Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 1# )
BAGAIMANA SAYA MELEPASKAN DIRI DARI YI KUAN TAO
Karya : Shi Wen Du
Alih Bahasa : Tjahyono Wijaya
KATA PENGANTAR ALIH BAHASA
Buku ‘Bagaimana Saya Melepaskan Diri Dari Yi Kuan Tao’ ini merupakan buku
berbahasa Mandarin yang berjudul asli ‘Wo Cen Yang Duo Li Yi Kuan Tao’, sebuah karya
dari seorang upasaka Buddhis, Shi Wen Du [Taiwan], yang dahulunya merupakan penganut
Yi Kuan Tao. Sebuah buku yang berisikan kisah nyata dari sang penulis yang diawali dari
kisah bagaimana penulis mulai bergabung hingga keluar dari Yi Kuan Tao. Dalam buku ini
pula dijelaskan secara gamblang mengenai asal usul, ajaran, tata upacara dan segala hal yang
berhubungan dengan Yi Kuan Tao.
Keseluruhan isi buku ini terdiri dari 48 bab dengan disertai beberapa kata pengantar
beserta lampiran. Oleh karena tujuan awal penerjemahan buku ini ke dalam Bahasa Indonesia
hanya bersifat sebagai informasi yang diperuntukkan bagi kalangan sendiri, tepatnya bagi
rekan-rekan Buddhis di perusahaan tempat saya bekerja, maka hanya bagian pengantar dan 48
bab isi saja yang dipilih untuk diterjemahkan. Karena dirasa kedua bagian ini telah cukup
memenuhi keinginan untuk mengenal riwayat, ajaran dan hal-hal lain mengenai Yi Kuan Tao.
Karena alasan ini jugalah maka edisi terjemahan ini lebih bersifat terjemahan bebas serta tidak
diperjualbelikan.
Istilah atau nama Mandarin yang digunakan dalam edisi Bahasa Indonesia ini ditulis dan
dilafalkan sesuai ejaan Bahasa Indonesia. Untuk hal-hal yang dipandang perlu untuk
diperjelas, akan ditambahkan keterangan yang diawali dan diakhiri dengan tanda baca [ ].
Dalam edisi Bahasa Indonesia ini, bila dipandang lebih tepat menggunakan istilah Buddhis,
maka dipergunakan istilah Sanskrit (Sansekerta) yang selama ini lebih umum dikenal di tanah
air. Tetapi bila dipandang perlu, akan ditambahkan juga istilah Pali di belakangnya. Selain itu,
mengingat betapa minimnya hubungan saya sebagai alih bahasa dengan kalangan Yi Kuan
Tao selama ini, maka tidak menutup kemungkinan adanya terjemahan atau istilah yang kurang
tepat. Sehubungan dengan hal ini, saya mohon pengertian dari rekan-rekan sekalian.
Menurut penulis buku ini, Yi Kuan Tao berawal dari daratan Tiongkok yang kemudian
mulai menyebar ke Taiwan semenjak berkuasanya Partai Komunis di daratan Tiongkok Dari Taiwan inilah Yi Kuan Tao kemudian berkembang go internasional yang di Indonesia lebih
dikenal dengan nama Buddha Maitreya. Pernyataan ini mungkin akan disanggah oleh
penganut Aliran Buddha Maitreya. Tetapi satu hal yang tak dapat dipungkiri adalah adanya
kemiripan yang sangat hakiki antara ajaran Yi Kuan Tao dengan ajaran dalam Aliran Buddha
Maitreya. Selama belajar Bahasa Mandarin dan kuliah di Taiwan (1985-1990), saya sedikit
banyaknya juga pernah mendengar hal ikhwal Yi Kuan Tao yang secara garis besar mirip
dengan yang tertulis dalam buku ini. Bahkan saya juga pernah, baik selama di Taiwan ataupun
di Surabaya, beberapa kali didatangi oleh pengikut Yi Kuan Tao untuk diajak bergabung
memasuki Tao.
Buku ini selesai ditulis pada tahun 1977 dengan menceritakan kondisi Yi Kuan Tao dan
ajarannya di Taiwan hingga tahun tersebut. Sedang pekerjaan terjemahan ini mulai
dilaksanakan dan rampung pada sekitar pertengahan tahun 2003. Tidak menutup
kemungkinan selama selang waktu lebih dari 25 tahun ini telah terjadi perubahan atau
ketidaktepatan antara isi buku dengan kondisi saat ini. Apalagi semenjak pemerintahan
Presiden Lee Teng Hui [presiden terdahulu Republic of China – Taiwan], Yi Kuan Tao telah
menjadi agama resmi yang diakui oleh Pemerintah ROC. Tetapi, sebagai penambah informasi,
buku ini tetap dianggap layak untuk diterjemahkan dan dibaca.
Terlepas dari pro dan kontra atas ajaran yang dianut, saya sertakan terjemahan penjelasan
mengenai Yi Kuan Tao yang diambil dari kamus Bahasa Mandarin ‘Xinhua Cidian’ dengan
penerbit Shang Wu Yin Shu Guan -Beijing, cetakan tahun 1988, halaman 1048, yang tertulis
sebagai berikut:
‘Yi Kuan Tao: disebut juga Cong Hua Tao Te Ji Shan Hui [Perkumpulan Kegiatan Sosial
Moral Tionghoa], merupakan salah satu dari perkumpulan pemberontak. Awalnya bernama
Tong Cen Dang, yang kemudian berganti menjadi Yi Kuan Tao. Pada mulanya mereka
berpihak pada bandit Jepang [sebutan Tiongkok terhadap serbuan imperialis Jepang semasa
menjelang dan selama Perang Dunia II] dan gerakan pemberontak Kuo Min Tang [Partai
Nasionalis]. Dengan menggunakan nama agama sebagai kedok, mereka melakukan kegiatan
pengkhianatan terhadap Tiongkok dan spionase. Sesudah masa pembebasan, (Yi Kuan Tao)
menjadi organisasi yang dilarang di Tiongkok.’ [pembebasan seluruh daratan Tiongkok oleh
Tentara Pembebasan Rakyat di bawah pimpinan Mao Tze Dong di tahun 1949 yang ditandai
dengan larinya Partai Nasionalis ke Pulau Taiwan.]
Terjemahan ini tidak bertujuan mendukung pandangan pribadi penulis buku ini, pun tidak
bermaksud mendiskreditkan Yi Kuan Tao ataupun organisasi/ ajaran yang memiliki kemiripan
dengan Yi Kuan Tao, melainkan hanya untuk membuka wawasan kita, para umat dan
simpatisan Buddhis, agar kita lebih mengenal ajaran-ajaran yang mengatasnamakan Agama
Buddha, menggunakan Nama Buddha ataupun memiliki istilah-istilah yang sama dengan
Agama Buddha.
Akhir kata, saya pribadi mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas bantuan dan
dukungan rekan-rekan serta semua pihak terkait selama awal hingga akhir proses pekerjaan
penerjemahan buku ini.
Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu, Sadhu, Sadhu.
Salam Welas Asih,
Tjahyono Wijaya (dengan nama Buddhis: Fa Yen)
Surabaya, 1 Agustus 2003
Revisi Pertama
KATA PENGANTAR KUANG TING
Sejak masa dinasti Dang dan Song, dengan diprakarsai oleh bandit-bandit kelompok
Ajaran Maitreya, kelompok bawah tanah di negara kita [Tiongkok] menggalang dan
menggunakan kekuatan agama untuk melakukan aksi pemberontakan terhadap pemerintahan
yang sah.
Bulan 5 tahun Ci Ceng ke-11 di jaman Kaisar Shun Ti dinasti Yuen (tahun 1351 M), Han
Shan Dong dari propinsi He Pei memproklamirkan diri sebagai Raja Ming. Dia mendirikan
Pai Lien Ciao [Ajaran Teratai Putih], ajaran berkedok agama yang menyesatkan masyarakat.
Mengatakan bahwa saat ini adalah masa Bencana Terakhir Jaman Ketiga. Dunia diliputi
dengan kekacauan, merupakan Jaman Pai Yang [Pancaran Putih], Buddha Maitreya turun ke
dunia memegang kendali langit. Saat itu anggota kelompok mereka adalah Liu Fu Dong, Tu
Cuen Tao, Luo Wen Su, Seng Wen Yi, Wang Sien Cong, Han Yao Er dan lain-lain.
Menyebarkan dusta mengatakan Han Shan Dong adalah keturunan kedelapan dari Kaisar
Song Hui Cong [1101 – 1125 M], sehingga sudah seharusnya menjadi kaisar sejati Tiongkok.
Mereka mengumpulkan seluruh pengikut, kemudian menyembelih kuda putih dan sapi hitam
bersama-sama berikrar di hadapan langit dan bumi bersumpah setia melakukan
pemberontakan. Pemberontakan mereka gagal, Han Shan Dong tertawan dan dihukum mati.
Istrinya yang bermarga Yang dan anaknya yang bernama Han Lin Er melarikan diri ke Wu An
di propinsi He Nan. Saat itu Liu Fu Dong dengan menggunakan kedok Ajaran Buddha
Maitreya menggalang kembali kekuatan, menyebut kelompoknya sebagai Siang Cin (Pasukan
Siang). Dia menyerang Ting Chou dan menempatkan Han Lin Er sebagai kaisar bergelar Raja
Ming Kecil, dengan menggunakan nama dinasti Song serta nama tahun Long Feng. Han Lin
Er menganugerahi ayahnya sebagai Maha Kaisar, ibunya sebagai Maha Ibu Suri dan Liu Fu
Dong sebagai Perdana Menteri. Tetapi setelah Liu Fu Dong tewas dalam pertempuran dan
Han Lin Er tewas tenggelam, Cu Yuen Canglah yang berhasil mempersatukan daratan
Tiongkok menjadi Kaisar pertama pendiri dinasti Ming.
Setelah naik tahta, Kaisar Cu segera melarang aktivitas Pai Lien Ciao. Sejak saat itu,
pergerakan ajaran sesat dilakukan pada malam hari, merkea melakukan pertemuan secara
sembunyi-sembunyi untuk menghindari pengawasan pihak kerajaan.
Tahun Yong Le ke-18 [dinasti Ming, sekitar tahun 1420 M], di propinsi Shan Tong
seorang anggota Pai Lien Ciao yang bernama Dang Sai Er mengajarkan ajaran sesat dengan
mengatakan: Langit menurunkan ajaran kebenaran, di Jaman Pancaran Putih ini dilakukan
Penyelamatan Universal Tiga Tingkat, menyelamatkan 96 putera asal kembali ke rumah.
