumimbal lahir, baik itu alam binatang, preta, neraka, asura, dewa, maupun manusia, semua makhluk akan ditolongnya agar semua bebas dari siklus penderitaan tumimbal lahir, sampai tercapainya pantai bahagia Nirvana.
Oleh karena itu, siapapun anda, jangan merasa ragu untuk mendekatkan diri dan menyampaiakn keluh-kesah anda kepada Hyang Buddha. Beliau sudah tidak terikat/melekat pada bentuk rupa, dia adalah hakekat yang sebenarnya, tidak pergi ataupun datang, yang telah mengatasi ruang dan waktu, di luar arus kehidupan dan kematian.
Kedatangan Hyang Buddha ke dunia saha ini adalah untuk memberikan berkah karunia, sebagai petunjuk jalan sekaligus menyelamatkan umat manusia dari kebodohan yang dimilikinya. Tanpa cinta-kasih dan kasih-sayang Hyang Buddha, manusia sulit untuk memahami dharma yang sangat halus dan lembut serta tidak terkira dalamnya, hanya dengan melalui jalan Buddha Dharma, manusia dapat mencapai Pencerahan Sempurna.
Keragu-raguan merupakan rintangan batin yang sangat besar, sehingga walaupun sudah mendengar, mengetahui kebesaran dan kebenaran Buddha Dharma, namun manusia tetap merasa sulit untuk percaya dan melaksanakan ajaran Hyang Buddha dalam praktek kehidupan nyata sehari-harinya.
Bagaimanapun bagusnya suatu ajaran dan besarnya rasa welas asih Hyang Buddha kepada anda, adalah sia-sia belaka dan kosong adanya jika tidak dipraktekkan, karena hal itu tidak akan membawa kemajuan, manfaat dan perubahan, maka keputusan terakhir tetap berada di tangan diri anda sendiri, apakah anda mau mengikuti, meyakini dan melaksanakannya ? Hanya anda sendiri yang dapat menjawabnya.

Beberapa Prasetya Agung :
1. Amitabha Buddha :
“Siapa yang menyebut nama-Ku dengan penuh sujud, dan bersungguh-sungguh hati ingin terlahir di negeri Buddha-Ku, jika akau tidak dapat menyeberangkannya, maka aku tidak akan menjadi Buddha”. (Maha Sukhavativyuha Sutra)
 
2. Avalokitesvara Bodhisattva :
“Jika terdapat makhluk-makhluk yang menderita kesedihan yang tak tertangguhkan, mereka menyebut nama-Ku, jika aku tidak dapat menolongnya, maka aku tidak mau menjadi Buddha”.
“Jikalau dalam kesukaran, dengan penuh sujud memuja nama-Ku, Aku akan segera memperhatikan suara mereka, maka terbebaslah penderitaanya”. (Saddharma Pundarika Sutra bab XXV).
 
3. Ksitigarbha Bodhisattva :
“Jika neraka belum kosong aku belum mau menjadi Buddha”.
“Jika aku tidak pergi ke neraka untuk menyelamatkan makhluk-makhluk yang berada di sana, siapa yang akan pergi ke sana ?.
“Jika semua makhluk sudah terselamatkan barulah aku mau mencapai kebodhian”. (The Sutra of The Past Vows of the Earth Store Bodhisattva)
 
•  BANGUN TIDUR BERBUAT DAN MATI DI DALAM BUDDHA
Apakah menjadi umat Buddha yang saleh cukup hanya dengan percaya dan melakukan sembahyang (tancap hio) saja ?
Itu sama saja dengan kita mempunyai makanan, memandanginya dan tahu bahwa makanan tersebut dapat mengenyangkan perut serta diperlukan oleh tubuh jasmani, tapi kita tidak melakukan aktifitas makan, lalu apakah kita menjadi kenyang karenanya ? tentu saja tidak kenyang bukan ?
Oleh karena itu, bila kita ingin merubah kondisi hidup kita ke arah yang lebih baik, lebih bahagia dan lebih makmur, tidak cukup hanya dengan yakin, bersembahyang dan mempelajari Buddha Dharma saja. Disamping mengerti dan menghayati Buddha Dharma, kita harus melaksanakannya dalam wujud perbuatan/praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah kunci yang terpenting, tetapi justru paling banyak dilupakan oleh umat manusia itu sendiri.
Kita mengharapkan kondisi berubah, tetapi kita tidak melakukan aktifitas yang berarti untuk mengubah kondisi tersebut, apakah hanya dengan berharap, merenung, dan berkhayal saja akan terjadi perubahan ? Bukanlah hal ini berarti mengingkari hukum sebab-akibat ? Jika tidak ada sebabnya bagaimana pun akan muncul akibatnya ? Jika tidak ada awal, bagaimana dapat terbentuk akhir ?
Bukan berarti sembahyang tidak ada manfaatnya. Sembahyang adalah awal dapat disebut menciptakan kondisi atau jodoh. Melaksanakan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari adalah sebab. Dan memperoleh kegembiraan, kesuksesan atau kebahagiaan adalah hasilnya/buah.
Mulailah aktifitas sehari-hari dengan bangun secara Buddha artinya begitu bangun kita harus sadar dan berikan waktu kurang lebih 10 menit untuk berdoa memotivasi diri sendiri dengan tekad yang baik, dan bermeditasi dengan menyebut Namo Amitabha Buddha sebanyak 10 kali, setelah itu barulah melakukan kegiatan sehari-hari baik itu makan, membaca, belajar, bekerja dan sebagainya. Lakukanlah dengan penuh kesadaran, selalu ingat kepada perbuatan Buddha, selanjutnya akhirilah aktifitas, timbulkan perasaan menyesal dan bertobat jika membuat kesalahan serta berjanji untuk merobahnya setelah melakukan pujian Namo Amitabha Buddha barulah kita tidur dalam kesadaran Buddha. Untuk dapat melaksanakan hal ini dengan baik, sudah tentu kita harus menerima Trisarana dan belajar meditasi dalam pujian Buddha (masuk agama Buddha).
Dengan melakukan hal ini secara terus-menerus, maka bila saat kematian tiba, niscaya kondisi kita sudah siap untuk menjalani fase terakhir dalam hidup kita, yakni mati didalam hembusan nafas Buddha, langsung menuju alam Surga Buddha.
Demikianlah tulisan ini kami akhiri, semoga anda dapat mengambil manfaat dari arti tersirat didalam kata-kata, dan bukannya terpaku pada bentuk suratnya.