Seiring dengan menyebarnya ajaran sesat ini, ternyata banyak masyarakat awam bodoh yang
mempercayainya, sehingga dalam waktu singkat pengikut mereka mencapai jumlah ratusan
ribu orang. Menganggap kesempatan telah tiba, Dang Sai Er pun mengangkat senjata
melakukan pemberontakan.
Jeng Cu [Kaisar Yong Le, kaisar ke-3 dinasti Ming, 1359 – 1424 M] mengirimkan
pasukan mengepung para pemberontak. Beberapa bulan kemudian pemberontakan mulai reda,
Dang Sai Er pun berhasil ditangkap dan dipenjara. Tetapi dalam perjalanan pengawalan ke ibu
kota, Dang Sai Er dengan menggunakan ilmu gaib berhasil mengelabuhi dan meloloskan diri
dari para penjaganya. Sejak itu dia tak pernah tertangkap lagi.
Dalam tahun Hong Ci [dinasti Ming, tahun 1488 – 1506 M], Pai Lien Ciao muncul lagi
dengan dipelopori oleh Luo Wei Jin (ajaran sesat Yi Kuan Tao masa kini menyebutnya
sebagai Sesepuh Kedelapan). Luo mengatakan Sesepuh Keenam Hui Neng menurunkan
ajaran pada Pai Ma sebagai Sesepuh Ketujuh, sedang Luo Wei Jin menyebut dirinya
menerima Firman Langit sebagai Sesepuh Kedelapan. Selain itu, dia juga menyebarkan ajaran
sesat mengatakan Buddha Sakyamuni telah mundur dan sebagai gantinya Buddha Maitreya
memegang kendali langit, Tao (Jalan Kebenaran) diwariskan pada umat perumah tangga dan
Tao yang mulia diajarkan secara rahasia. Serta membuat peraturan mewajibkan umat yang
masuk menjadi anggota mereka harus mengucapkan sumpah di depan patung Buddha. Bila
setelah menjadi anggota berbalik menjadi pengkhianat Tao, maka akan menerima hukuman
langit dengan disambar lima petir dan selamanya tak terbebas dari alam neraka. Dengan cara
inilah mereka mengendalikan para pengikut sehingga rakyat yang bodoh [pengikut ajaran
sesat] menjadi takut membocorkan rahasia kelompok ajaran sesat ini. Dengan kedok
menyebarkan Tao, membuka Pintu Suci [titik di antara mata] dan mewariskan kata rahasia,
Luo Wei Jin menggalang pengikut demi memenuhi hasratnya menjadi kaisar. Pemberontakan
gagal dan Luo berhasil ditangkap serta dihukum mati dengan cara ditarik lima kuda hingga
tubuhnya terpisah menjadi beberapa bagian.
Tahun Dien Ji ke-2 [dinasti Ming, tahun 1622 M], di propinsi Shan Tong muncul lagi
pemberontakan Pai Lien Ciao yang dipimpin oleh Si Hong Ru dan Wang Hao Sien.
Sebelumnya ayah Wang Hao Sien yang bernama Wang Sen menyebarkan Pai Lien Ciao dan
menyebut dirinya sebagai Wen Siang Ciao Cu [Pemimpin Ajaran Beraroma Harum]. Tetapi
rahasia pemberontakan ini bocor, Wang Sen tertangkap dan meninggal di penjara.
Si Hong Ru menyebut dirinya sebagai Kaisar Cong Sing Fu Lie, dengan tahun negara Ta
Jeng Sing Sheng. Tak lama kemudian pemberontakan mereka berhasil digagalkan, baik Si
Hong Ru maupun Wang Hao Sien tertangkap dan dihukum mati.
Bulan 9 tahun Cia Jing ke-18 (1813 M) pada jaman dinasti Jing [lafal Mandarin: Qing],
muncul lagi pemberontakan dari anak ranting Pai Lien Ciao yaitu Dien Li Ciao [Ajaran
Kebenaran Langit] di bawah pimpinan Li Wen Jeng dan Pa Kua Ciao [Ajaran Pat Kua] di
bawah pimpinan Lin Jing Teng. Kedua kelompok ini menyusup ke dalam istana dan menyuap
pembesar kerajaan, tetapi akhirnya terbongkar dan semuanya dihukum mati.
Pada akhir dinasti Jing, ada kekacauan yang ditimbulkan oleh kelompok Yi He Doan –
bandit petinju (juga merupakan anak ranting Pai Lien Ciao) di bawah pimpinan Wang Cie Yi
(setelah ditelusuri diketahui bahwa Wang ini adalah Sesepuh ke-15 dari Yi Kuan Tao di
Taiwan masa kini). Wang bernama Si Meng, menyebut dirinya telah menerima Firman Langit
Lao Mu [Ibu Suci] sebagai penerus Yi Kuan Tao.
Ada yang mengatakan Yi He Doan merupakan cikal bakal Partai Komunis China, sebab
itulah pemerintah RRC secara khusus memperingati Perayaan Hari Jadi ke-60 Pergerakan Yi
He Doan. Dari sini dapat diketahui bahwa ajaran sesat Yi Kuan Tao Taiwan masa kini
memiliki hubungan erat dengan Partai Komunis China.
Tahun 1946, pimpinan Pai Lien Ciao yang bernama Cang Dien Ran ditangkap dan
dipenjarakan oleh pemerintah Nasionalis China dengan tuduhan berkomplot dengan bandit
Jepang serta menyesatkan rakyat mengacau negara. Pada 13 Agustus 1947, Cang Dien Ran
dihukum tembak mati di kota Jeng Tu propinsi Si Juan.
Tahun ini, tepatnya 9 Februari 1977, media massa menurunkan berita: Wang Shou,
Pemimpin Senior Sekte Pao Kuang -Yi Kuan Tao yang berbasis di kota Dai Nan [lafal
Taiwan: Tainan] menyebut dirinya sendiri sebagai kaisar serta menyatakan sebagai titisan
Sesepuh. Dia menyebarkan ajaran sesat dengan tujuan menipu harta benda rakyat. Wang
beserta Perdana Menterinya ditangkap. Hal ini membuktikan bahwa tulisan di depan yang
menjelaskan adanya pemberontakan yang dilakukan oleh Pai Lien Ciao serta beberapa
pimpinannya adalah suatu kebenaran.
Pai Lien Ciao, semenjak awal pemberontakannya yang dimulai pada tahun Ci Ceng ke-11
dinasti Yuen (1351 M) hingga saat ini (tahun 1977), telah melalui perjalanan sejarah selama
626 tahun. Organisasi rahasia mereka alih-alih ditumpas oleh pemerintah, justru berkembang
ke banyak daerah, dari sini dapat terlihat betapa licinnya kegiatan mereka. Ini merupakan hasil
pelajaran yang diambil dari beberapa kali pengalaman kegagalan pemberontakan mereka.
Setiap kali pemberontakan mereka berhasil digagalkan, para anggota ajaran sesat ini
segera mengganti nama organisasi dengan tujuan mengalihkan perhatian pemerintah. Dengan
nama baru ini diharapkan pemerintah tidak mengetahui keterkaitan mereka dengan Yi Kuan
Tao. Tetapi biar berganti nama apapun, mereka tak pernah meninggalkan ucapan sesat seperti
halnya: ‘Tiga Agama Menjadi Satu [Konfusius, Tao, Buddha]’, ‘Lima Agama Menjadi Satu
[Konfusius, Tao, Buddha, Kristen, Islam]’, ‘Semua Agama Adalah Satu’.
Saat ini pengikut ajaran sesat Yi Kuan dan Dien Tao di Taiwan mencapai empat juta
umat. Tapi banyak di antara umat tersebut yang tidak menyadari bahwa mereka tertipu, karena
ajaran sesat Yi Kuan Tao sengaja menggunakan kedok Agama Buddha guna membujuk umat
yang bodoh melangkah masuk ke jalan yang sesat.
Upasaka Shi Wen Du [penulis buku ini], semula adalah pengikut setia Yi Kuan Tao,
tetapi setelah menyadari kekeliruannya dia melepaskan diri dari Yi Kuan Tao untuk kembali
ke jalan yang benar. Agar para Tao-Jin [sebutan sesama pengikut Yi Kuan Tao] yang tersesat
dapat mencapai pantai seberang [tersadar], maka dia membukukan seluruh pengalamannya
selama di Yi Kuan Tao, serta membabarkan Buddha Dharma yang sejati yang dia ketahui
kepada para Tao-Jin Yi Kuan Tao.
Semoga para Tao-Jin segera tersadar dan jangan menganggap kebenaran ini sebagai
Cobaan Mara. Segera pelajari Agama Buddha agar dapat menjadi penganut agama yang benar
yang berguna bagi masyarakat!
Hari kemerdekaan tahun 1977,
Shi Kuang Ting di Vihara San Hui – Taipei
[setiap nama Buddhis bhiksu/bhiksuni Mahayana selalu diawali dengan kata Shi yang berarti
suku Sakya, menunjukkan bahwa para bhiksu/ni Mahayana adalah anggota keluarga besar
Buddha Sakyamuni]
KATA PENGANTAR SHENG FA
Keyakinan beragama pada dasarnya bertujuan untuk meninggalkan kejahatan menuju
kebajikan atau merupakan pencarian sarana perlindungan batin. Tujuan yang terutama adalah
mencari tempat perlindungan dan pembebasan yang sejati. Bahkan agama yang takhyul pun
juga melakukan hal yang bajik. Antar sesama agama tak seharusnya saling menyerang! Tak
seharusnya saling membenci! Bila tidak, maka akan hilanglah nilai-nilai mulia keyakinan
beragama itu.
Tapi apa daya, nilai-nilai kebajikan di dalam hati manusia semakin merosot. Ada
sebagian pedagang tidak bermoral yang beriklan palsu, membuat obat palsu di balik iklan
penyembuhan dengan tujuan mencari keuntungan. Menipu harta orang lain adalah masalah
kecil, mencelakakan kesehatan masyarakat barulah masalah besar!
Dengan logika yang sama, agama pada dasarnya bertujuan menganjurkan orang untuk
berbuat bajik, tetapi ada sebagian orang tak bermoral menyebarkan ajaran palsu mereka
dengan berkedok di balik nama agama lain. Dengan perbuatan ini mereka menghancurkan
nama baik agama lain tersebut. Lebih dari itu, mereka ternyata memiliki ambisi politik di
baliknya! Perusakan nama agama adalah masalah kecil, pemenuhan ambisi politik dengan
kedok ajaran sesat yang membahayakan masyarakat dan negara, ini adalah masalah besar!
Oleh karena itu, pemerintah mau tidak mau harus melarang kegiatan ini. Para tokoh agama
yang sejati dengan terpaksa juga menghimbau anggota masyarakat agar tidak terperosok
masuk dalam perangkap mereka! Diperalat oleh mereka itu berarti mencelakakan diri sendiri
dan orang lain.
Upasaka Wen Du [penulis buku ini], beberapa tahun yang lalu sangat terobsesi dengan
satu ajaran tertentu (tapi saat ini telah kembali ke jalan yang terang). Demi rasa kasih pada
bekas rekan seiman dan para umat yang bajik, dapat juga dikatakan karena rasa kebersamaan
dalam penderitaan, maka dia menulis dan menerbitkan buku ini. Semuanya ini merupakan
perwujudan ketulusan sekeping hati yang penuh diliputi rasa cinta kasih, meskipun untuk itu
membuat tidak senang para pimpinan ajaran tersebut. Semoga dengan adanya setitik cahaya
kunang-kunang ini dapat menjadi penuntun bagi rekan-rekan yang masih meraba-raba di
dalam kegelapan, semoga mereka dapat secepatnya melihat sinar matahari! Berjumpa dengan
dokter yang baik, bersama-sama menapak jalan yang terang, bersama-sama menikmati
kesehatan dan kebahagiaan! Ini adalah kebahagiaan bagi Agama Buddha! Ini adalah
kebahagiaan bagi seluruh makhluk hidup!
Sheng Fa – Bhiksu Bubur Nasi di Vihara Chi Lien, Hua Lien [Taiwan]
26 Desember 1976
KATA PENGANTAR PENULIS
Penulisan buku ini diawali sejak April tahun lalu [1976]. Oleh karena Hou Sie [sebutan
merendah untuk diri sendiri yang lazim digunakan umat Buddhis Tiongkok, yang secara
harafiah bisa diartikan sebagai yunior] hanya memiliki pengetahuan sastra yang dangkal, tak
memiliki pengetahuan Buddha Dharma yang dalam, pun tidak pernah mempunyai
pengalaman menulis sebelumnya, ditambah padatnya kegiatan di kemiliteran, menyebabkan
proses penulisan ini tersendat-sendat hingga lebih dari delapan bulan lamanya. Saat itu,
Kuang Ting Fa Shi [Fa Shi adalah sebutan dalam bahasa Mandarin bagi pembabar Buddha
Dharma] yang menjabat sebagai redaktur Penerbit Buddhism telah melakukan banyak
penelitian terhadap Yi Kuan Tao, oleh karena itu saya memberanikan diri mengirim naskah
buku ini memohon koreksi dari beliau. Beruntunglah beliau yang welas asih rela membimbing
serta menyumbangkan banyak informasi yang sangat berharga sehingga isi buku ini menjadi
semakin padat dan beberapa pandangan di dalamnya menjadi semakin kokoh. Hou Sie
kemudian mengedit ulang buku ini, setelah mengalami beberapa koreksi lagi, akhirnya jadilah
bentuk akhir seperti saat ini.
Tetapi artikel ini tidak dapat dikatakan sebagai hasil karya asli saya pribadi. Setelah
mempelajari Kitab Suci [Sutra] Buddhis, yang Hou Sie lakukan hanyalah membuat
perbandingan antara ajaran yang benar dengan yang sesat. Selain itu, juga menggabungkan
beberapa uraian yang terdapat dalam berbagai Kitab Suci dengan hal yang saya ketahui
selama di Yi Kuan Tao, yang saya tuangkan dengan gaya bahasa sendiri dalam bentuk
sanggahan yang keras terhadap ajaran sesat mereka. Oleh sebab itu, isi buku ini boleh
dikatakan merupakan hasil penelitian Hou Sie terhadap Agama Buddha sejak mengundurkan
diri dari organisasi sesat. Juga dapat dikatakan buku ini merupakan himbauan dari Hou Sie,
sebagai seorang pengikut Yi Kuan Tao, sebagai contoh keteladanan serta dengan lantang
menghimbau para rekan Yi Kuan Tao agar dapat secepatnya kembali ke jalan yang benar.
Dahulu saya pernah menjadi seorang pengikut Yi Kuan Tao yang sangat antusias
mempercayai ajaran sesat mereka. Oleh sebab itu, mereka memberi saya buku-buku tentang
ajaran mereka yang bersifat rahasia. Tidak terbayangkan sebelumnya bahwa informasi rahasia
ini justru menjadi asisten terbaik dalam penyusunan buku ini. Sudah dapat dipastikan, buku
ini sangat tidak menguntungkan bagi ajaran sesat Yi Kuan Tao, tetapi saya tidak bermaksud
buruk untuk memfitnah atau menyerang Yi Kuan Tao. Penulisan ini semata-mata didasarkan
pada hati nurani yang adil dan obyektif. Bila dalam penulisan ini ada sedikit saja bagian yang
tidak benar, atau ada maksud buruk untuk memfitnah Yi Kuan Tao, maka bolehlah saya
dipandang telah melanggar sila berbohong. Untuk itu, bila dalam kehidupan ini juga lidah
saya mengalami pembusukan dan menjadi bisu sebagai akibat buah karma buruk, saya akan
dengan ikhlas hati menerimanya.
Para ahli perang sering mengatakan: mengenali diri sendiri dan mengenali musuh, maka
dalam seratus pertempuran kita takkan kalah. Rekan-rekan Buddhis, bila ingin
menyebarluaskan Buddha Dharma, sadarkanlah teman dan sanak saudara di sekitar anda yang
salah menganut Yi Kuan Tao. Serta bila anda juga bersedia membaca artikel yang ditulis
dengan bahasa yang buruk ini, semoga kiranya dapat membacanya secara detail, yang bila
ditambah dengan pengetahuan Buddha Dharma yang anda miliki, maka saya sangat yakin
anda akan berhasil memenangkan perlawanan terhadap ajaran sesat. Karena dasar ajaran sesat
Yi Kuan Tao hanya begitu-begitu saja, kecuali bila mereka mengarang lagi ajaran sesat yang
baru. Bukti sudah terbentang di depan mata, biarpun mereka berkilah dengan manisnya, ajaran
mereka yang saat ini takkan dapat mengalahkan fakta dan kebenaran.
Saya dengan setulus hati berterima kasih atas sinar kasih Sang Tri Ratna. Sejak penulis
memperoleh jawaban kepastian atas kesesatan ajaran Yi Kuan Tao, pada awal tahun 1974
penulis berlindung pada Sang Tri Ratna di vihara Amitabha di kota Feng Yuen di bawah
asuhan Ci Yi Fa Shi. Sejak saat itulah penulis dengan sepenuh hati mempelajari Buddha
Dharma dan menyadari sepenuhnya bahwa ajaran sesat Yi Kuan Tao merupakan hasil curian
dari Buddha Dharma. Saya memuji kebesaran dan kedalaman Buddha Dharma. Sedang di sisi
lain, saya sangat menyayangkan dan merasa sedih melihat para guru sesat Yi Kuan Tao yang
mengarang ajaran sesat dan mengacaukan Buddha Dharma, perbuatan buruk mereka ini
menghalangi umat dalam mencapai KeBuddhaan. Oleh sebab itu, saya. bertekad menulis buku
ini untuk menghancurkan ajaran sesat. Saya dengan setulus hati mengucapkan tekad dengan
melakukan puja bhakti di hadapan rupang (patung) Sang Buddha. Saya juga menyempatkan
memohon jiam si [syair petunjuk di klenteng]. Sejak saat itu penulis dengan berpegang teguh
pada pandangan yang obyektif berusaha mengupas asal usul ajaran Yi Kuan Tao. Saat
kehabisan ilham dalam penulisan buku ini, asal saya tenangkan pikiran dan setulus hati
melafalkan ‘Na-mo Kuan-Shi-Yin Bu-sha’ [Namo Avalokitesvara Bodhisattva], maka ilham
akan mengalir kembali dengan tiada hentinya seakan-akan pena ini akan bergulir tiada akhir.
Luar biasa dan sungguh nyata.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada buletin bulanan Cie Shi yang dikelola oleh
Fo Kuang Shan [Gunung Sinar Buddha, vihara terbesar di Kao Hsiung – Taiwan dengan
Master Hsing Yun sebagai pendiri] yang bersedia menampilkan isi buku ini. Juga ucapan
terima kasih pada Sheng Fa Fa Shi yang telah memberikan kata pengantar, beliaulah yang
telah menyadarkan saya agar terbebas dari ajaran sesat. Juga rasa terima kasih untuk rekan
sekamar penulis, Yu Ta Wei, yang telah bersusah payah membantu membuat ilustrasi agar
para pembaca dapat lebih memahami gambaran sebenarnya tentang Yi Kuan Tao.
Dalam kesempatan ini, saya juga mewakili para umat yang masih berputar-putar pada
persimpangan jalan keagamaan, yang sangat mengharapkan kesejukan tetesan air dharma,
mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Kuang Ting Fa Shi, Bapak Dang Ji Yang
dari majalah Bu Men Wen Gu [Pintu Universal], Bapak Jong Hui Ci dari Vihara Ta Sheng
[Mahayana], para maha bhiksu dan para budiman. Selain itu, saya sendiri tidak tahu harus
bagaimana berterima kasih pada Kuang Ting Fa Shi. Semoga dengan terbitnya buku ini dapat
menyadarkan para Tao-jin yang telah keliru menempuh jalan sesat Yi Kuan Tao, menjadikan
buku ini sebagai ‘pelita di jalan kegelapan’ yang membimbing mereka agar dapat berlindung
pada Agama Buddha yang benar, dengan demikian tidak mengecewakan harapan para Maha
Bhiksu dan para budiman! [‘Pelita Di Jalan Kegelapan’ adalah buku Buddhis berbahasa
Mandarin bagi pemula yang menyadarkan penulis akan kekeliruannya meyakini Yi Kuan Tao
sebagai Agama Buddha].