Sad Paramita : artinya 6 perbuatan kesempurnaan agung, yaitu (1) kemurahan hati (dana); (2) disiplin moral (sila); (3) kesabaran (ksanti); (4) semangat ketekunan untuk maju (virya); (5) meditasi (dhyana) dan (6) kebijaksanaan (prajna)
 
12 sebab-musabab yang saling bergantungan :
•  Adanya Avidya (kegelapan bathin/ketidak-tahuan) akan menimbulkan Samskara (bentuk-bentuk karma/perbuatan)
•  Adanya Samskara akan menimbulkan Vijnana (kesadaran)
•  Adanya Vijnana akan menimbulkan Namarupa (rohani dan jasmani)
•  Adanya Namarupa akan menimbulkan Sadayatana (6 landasan indra)
•  Adanya Sadayatana akan menimbulkan Sparsa (kontak/sentuhan)
•  Adanya Sparsa akan menimbulkan Vedana (perasaan)
•  Adanya Vedana akan menimbulkan Trisna (kegemaran/kegiuran)
•  Adanya Trisna akan menimbulkan Upadana (kemelekatan)
•  Adanya Upadana akan menimbulkan Bhava (penjelmaan)
•  Adanya Bhava akan menimbulkan Jati (kelahiran)
•  Adanya Jati akan menimbulkan jaramarana (usia tua dan mati)
 
4 Kesunyataan Mulia :
•  Adanya Dukha (derita)/ Dukha Aryasatya
•  Sebab Musabab timbulnya Dukha/Dukha Samudaya Aryasatya
•  Terhentinya Dukha/Dukha Nirodha Aryasatya
•  Jalan untuk menghentikan Dukha/Marga/Dukha Gamini Pratipad Aryasatya
10 perbuatan bajik :
•  Tidak membunuh
•  Tidak mencuri 3 karma dari tubuh
•  Tidak berjinah
•  Tidak berbohong
•  Tidak berkata buruk 4 karma dari mulut
•  Tidak berkata kasar
•  Tidak memfitnah
•  Tidak serakah (lobha)
•  Tidak benci (dosa) 3 karma dari pikiran
•  Tidak bodoh (moha)

Panca Sila adalah sila pokok yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat Buddha yang saleh, ke 5 sila ini adalah : (1) dilarang membunuh (2) dilarang mencuri (3) dilarang berjinah (4) dilarang berdusta (5) dilarang kehilangan kesadaran diri/bermabuk-mabukan.
 
Perbuatan buruk adalah 5 karma buruk yang akan menghasilkan akibat langsung digolongkan dalam kategori karma berat, karena jika hal ini dilakukan akan langsung jatuh ke dalam alam neraka. Ke 5 perbuatan ini adalah (1) membunuh ibu atau ayah (2) membunuh guru(3) membunuh seorang arahat(4) memecah belah sangha (5) melukai Sang Buddha

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Terima kasih banyak teman...

Anonim mengatakan...

saya berharap saya bisa melihat papa saya sekali lagi. saya amat merindukannya, saya mohon berikan saya petunjuk terbaik parita apa yang saya musti lafalkan setiap hari untuk buat ayah saya bahagia dialam sana?

Anonim mengatakan...

mohon beritahukan dengan mengirim saya email di : budimayang92fix@gmail.com . terimakasih

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;