19 September 1977
Murid Sang Tri Ratna, Shi Wen Du (Neng Wen) di Militer
DARI MANA ASALNYA TAO MILIK YI KUAN TAO? - KUANG TING
Yi Kuan Tao menggunakan nama Lima Agama yaitu: Konfusius, Tao, Buddha, Kristen
dan Islam, sebagai kedok untuk menarik umat. Mencuri ajaran Kitab Suci ke Lima Agama ini
yang digunakan sebagai alat propaganda – alat penarik pengikut, bahkan merubah kitab suci
dan menyelewengkan arti ajaran yang sebenarnya. Bila dipandang dari segi moralitas dan
disiplin keagamaan, Yi Kuan Tao telah melakukan kesalahan pencurian ajaran agama. Ajaran
mereka sendiri bukanlah ajaran yang benar dan lurus, tetapi berani mengatakan dapat
membuat orang memohon dan memperoleh Tao [Jiu Tao dan Te Tao]. Siapa bilang ini bukan
ajaran sesat? Seperti halnya orang yang mengambil harta orang lain, dia telah melakukan
kesalahan mencuri. Harta hasil pencurian ini dinamakan ‘harta tidak halal’. Meskipun untuk
sementara waktu dapat menipu orang lain dengan mengatakan bahwa itu adalah harta pribadi
mereka, tetapi tak akan dapat menipu untuk selamanya. Terlebih lagi, harta macam ini takkan
dapat menjadi pelindung anak cucu. Karena itulah dikatakan harta yang diperoleh dari cara
yang melanggar hukum adalah harta tidak ‘halal’. Yi Kuan Tao mencuri dan merubah Kitab
Suci Lima Agama menjadi ajarannya sendiri, serta merubah sejarah, mengacaukan budaya
Tiongkok, menipu anggota masyarakat yang tak mengerti, mengatakan ‘Tao Langit Turun Ke
Dunia, Atas Firman Langit Menyebarkan Tao’. Mencuri kitab suci, menyelewengkan arti
ajaran yang sebenarnya, inilah yang dinamakan ‘Tao tidak halal’. Ajaran yang tidak benar dan
tidak lurus ini adalah kamma buruk yang sangat dalam, meskipun ada pagi hari tetapi tak
menjamin ada sore hari [tidak ada jaminan keselamatan,], kalau begini, mana mungkin dapat
membuat orang memohon dan memperoleh Tao [Jiu Tao dan Te Tao]?
Mengapa para pengikut ajaran sesat ini masih saja tidak mengenal penyesalan? Kepada
para umat yang tidak berpengetahuan – tidak mengerti tentang agama, mereka mengatakan
bahwa ‘Tao tidak halal’ hasil curian tersebut sebagai: “Tujuan utama Yi Kuan Tao adalah
lurus dan besar, Tao adalah substansi asal, Tao adalah tempat berlindung”. Yi Kuan Tao
mencuri inti ajaran Kitab Suci Lima Agama, karena itu bila dikatakan ‘Tujuan utama adalah
lurus dan besar’ maka yang lurus dan besar itu adalah Lima Agama; demikian juga ‘Tao
adalah substansi asal’, maka yang dimaksud seharusnya adalah Lima Agama: Konfusius, Tao,
Buddha, Kristen dan Islam, barulah ‘Tao tempat berlindung’ yang sebenarnya. Dari mana
asalnya ‘Tao’ [Jalan] yang dikatakan oleh Yi Kuan Tao? Ini mungkin menunjuk pada Tao dari
‘Hu Shuo Pa Tao’ [dalam kamus Mandarin berarti: to talk nonsense, wild talks, lies; bicara
ngawur tanpa dasar.]
( BERSAMBUNG 2# ).................................-
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 2# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 2# )
SEPUCUK SURAT UNTUK PARA TAO-JIN YI KUAN TAO SEKTE PAO-KUANG DI
WILAYAH KOTA TAI-NAN
Para Tao-Jin Yi Kuan Tao:
Sebelum kalian memasuki Tao, guru sesat Yi Kuan Tao mengatakan ucapan
menyesatkan: dia ‘Menerima Firman Langit, Mewakili Langit Menyebarkan Tao’, dengan
sumbar menyebut: asalkan menerima Tien Sien Kuan darinya [titikan di antara kedua mata],
maka dalam kehidupan ini juga akan terbebas dari kelahiran dan kematian, menjadi Dewa dan
Buddha. Dengan ucapan inilah kalian terjebak masuk ke dalam perangkap mereka. Ucapan ini
jugalah yang menyesatkan kalian sehingga berusaha mati-matian menyumbangkan harta dan
tenaga membantu mereka menyebarkan ajaran sesat dan menarik khalayak masyarakat untuk
memasuki Tao.
Oleh karena para Tao-Jin pernah menerima Tien Sien Kuan dari Tien Juan Shi, serta
kalian semua juga sangat antusias menempuh Jalan Kesucian Tao, sering kali membujuk
menarik anggota baru, apakah karena pahala ini maka dalam kehidupan ini juga kalian dapat
segera menjadi Dewa dan Buddha? Sekarang saya akan memberitahu kalian sebuah berita
buruk yang sangat menyedihkan dan dapat membuat kalian kecewa. Harapan kalian ibaratnya
gelembung air dan bayangan, idealisme kalian telah pupus sudah. Kenapa?
Penanggung jawab sekte Pao Kuang kalian – Wang Shou, tertangkap polisi pada awal
bulan Februari tahun ini [1977]. Semenjak itulah, untuk menghindari hal-hal yang lebih jauh,
kegiatan Yi Kuan Tao di seluruh negeri [Taiwan] terpaksa dihentikan hampir setengah tahun
ini. Bocornya kegiatan sekte kalianlah yang menyebabkan berhentinya seluruh kegiatan Yi
Kuan Tao, oleh karena itulah di salah satu organisasi Yi Kuan Tao di wilayah yang lain telah
beredar berita sebagai berikut:
“Belum lama berselang di suatu tempat dilangsungkan Fu Ci [penulisan huruf di atas
pasir] dan memperoleh petunjuk Dewa, Firman Langit yang diturunkan untuk sekte Pao
Kuang telah dihapuskan oleh Langit, tetapi mereka sendiri [sekte Pao Kuang] masih belum
tahu, kalian tidak diperkenankan memberitahu mereka.”
“Sekte Pao Kuang bukanlah anggota ajaran kita, dia dengan kita tidak ada hubungan
sama sekali.”
Ini adalah hal yang saya dengar sendiri. Saya tidak tahu bagaimana perasaan kalian para
Tao-Jin sekte Pao Kuang setelah mendengar berita ini. Pada awal saat kalian belum memasuki
Tao, Yi Kuan Tao berusaha mati-matian dengan diiringi kata-kata manis membujuk kalian
masuk menjadi anggota. Bahkan ada di antara kalian yang telah berjuang keras demi Yi Kuan
Tao, tetapi sejak terjadinya kebocoran, kalian ditendang jauh-jauh hingga keluar angkasa.
Dengan kata lain, kalian tidak lagi memiliki sesuatu hal yang berarti untuk diperalat, ibaratnya
anjing yang diperalat untuk membunuh kelinci. Setelah tiada kelinci, anjing tersebutlah yang
dimakan oleh si pemilik. Akhir cerita yang menyedihkan ini hanya ada bila kita diperalat oleh
orang yang berhati busuk.
Para Tao-Jin sekalian, bila saya tidak salah menerka nantinya, beberapa saat setelah
terbitnya buku ini, para guru sesat Yi Kuan Tao akan mengarang ulang sebuah ajaran baru dan
merubah upacara penerimaan anggota baru yang telah dilaksanakan selama ini. Pun sudah
dapat dipastikan perubahan ini akan dilakukan dengan alasan ‘melaksanakan Firman Langit’,
atau bisa juga dengan mengatas-namakan petunjuk Dewa, Bodhisattva atau Buddha yang
diperoleh dari Fu Ci. Dengan cara demikianlah mereka membohongi kalian. Serta pada saat
yang sama, saya akan dikategorikan sebagai ‘Bang Men Mo Ci’ [Putera Mara Ajaran Sesat].
Yi Kuan Tao selalu mengelompokkan para penentang ajaran mereka sebagai ‘Putera Mara
Ajaran Sesat’ dan kemudian mengatakan pada para pengikutnya: dia [penentang Yi Kuan
Tao] adalah salah satu di antara pasukan Mara yang ditugaskan oleh Ibu Suci untuk menguji
Tao kita.
Tak peduli apa julukan yang akan diberikan nantinya, entah dikatakan sebagai ‘Putera
Mara Ajaran Sesat’ atau ‘Murid Tri Ratna’, semuanya akan saya terima. Hal terpenting yang
ingin saya ingatkan adalah: dalam kondisi yang tidak menguntungkan serta demi
menyelamatkan dirinya, seorang maling akan ikut berteriak maling. Menunggu kondisi aman
barulah berusaha meloloskan diri, dia takkan mungkin mengaku sebagai maling. Saat ini Yi
Kuan Tao memiliki ambisi yang tidak baik, demikian juga perbuatan mereka mencomot
Ajaran Buddha. Para tokoh Agama Buddha masa kini telah memberi banyak penjelasan
tentang hal ini, boleh dikatakan segala bukti (orang, hal, benda) telah terkumpul lengkap.
Demi meloloskan diri dari tanggung jawab dan hukuman, para guru sesat Yi Kuan Tao sudah
dapat dipastikan akan mengarang suatu teori menutupi kesalahan mereka dan memarahi orang
lain sebagai Putera Mara Ajaran Sesat. Padahal, mereka sendirilah Putera Mara Ajaran Sesat
yang sebenarnya, yang mencuri Buddha Dharma dan menyebarkan ajaran sesat!
Para Tao-Jin, bagi kalian yang percaya (dengan ucapan saya) mohon untuk
mendengarkan sejenak saja, lalu buktikan dan tingkatkan kewaspadaan; tetapi bagi yang tidak
percaya, saya hanya ingin mengulangi ucapan lama: musnahlah dengan sendirinya.
Bagaimana pun juga, semoga kalian dapat secepatnya menjadi tersadar, mempelajari Sutra
Buddhis yang sebenarnya, menerima tetesan air dharma dari para Bodhisattva dan Buddha.
23 September 1977
Murid Tri Ratna – Neng Wen di Militer
BAGAIMANA MENGENALI AJARAN DAN BUKU SESAT? - KUANG TING
Semua buku ajaran sesat Yi Kuan Tao selalu mengatakan: “Tao Langit turun ke dunia,
bencana terakhir jaman ketiga, perintah Langit menyebarkan Tao, Tao turun ke umat perumah
tangga, Tao turun ke dunia yang terbakar, umat perumah tangga sebagai pelaksana, guru yang
mulia atas mengemban Firman Langit menyebarkan Tao, pelaksana penyelamat dunia,
penyelamatan universal tiga tingkat, Jaman Pancaran Hijau, Jaman Pancaran Merah, Jaman
Pancaran Putih, memasuki jaman Pancaran Putih, pelaksanaan penyelamatan universal, Tiga
Agama Menjadi Satu, Lima Agama Menjadi Satu, Seluruh Agama Adalah Satu, Ibu Suci, Li
Dien [Surga Li], Buddha Sakyamuni mengundurkan diri, Maitreya memegang kendali,
memegang kendali langit, kendali bumi, kendali agama, mendengar kebenaran Tao, Jiu Tao
[memohon Tao], Te Tao [memperoleh Tao], Tao-Jin, mulut suci, Jien Ren [senior], Tien Juan
Shi [guru yang membuka titik Pintu Suci di antara kedua mata], Tien Sien Kuan [Pintu Suci],
pembukaan Pintu Suci, He Dong Yin [posisi tangan menghormat], kata rahasia, kitab suci
sejati tanpa huruf, dan sebagainya.” Istilah-istilah tersebut di atas adalah propaganda khusus
milik Yi Kuan Tao. Bila dalam buku yang menganjurkan kebajikan terdapat salah satu saja
istilah tersebut di atas, maka itu adalah buku kebajikan palsu yang ditulis oleh ajaran sesat.
Semoga pihak berwenang dapat menindak tegas peredaran ajaran dan buku sesat.
1. ALASAN DAN TUJUAN SAYA MENULIS BUKU INI
Sejak dahulu kala, pergerakan ajaran agama rahasia [terlarang] di negara kita [Tiongkok]
selalu menggunakan istilah ‘Tiga Agama Menjadi Satu, Lima Agama Satu Asal’, seenaknya
mengatakan ‘Buddha Sakyamuni mundur, Maitreya memegang kendali Langit’ dan ‘Buddha
Dharma telah musnah, Tao tak berada di vihara, Tao diturunkan pada perumah tangga’.
Semua ini adalah umpan tipuan bagi anggota masayarakat yang tidak mengerti. Ditambah lagi
dengan istilah ‘Cobaan Langit, Cobaan Mara, Cobaan Pejabat’ yang bertujuan meracuni
pemikiran pengikut mereka, dengan demikian keyakinan terhadap ajaran sesat menjadi
semakin kokoh sehingga tak mudah membuat mereka melepaskan diri dari organisasi. Ada
lagi penggunaan metode pengucapan sumpah mengerikan saat memasuki Tao sehingga para
pengikut tidak berani membocorkan Rahasia Langit (rahasia ajaran sesat). Terakhir adalah
penggunaan kata ‘Firman Langit’ yang bertujuan mengendalikan serta memerintahkan
pengikut untuk memberontak demi tercapainya ambisi menjadi kaisar. Semua ini tak terlepas
dari kepiawaian pengaturan yang dilakukan oleh pimpinan ajaran sesat.
Pimpinan ajaran sesat sangat ahli dalam berpura-pura dan menutupi kesesatan mereka.
Sehingga sangat sulit bagi orang awam yang tak pernah mempelajari Buddha Dharma untuk
mengenali lubang-lubang kelemahan mereka. Bahkan sedikit sekali jumlah pengikut yang
mengetahui rencana jahat mereka. Oleh karena inilah, maka banyak orang yang seumur hidup
terperosok meyakini ajaran sesat dengan tanpa mengetahui kalau itu adalah ajaran sesat,
karena mereka menganggap ajaran sesat itu adalah Buddha Dharma yang sejati. Ada juga
yang sudah teracuni ajaran sesat dengan sangat dalam, sehingga meskipun tahu ajaran sesat
ini merupakan ajaran yang dilarang oleh pemerintah, tetapi mereka tetap tak peduli, dengan
kata lain, tak ada sedikitpun rasa takut meskipun golok algojo sudah di depan mata [saat buku
ini ditulis, Yi Kuan Tao merupakan organisasi yang dilarang oleh pemerintah Taiwan. Setelah
pemerintahan Presiden Lee Tung Hui barulah mereka menjadi salah satu agama resmi, berdiri
terpisah dengan Agama Buddha].
Ada juga orang yang meskipun pernah mendengar namanama ‘Pai Lien Ciao, Yi Kuan Tao, Ya Tan Ciao’, tetapi mereka tak pernah tahu ajaran
sebenarnya dari aliran sesat ini [Ya Tan Ciao atau Agama Telur Bebek, sebutan ini muncul
karena mereka vegetarian dengan diperbolehkan makan telur bebek]. Mereka juga tak tahu di mana kesalahan ajaran sesat ini? Dan juga tak tahu kesesatan bagaimana yang dimaksud? Ini
semua adalah fenomena umum yang sering dihadapi oleh mereka yang tertarik mencari
kebenaran alam semesta.
Agar supaya semua orang dapat mengetahui dan membedakan antara ajaran yang benar
dan yang sesat, maka penulis, meskipun dengan tutur bahasa yang tak terlalu bagus,
memberanikan diri mengolah dan menulis apa yang saya ketahui tentang ajaran dan organisasi
Yi Kuan Tao. Semoga dari analisa dan pembuktian yang tertulis dalam buku ini dapat
menyadarkan mereka yang sudah terlanjur menjadi anggota ajaran sesat, sedang bagi yang
belum menjadi anggota agar supaya dapat berhati-hati sehingga tidak salah melangkah
mengikuti jejak para anggota ajaran sesat itu.
2. HIMBAUAN DAN PENJELASAN SAYA
Sepintas dari penampilan luar, Yi Kuan Tao menggunakan ajaran kebajikan yang
diucapkan oleh para orang suci dari Konfusius, Tao dan Buddha. Tujuan yang mulia ini
tampaknya sesuai dengan semangat kasih sayang dan welas asih Agama Buddha. Memang
benar, tujuan mereka [pengikut Yi Kuan Tao] adalah bajik, yang disayangkan adalah mereka
menggunakan cara yang salah, serta secara tak sadar terperosok memasuki ajaran sesat.
Bahkan ada ajaran yang sama sekali tak berdasar, bagaikan ucapan seorang bocah berusia tiga
tahun yang sedang bermimpi. Orang buta menuntun orang buta, menjerumuskan tak sedikit
orang, ibaratnya ungkapan yang mengatakan: kesalahan yang sangat kecil selebar rambut
tetapi berakibat fatal menjadi selebar ribuan li [satu li sekitar sepertiga mil]. Oleh karena tidak
tega melihat para pemuda/i berhati bajik yang polos, seperti halnya saya, tertipu oleh ajaran
sesat Yi Kuan Tao, maka saya memberanikan diri menulis buku ini dengan tanpa
menghiraukan akibat dari sumpah berat yang pernah saya ucapkan sewaktu akan masuk
menjadi anggota Yi Kuan Tao: “… bila ada maksud tidak jujur, mundur tidak berusaha untuk
maju, menipu guru menghancurkan leluhur, memandang rendah para senior, tidak mematuhi
peraturan Buddha, membocorkan Rahasia Langit, maka bersedia menerima hukuman
disambar petir dari langit”. Dengan menggunakan kaca mata ilmiah dan memandang dari
sudut pandang obyektif, pula dengan berdasar pada Sutra Buddhis, saya berharap dapat
menyanggah dan membuktikan bahwa ajaran sesat Yi Kuan Tao adalah penipuan. Saya juga
sangat berharap adanya sambut tangan dari para tokoh masyarakat yang bijaksana agar dapat
bersama-sama mencegah penyebaran ajaran sesat ini.
Saya tahu, terbitnya buku ini akan menimbulkan rasa tidak senang pada semua pengikut
Yi Kuan Tao, termasuk para sanak saudara dan teman yang saya cintai. Terutama bagi
segelintir ‘Pemimpin Senior’, yang hingga matipun takkan bersedia mengaku bersalah, akan
menganggap saya sebagai duri di mata mereka, sebab saya membocorkan rahasia mereka,
mengungkapkan semua ajaran sesat mereka dari awal hingga akhir. Tetapi tak peduli apa
pandangan para Tao-Jin terhadap buku ini, curiga atau salah paham, memuji atau memaki,
saya akan menerima dengan senang hati. Sebab tujuan lain saya menulis buku ini adalah
menyatakan kesadaran dan penyesalan yang tulus. Apa yang ingin saya peroleh bukanlah demi kepentingan emosional, melainkan kebenaran yang disertai dengan bukti-bukti yang nyata.
Di sini, bukan saja berharap buku ini dapat membuat seluruh Tao-Jin tersadar dari mimpi
dan khayalan yang disebutkan dalam ajaran sesat, saya bahkan berharap para Tao-Jin, yang
dikatakan hidup di ‘Bencana Terakhir Jaman Ketiga’, untuk dapat dengan hati yang tenang
membaca habis isi buku ini. Kemudian dari sudut pandang yang obyektif mulai mencari
pembuktian secara cermat serta membandingkan dengan kenyataan yang ada, maka kalian
akan mengerti akan fakta yang sebenarnya. Hingga pada suatu hari, karena membaca buku ini
dan kalian tersadar kembali ke jalan yang benar, mungkin saat itu kalian akan merasa sangat
berterima kasih kepada saya. Selain itu, saya dengan setulus hati menghimbau para Tao-Jin
yang telah menerima pelatihan dari berbagai tingkatan, semoga kalian tidak bersikukuh
mempertahankan pandangan salah yang dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Bila
tidak, perjuangan kalian untuk mencapai kesucian malah berbalik akan terperosok, membuat
usaha kalian sepanjang hidup ini menjadi sia-sia. ‘Lautan penderitaan tak terbatas luasnya,
berbaliklah maka akan tiba di pantai seberang’. Semoga buku ini dapat menjadi acuan baik
dalam keyakinan beragama maupun mengenal cara membedakan antara ajaran yang benar dan
yang sesat.
3. TUJUAN KEYAKINAN BERAGAMA
Kita tahu bahwa tujuan keyakinan beragama tak lain adalah agar batin kita memperoleh
ketenangan yang tak terhingga dan sebagai tempat perlindungan. Selanjutnya, pada saat
meninggal kesadaran kita (yang oleh orang awam dan orang Barat disebut sebagai ‘roh’)
dapat memperoleh pembebasan sejati. Kalau memang bermaksud memeluk agama untuk
memperoleh pembebasan sejati, maka kita harus berlatih sesuai dengan Buddha Dharma.
Dengan demikian barulah kita dapat mencapai buah kesucian yang kita harapkan.
Ibaratnya seseorang yang terombang-ambing di lautan luas, hari demi hari penuh dilalui
dengan terpaan dinginnya angin dan panasnya terik matahari. Orang ini ingin terbebas dari
lautan penderitaan, tetapi apa daya tenaganya tak mampu mengantar dia berenang ke pantai
seberang. Satu-satunya cara hanya mengandalkan peralatan untuk dapat tetap bertahan hidup.
Pada saat itu ada sebuah kapal besar (ibaratnya kapal Agama Buddha), yang dipenuhi banyak
penumpang, bergerak mendekat ke arahnya. Kapal ini berbendera (ibaratnya bendera
Buddhis), dengan seorang kapten kapal (ibaratnya anggota Sangha yang memutar roda
dharma menyebarkan Buddha Dharma) berlayar menuju pantai seberang dengan bantuan
petunjuk dan peralatan pelayaran yang dibuat oleh para pendahulu yang bijaksana (ibaratnya
anggota Sangha berlatih sesuai Sutra Buddhis). Kapten kapal bermaksud menolongnya, tetapi
orang ini tidak mempercayai ucapan kapten kapal, malah naik ke kapal lain yang merupakan
kapal motor yang juga berbendera sama (ibaratnya Yi Kuan Tao memalsu mengibarkan
bendera Buddhis). Orang ini mempercayai ucapan palsu kapten kapal motor yang mengatakan
mereka mempunyai metode yang lebih baru dan menakjubkan yang dapat dengan cepat
mengantar ke pantai seberang. Mereka bahkan menertawakan dan mengatakan para
penumpang di atas kapal besar adalah bodoh karena naik kapal yang begitu berat dan perlahan
jalannya. Tetapi apa yang terjadi? Mereka tak juga sampai di pantai seberang, karena
kekuatan mesin motor mereka terlalu kecil, pula tak memiliki petunjuk pelayaran. Sehingga
bukan saja tak segera sampai di pantai seberang, mereka malah terombang-ambing di lautan
luas dengan tanpa ada harapan untuk selamat.
Perumpamaan di atas ibaratnya mereka yang tak dapat membedakan antara agama yang
benar dan yang salah, sehingga terperosok ke jalan yang salah. Terjerumus mempercayai
ajaran sesat dari para guru sesat, bahkan tanpa sadar menjadi serangga penyebar ajaran sesat
yang menghujat ajaran yang benar. Pada akhirnya bukan saja tak dapat dengan segera
memperoleh pembebasan sejati, malah mereka beramai-ramai dengan para sesepuh gadungan,
yang menyebut diri sebagai titisan Bodhisattva dan Buddha, beserta para guru Tien Sien
Kuan, akan tiada henti mengalami kelahiran dan kematian di enam alam. Oleh sebab itu, bagi
mereka yang ingin memeluk keyakinan beragama, mana boleh tidak ekstra hati-hati?
( BERSAMBUNG 3# )...... -
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 3# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 3# )
4. BERGABUNGNYA SAYA KE YI KUAN TAO
Kalau dihitung-hitung, ini adalah kejadian tahun 1970. Sejak kecil saya sudah tertarik
dengan Buddhis. Setiap kali berbicara tentang Buddhis atau bersimpuh di depan patung
Buddha, hati saya merasa gembira. Setiap kali mendengar suara orang membaca Sutra
Buddhis, hati ini serasa tenang. Karena itulah, bila mendengar adanya pembacaan sutra, saya
sering menghentikan langkah dan mendengarkannya dengan tulus. Mungkin dari sinilah awal
jodoh saya dengan Agama Buddha.
Saya mempunyai seorang famili yang lebih dari sepuluh tahun lamanya salah jalan
mempercayai ajaran Yi Kuan Tao. Boleh dikatakan dia telah kerasukan racun sangat dalam,
sudah mencapai stadium yang tak tertolong lagi. Waktu itu saya masih kecil, baru SLTP kelas
dua, benar-benar belum bisa membedakan antara agama yang benar dan yang salah. Famili
saya itu berkata akan membawa saya ke Fo Dang [sebutan altar Buddha tempat kebaktian di
Yi Kuan Tao] di suatu tempat untuk Pai Fo Jiu Tao (menyembah Sang Buddha memohon
Tao). Mendengar ajakan ini hati saya merasa gembira, tanpa rasa ragu sedikitpun pergi
bersamanya.
Seingat saya, kami berdua pergi ke sebuah pabrik makanan yang terletak di pinggir jalan
raya di kecamatan lain yang bersebelahan dengan kecamatan kami. Fo Dang yang mereka
katakan itu terletak di satu ruangan pabrik di lantai dua. Saya secara samar-samar masih ingat
tata letak Fo Dang itu sebagai berikut: pada dinding depan bagian atas tergantung gambar
Konfusius, di atas meja tengah terdapat patung Kuan Yin dan Maitreya, sedang di depan
patung terdapat tempat pelita minyak yang tinggi. Yi Kuan Tao menyebut pelita ini sebagai
‘Pelita Ibu’, yang berfungsi sebagai pelita pengundang kehadiran Si Fang Lao Mu Niang [Ibu
Suci dari Barat]. Dalam kondisi biasa, pelita ini tidak dinyalakan. Dinyalakan hanya pada
waktu penyembahan pada Buddha. Di depan meja dewa terdapat sebuah meja persegi untuk
meletakkan dupa wangi, buah, dan lilin.
Saya masih ingat, hari itu ada sekitar 30 hingga 40 orang yang datang untuk Pai Fo Jiu
Tao. Sesampai di tempat itu, kami terlebih dahulu mendapat sambutan senyuman yang ramah
serta suguhan buah dari para Tao-Jin. Di dalam ruangan tersebut terasakan adanya suasana
yang akrab dan hangat. Kami beberapa orang yang belum resmi ‘memasuki Tao’, menjadi
terkesan dengan adanya suasana seperti itu. Ini juga salah satu alasan utama mengapa setelah
memasuki Tao, banyak orang yang merasa berat untuk keluar dari Yi Kuan Tao. Dengan
keluar dari organisasi mereka, berarti mengecewakan saudara yang membawa kita bergabung
dan juga para Tao-Jin yang lain.
5. TATA CARA PENGANUGERAHAN TAO
Sepanjang pengetahuan saya, tata cara upacara penghormatan pada Buddha dalam Yi
Kuan Tao sangatlah banyak. Baik tata cara ataupun rasa khusuk dalam upacara mereka tak
kalah dengan suasana Fa Hui dalam Agama Buddha [Fa Hui adalah event pembabaran
Buddha Dharma oleh Bhiksu / Fa Shi]. Tata cara dan kekhusukan upacara inilah salah satu hal
yang membuat umat awam tertipu. Demikian juga tak heran jika banyak di antara pengikut Yi
Kuan Tao yang tak tergoyahkan keyakinannya akibat pengaruh hal satu ini. Tata cara upacara
Yi Kuan Tao yang saya ketahui saat ini adalah ‘tata cara persembahan, tata cara pembakaran
dupa, tata cara mengundang dewa, tata cara penitikan Tao, tata cara pembukaan dan
penutupan’, ada lagi ‘tata cara penyelamatan arwah, tata cara terima kasih, tata cara
sembahyang tahun baru’ dan sebagainya. Kecuali tiga tata cara terakhir, semua tata cara
tersebut pernah saya saksikan dengan mata kepala sendiri.
Selang tak lama setelah acara penyambutan selesai, semua orang yang akan Jiu Tao
(yakni pengikut baru yang ingin masuk menjadi anggota), Yin Shi [guru pemandu] yakni
anggota lama yang membawa masuk anggota baru dan Pao Shi [guru penjamin] yakni anggota
lama yang menjamin kelakuan baik anggota baru, satu demi satu melaporkan golongan suku,
nama dan alamat masing-masing. Yin Shi dan Pao Shi digabung menjadi Yin Pao Shi [guru
pemandu dan penjamin]. Seorang anggota petugas administrasi akan memasukkan data-data
pribadi tersebut ke dalam formulir yang telah dipersiapkan sebelumnya. Formulir ini disebut
Su Wen yang akan dibakar untuk diserahkan pada ‘dewa pengawas’ yang diutus oleh Shang
Dien Lao Mu Niang [Ibu Suci Langit] saat proses Tien Tao [penitikan Tao, membuka Pintu
Suci]. Keseluruhan proses ini disebut sebagai ‘Kua Hao’ [registrasi].
Baik dalam kondisi sehari-hari ataupun saat upacara Tien Tao, ‘Tien Juan Shi’ [guru
pembuka Pintu Suci] sebagai penerima Firman Langit yang bertugas melakukan ‘Tien Sien
Kuan’ [membuka titik Pintu Suci di antara kedua mata] memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dari ‘Dang Cu’ [pemimpin tempat sembahyang] atau ‘Dan Cu’ [pemimpin altar] yang
merupakan pendiri Fo Dang dan Ciang Tao Shi [guru pembabar Tao] yang bertugas
membabarkan Tao. Oleh sebab itu pengikut Yi Kuan Tao sangat menghormati Tien Juan Shi.
Waktu datang dalam upacara harus ‘disambut’, demikian juga waktu pergi harus ‘diantar’
[layaknya kaisar atau pembesar]. Oleh karena tingginya kedudukan dan keistimewaan tugas
yang diemban, maka setiap proses upacara Penganugerahan Tao selalu ‘dibuka’ oleh Tien
Juan Shi.
Tuen Juan Shi berada di posisi utama, setelah itu baru Dang Cu, Ciang Tao Shi, petugas
pelaksana upacara atas & bawah dan para Tao-Jin senior berderet sesuai dengan tinggi
rendahnya tugas yang diemban beserta tingkat senioritas. Tao-Jin senior ini umumnya
berperan sebagai Yin Pao Shi. Kami sekelompok pengikut baru yang akan Jiu Tao berdiri
berbaris di kedua sisi meja altar Buddha memperhatikan mereka melakukan upacara.
Setelah menempati posisi masing-masing, Tien Juan Shi memulai dengan penghormatan
‘Cie Yuen Siang’ [dupa pengikatan jodoh] di depan patung Buddha (bisa juga diwakili oleh
Dan Cu atau petugas pelaksana upacara), setelah itu dilanjutkan dengan tata cara persembahan
buah. Tien Juan Shi menunjuk beberapa Tao-Jin senior yang telah dilatih sebelumnya untuk
berdiri berjajar di sisi kiri dan kanan dengan setiap orang membawa satu nampan buah-buahan
yang akan dipersembahkan pada Buddha. Di saat itulah setiap petugas pelaksana upacara atas
& bawah meneriakkan ucapan: “Dua sisi berdiri dengan khusuk, berhadapan saling
menghormat, menempati posisi menyembah, menghormat, bersimpuh, kepala menyembah
tiga kali”, “menyembah satu kali, menyembah dua kali, menyembah tiga kali”, “…”,
“persiapan persembahan, bersimpuh, angkat sejajar alis, terima, angkat sejajar alis,
menghormat, terima, angkat sejajar alis, kepala menyembah satu kali”, … , “berdiri,
menghormat, berjajar dua sisi, berhadapan saling menghormat, tata cara persembahan
berakhir, membungkuk”, “mundur”. Para Tao-Jin senior yang bertugas melakukan
persembahan buah dengan tertibnya mengikuti setiap perintah yang diucapkan. Kekhusukan
upacara dapat dirasakan oleh setiap orang, dan bau harum dupa kayu cendana semakin
menambah rasa khusuk itu. Kekhusukan upacara, rasukan ajaran sesat dan pengucapan
sumpah mengerikan, ini semua membuat kita sulit meyakinkan pengikut Yi Kuan Tao agar
bersedia keluar dari organisasi mereka.
Upacara persembahan buah yang dijelaskan di depan, dalam Yi Kuan Tao disebut
sebagai ‘tata cara persembahan’, prosesnya sekitar 5 menit, sangat semarak dan khusuk.
Menurut ucapan seorang Ciang Tao Shi : “Ini adalah tata cara upacara yang paling semarak
yang ditetapkan oleh Chou Kong, tak sesuai untuk vihara atau klenteng, hanya kita yang
menggunakannya untuk menyembah ‘Wu Ci Lao Mu’ [Ibu Suci Wu Ci]. Karena itu, di luar
Yi Kuan Tao takkan diketemukan upacara macam ini.” [Chou Kong adalah adik kandung
kaisar Wu Wang pendiri dinasti Chou sekitar 1100 tahun Sebelum Masehi, seorang politikus
pembuat hukum dan tata cara kerajaan]. Benar tidaknya ucapan ini masih perlu dibuktikan.
Menurut saya, itu adalah upacara yang mereka ciptakan sendiri dan mencomot nama leluhur
yang bijaksana agar supaya para pengikut percaya rekayasa ini.
6. TATA CARA PENYAMBUTAN DEWA – ‘JING DAN LI’
Setelah tata cara persembahan selesai, dilanjutkan dengan ‘tata cara mengundang dewa’.
Biasanya diawali oleh Tien Juan Shi yang mewakili seluruh umat dengan menancapkan 5
batang ‘dupa mengundang dewa’, yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ‘Kitab Suci
Mengundang Dewa’ oleh petugas pelaksana upacara dengan isi kitab sebagai berikut: “Semua
diam dengan khusuk, berbaris dengan rapi, mengenakan pakaian dan mahkota, dengan rasa
tulus dan hormat mendengarkan pembabaran, tempat pembakaran dupa Pa Kua memancarkan
asap yang menyenangkan, Ibu Suci Lao Mu turun ke altar, Kuan Ti [Dewa Kuan Kong]
bertempat di kiri matahari murni kanan, 28 kelahiran melindungi altar. Ibu Suci Lao Mu turun
ke altar, semua dewa menghormat, yang di kiri bersorak sorai, yang di kanan bersorak sorai,
dewa petir, dewa angin, dewa harimau, dewa naga, semuanya memancarkan keagungan,
berdiri menghormat, mendengarkan ucapan kita dengan cermat. Saat ini selama tiga hari, Tao
Besar tertampak jelas, semua dewa, melindungi altar suci, setan dan dewa mendengarkan
perintah suci, jangan berbuat bodoh mengganggu. Membebaskan kemalangan, melenyapkan
bencana, saling membantu dalam kebajikan, saling membantu dalam tugas, bencana besar
mundur menjauh, bintang memancarkan sinar pada petugas suci, membawa perintah, segera
melaksanakan kendali langit, urusan tiga tingkat [penyelamatan atas, menengah, bawah], satu
demi satu ikut berpartisipasi, tidak boleh mundur, selalu demikian. Laksanakan kewajiban
masing-masing, mengendalikan situasi selama tiga hari, Ibu Suci memerintahkan semua dewa,
mewakili menyampaikan titah, melihat dan memperoleh Tao, mengendalikan surga dan bumi,
12 dewa, sesuai dengan kedewaannya, waktunya segera tiba, jangan melanggar titah ini.”
Setelah itu Tien Juan Shi membaca sambil berlutut : “Akhirnya satu hal yang belum
diucapkan di masa lalu, orang mulia akan mengucapkannya di sini, orang bodoh mengenali
jalan pulang ke desanya, kelahiran dan kematian bergantung pada saat ini. Sekarang XXX
[nama Tien Juan Shi] memimpin para pengikut, setulus hati berlutut di bawah teratai Ming
Ming Shang Ti, memohon dimulainya jaman ketiga, Buddha kuno Maitreya dengan tiga ribu
murid, segala bintang kehidupan datang ke sini, bersama-sama membantu tiga Buddha,
mengumpulkan dan menghitung, urusan besar pada akhirnya, mengerti dan melaporkan pada
Ibu Suci.” Sampai di sini, petugas pelaksana upacara bawah mulai memanggil satu per satu
nama yang tercantum di formulir Su Wen dan meminta mereka yang dipanggil untuk
mempersiapkan diri.
Perlu saya tambahkan, Yi Kuan Tao menyebut umat pria sebagai ‘Jien Tao’, sedang umat
wanita sebagai ‘Guen Tao’. Mereka memberlakukan peraturan bila Jien Tao belum selesai
dalam melakukan upacara maka Guen Tao tidak diperkenankan masuk. Guen Tao tidak
diperkenankan mengikuti upacara Jien Tao, inilah yang dinamakan ‘pria dan wanita berbeda’.
Oleh karena itu, setiap kali pelaksanaan upacara penghormatan pada Buddha selalu terbagi
menjadi dua gelombang. Waktu itu umat prialah yang lebih dulu menerima Tien Tao.
Selanjutnya petugas pelaksana upacara bawah berlutut di depan rupang Buddha
membacakan isi Su Wen. Setelah pembacaan selesai, Su Wen tersebut dibakar di tempat
pembakaran di atas altar Buddha. Sebelum berlutut membacakan Su Wen, petugas pelaksana
upacara bawah sebelumnya telah berpesan pada setiap orang untuk mendengarkan dengan
cermat nama masing-masing supaya tidak terjadi salah pembacaan nama. Mereka mengatakan
(yang sudah tentu merupakan ucapan palsu): “Catatan formulir ini dibakar untuk dikirim pada
dewa pengawas di surga, dewa ini kemudian akan membantu kita ‘mendaftarkan nama kita di
surga dan mencabut nama kita dari neraka’. Sejak saat itu, nama kita tak tercantum lagi di
neraka, setelah meninggal roh kita pasti takkan terperosok ke neraka jatuh di bawah
kekuasaan dewa kematian Yen Luo Wang [yang kenal sebagai Giam Lo Ong dalam bahasa
Hokkian]. Selain itu, kita bisa langsung naik ke Wu Ci Li Dien [surga Li -Wu Ci] dan
membebaskan 9 generasi leluhur, inilah yang disebut sebagai ‘satu anak memperoleh Tao,
sembilan generasi leluhur naik ke surga’.”
7. PENGUCAPAN SUMPAH MENGERIKAN
Dari dimulainya persembahan dupa di depan rupang Buddha yang diwakili oleh Tien
Juan Shi hingga pembakaran formulir, ini dinamakan ‘tata cara mengundang dewa’.
Selanjutnya adalah ‘tata cara Tien Tao’. Sebelum menerima Tien Tao harus mengucapkan
sumpah. Ini adalah proses yang penting dan harus dilakukan oleh Yin Pao Shi dan pengikut
yang baru bergabung. Mereka menamakan isi sumpah itu sebagai ‘tekad Yin Pao Shi’ dan
‘tekad pemohon Jiu Tao’, nama yang sangat indah. Pada awalnya saya juga tidak tahu kalau
ini adalah sumpah, saya baru tahu setelah selesai mengikuti pembacaan yang dilakukan oleh
petugas pelaksana upacara.
Setelah Yin Pao Shi selesai mengucapkan sumpah (tekad Yin Pao Shi akan kita bahas di
belakang), Tien Juan Shi mulai melaksanakan tata cara Penganugerahan Tao [Juan Tao].
Pertama kali yang dianugerahkan adalah salah satu dari San Pao [Tiga Mustika atau Tri Ratna,
Yi Kuan Tao mengambil nama sama seperti Agama Buddha, tetapi berbeda baik dalam arti
ataupun segalanya] yaitu ‘He Dong Yin’ atau ‘He Dong Li’. Ini adalah tata cara penyembahan
pada Buddha yang diciptakan sendiri oleh Yi Kuan Tao, mirip seperti penghormatan
merapatkan kedua telapak tangan di depan dada [anjali] dalam Agama Buddha. He Dong Yin
ini bermakna: pertemuan Ci dan Hai [urutan pertama dan terakhir dari 12 Ranting Bumi,
setiap ranting bumi menunjukkan periode waktu dua jam], yaitu fenomena pertemuan antara
siswa ranking satu yang lama dan yang baru di dunia. Ada juga penjelasan dari seorang Ciang
Tao Shi sebagai berikut: “Dalam patung Buddhis ada diwujudkan seorang Bodhisattva yang
memeluk seorang anak, disebut ‘Kuan Yin yang memberi anak’. Huruf Mandarin ‘anak’
merupakan gabungan dari huruf ‘Ci’ [menunjukkan waktu pukul 23 – 01] dan ‘Hai’
[menunjukkan waktu pukul 21 – 23], secara implisit hal ini menunjukkan bahwa He Dong Yin
yang kita gunakan memiliki arti pertemuan antara Ci [hari ini – baru] dan Hai [kemarin
lama].”
Setelah penganugerahan He Dong Yin berakhir, setiap orang yang akan Jiu Tao
diinstruksikan untuk berlutut di depan patung Buddha mengucapkan sumpah: XXX (nama
yang akan Jiu Tao) dengan setulus hati bersimpuh di bawah teratai Ming Ming Shang Ti, hari
ini bertekad memohon kebenaran Tao yang besar, penganugerahan kebenaran yang sejati,
setelah memperoleh Tao, akan melindungi dengan setulus hati, dengan sungguh hati menyesal
[mengakui kesalahan] (umat wanita mengucapkan: dengan sungguh hati melatih diri), bila ada
maksud tidak jujur, mundur tidak berusaha untuk maju, menipu guru menghancurkan leluhur,
memandang rendah para senior, tidak mematuhi peraturan Buddha, membocorkan Rahasia
Langit, menyembunyikan Tao, melakukan sesuatu dengan tidak memperhitungkan
kemampuan sendiri (umat wanita mengucapkan: tidak bersungguh hati melatih diri), bersedia
menerima hukuman langit, lima petir menghancurkan badan.’
Pembaca jangan memandang rendah sumpah ini, kata-katanya tak banyak tetapi artinya
sangat beracun. Bila ada orang yang tidak tulus, berpura-pura Jiu Tao, menyusup ke dalam
aliran ajaran sesat dan mengorek rahasia, berarti ‘ada maksud tidak jujur’. Bila kelak suatu
ketika pimpinan ajaran sesat ini dengan dalih ‘Firman Langit’ memerintahkan pengikutnya
untuk melakukan kegiatan yang melanggar hukum, tetapi pengikut menolak, apakah bukan ini
yang dimaksud dengan ‘mundur tidak berusaha untuk maju’? Membeberkan ambisi jahat
mereka pada pihak berwajib atau menceritakan keadaan mereka pada orang luar, maka
tergolong melanggar kesalahan berat ‘tidak mematuhi peraturan Buddha, membocorkan
Rahasia Langit’. Bila pengikut melapor pada pihak berwajib dan menangkap pimpinan ajaran
sesat, ini melanggar ‘menipu guru menghancurkan leluhur, memandang rendah para senior’.
Pengikut yang sehari-harinya tak antusias menyebarkan ajaran sesat pada orang luar, maka
tergolong pelanggaran ‘menyembunyikan Tao’.
Cukup melakukan salah satu dari pelanggaran yang disebutkan di atas, maka harus
menerima hukuman petir dari langit. Dari sini dapat diketahui betapa kejamnya hati pimpinan
ajaran sesat ini dan betapa dalamnya kelicikan rencana mereka. Oleh karena sumpah inilah,
saya sempat cemas juga saat akan keluar dari Yi Kuan Tao. Dapat dilihat bahwa metode
pengucapan sumpah mengerikan saat memasuki Tao adalah sangat efektif untuk
mengendalikan pengikut yang berhati bajik dan polos.
8. TIEN SIEN KUAN DAN PENGANUGERAHAN KATA RAHASIA
Setelah mengucapkan sumpah, Tien Juan Shi meminta kami untuk dengan hati yang
tenang mengamati ‘Pelita Ibu’ yang terletak di depan rupang Buddha. Tangannya memegang
sebatang dupa panjang yang dinyalakan dengan menggunakan api di Pelita Ibu, mengarahkan
dupa pada satu titik tepat di depan mata pemohon Jiu Tao, lalu mengembalikan lagi ke atas
Pelita Ibu. Inilah yang disebut ‘panduan pulang ke rumah’. Setelah itu dia akan membacakan:
“Seluruh dewa melindungi altar suci, hari ini saya menganugerahkan anda Sien Miao Kuan
[Pintu Suci] yang sudah ada dalam diri sendiri selama ini, mengucapkan tekad besar dan
mulia yang takkan pernah berakhir”, lalu berjalan ke posisi kanan depan pemohon Jiu Tao
dengan menyebut: “satu jari di pusat”, serta dalam waktu bersamaan jari tengah tangan kanan
menunjuk titik di tengah kedua mata pemohon Jiu Tao. Dilanjutkan dengan memutar hingga
ke posisi kiri pemohon Jiu Tao, menggoyangkan telapak tangan kiri di depan mata pemohon
Jiu Tao dengan menyebut: “seluruh alam semesta memperoleh Kesucian [transendal]”. Inilah
tata cara ‘Tien Sien Kuan [membuka Pintu Suci]’ yang sangat terkenal dari Yi Kuan Tao.
(Catatan : karena penulis sudah bertahun-tahun tidak berhubungan dengan Yi Kuan Tao, ada
kemungkinan penjelasan di atas masih kurang jelas atau adanya urutan tata cara yang terbalik.
Penjelasan tata cara ini didasarkan pada informasi rahasia, ingatan penulis serta buku ‘Agama
Rahasia di Tiongkok Utara Saat Ini’ karya Li Shi Yu, demikian penjelasan dari penulis).
Yi Kuan Tao sering mengatakan bahwa seluruh makhluk hidup di bumi ini terlahir dari
Lao Mu Niang. Karena lama berada di alam manusia membuat lupa akan asal mula sehingga
tak tahu bagaimana cara kembali ke surga. Setelah Tien Juan Shi yang mengemban Firman
Langit membuka Pintu Suci kita semua, ibaratnya pintu rumah yang telah dibuka, maka saat
meninggal kelak ‘roh’ kita akan keluar melalui pintu ini langsung menuju surga. Penjelasan
Tien Sien Kuan dan He Dong Yin dapat dilihat di lampiran ilustrasi di bagian belakang buku
ini.
Terakhir, Tien Juan Shi akan mengajarkan kita kata rahasia yaitu ‘Wu Dai Fo Mi Le’.
Dikatakan bahwa lima kata ini adalah ‘lima kata ajaran sejati’ atau ‘lima kata kitab suci
sejati’, sebab itu hanya boleh diucapkan dan disampaikan di depan Buddha, tidak
diperkenankan ditulis di atas kertas. Dan lebih-lebih tidak boleh diberitahukan kepada mereka
yang belum memasuki Tao. Bila tidak, maka akan melanggar kesalahan berat ‘membocorkan
Rahasia Langit’. Walaupun hanya untuk berdiskusi dengan sesama Tao-Jin, itupun baru boleh
diucapkan setelah menyalakan Pelita Ibu di depan rupang Buddha.
‘Membuka Pintu Suci, Mengajarkan He Dong, Menyampaikan kata rahasia’,
penganugerahan ketiga hal ‘Kuan (pintu), Yin (posisi tangan) dan Cie (kata rahasia)’, inilah
yang oleh Yi Kuan Tao disebut sebagai ‘Menganugerahkan San Pao (Tiga Mustika)’. Sebutan
ini diperkenankan untuk diberitahukan pada orang luar, tetapi tidak boleh membocorkan arti
yang terkandung di dalamnya. Pengucapan sumpah sebelum memasuki Tao ternyata sangat
efektif membuat pengikut Yi Kuan Tao menjaga Rahasia Langit. Selain beberapa orang
seperti saya yang secara terbuka menyatakan keluar dari Yi Kuan Tao, hampir dibilang tidak
ada yang berani membocorkan rahasia ini ke orang luar. Bila orang luar mengetahui Rahasia
Langit ini, maka demi kepentingan eksistensi, ada kemungkinan nama atau istilah-istilah
dalam ajaran mereka akan segera dirubah.
( BERSAMBUNG 4# )........... -
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 4# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 4# )
9. KEAMPUHAN SAN PAO (KUAN, YIN, CIE)
Dahulu saya sering sekali mendengar ‘Tien Juan Shi, Ciang Tao Shi dan Dang Cu’ yang
berulang kali mengucapkan betapa berharga dan sulitnya mendapatkan San Pao (Kuan, Yin,
Cie). Betapa dahsyatnya keampuhan San Pao yang mereka lukiskan, membuat para pengikut
polos yang mendengar cerita mereka merasa gembira sekali bagaikan memenangkan hadiah
pertama undian harapan. Tetapi benarkah apa yang mereka katakan? Siapa tahu?
Sekarang penulis sementara waktu akan berperan sebagai Ciang Tao Shi, membantu
mereka mempromosikan ajaran sesat. Berikut ini adalah mengenai keampuhan San Pao yang
pernah saya dengar selama ini. Hal ini saya tampilkan dengan maksud sebagai informasi, serta
semoga para bijaksana dapat menjadi hakim yang adil memastikan benar tidaknya ajaran Yi
Kuan Tao ini.
Kitab Suci mengatakan ada empat kesulitan untuk dapat memperoleh Tao: 1, sulit terlahir
sebagai manusia; 2, sulit terlahir di Tiongkok; 3, sulit terlahir di jaman ketiga; 4, sulit
menemukan Tao yang benar. Saat ini, kalian telah memperoleh ke empat hal yang sulit
diperoleh ini. Hanya mereka yang benar-benar memiliki karma yang baik sekali baru bisa
demikian. Karena Tao kita ‘tidak dibocorkan pada saat yang tidak tepat, tidak diajarkan bila
bukan karena Firman Langit, serta tidak diemban oleh orang yang tidak bermoral’. Tampak
jelas sekali, kalian benar-benar memiliki karma yang sangat baik.
Orang bijaksana jaman dahulu mengatakan: “Membaca banyak buku tak bisa
dibandingkan dengan satu petunjuk seorang guru yang cemerlang.” Yang dimaksud dengan
satu petunjuk seorang guru yang cemerlang adalah titikan Sien Kuan yang dilakukan oleh
Tien Juan Shi di antara kedua mata. [Dalam Bahasa Mandarin, baik satu petunjuk atau satu
titikan dituliskan sama sebagai Yi Tien. Di sini terlihat jelas sekali para petinggi Yi Kuan Tao
melakukan permainan kata-kata menyelewengkan arti ungkapan agar memberi kesan
membenarkan teori mereka.] Apa yang disebut Sien Kuan itu? Dia adalah pintu tempat datang
waktu lahir dan keluar waktu meninggal, adalah bagian vital dari tubuh kita, Agama Buddha
menyebutnya ‘pagoda Gunung Ling [gunung kepala burung nazar, dalam Mahayana
dikatakan di tempat inilah Sang Buddha Gautama mewariskan jubah Beliau kepada Yang
Maha Mulia Kassapa], hati, satu-satunya pintu, pintu dharma Sukhavati, Ceng Fa Yen Cang
[kebenaran mutlak yang diwariskan Sang Buddha kepada Yang Maha Mulia Kassapa -Aliran
Zen]’, ajaran Sien Dien menyebutnya: ‘Wu Feng Suo (kunci tanpa celah)’, Konfusius
menyebut: ‘Ci Shan (paling bajik)’, Tao: ‘Sien Bin Ci Men (pintu binatang suci)’ atau ‘Huang
Ding (ruang kuning)’, Kristen: ‘salib’.
Adakah bukti yang mengatakan kita mempunyai ‘Pintu Suci’? Agama Buddha
mengatakan: “Buddha berada di Gunung Ling, jangan mencari di tempat jauh”, yang
dimaksud dengan Gunung Ling adalah Pintu Suci.
Kita sering juga mendengar orang marah mengatakan: “Kamu ini sedikitpun tidak
mengerti (Yi Jiao Pu Dong)? Yang dimaksud dengan Jiao adalah Pintu Suci.” [inipun juga
penyelewengan kata.]
Kenapa Yesus meninggal di kayu salib? Tiongkok berada di benua Asia, dalam Mandarin
huruf Asia berstruktur seperti salib, oleh karena itulah Pintu Suci dalam agama Kristen
dinamakan ‘salib’.
Ini semua menjelaskan bahwa kita memiliki Pintu Suci, hanya saja saat ini banyak orang
tidak berjodoh berjumpa dengan guru yang cemerlang sehingga jiwa kita tak dapat keluar
melalui pintu ini. Oleh karena itu dikatakan: ‘Pintu Suci, Pulau Beng Lai [Surga para Dewa],
dibuka dengan titikan adalah permata yang tak ternilai’, ‘membuka Pintu Suci, raja kematian
terperanjat’. Tao sejati yang telah dibuka oleh Tien Juan Shi benar-benar terbukti dan
menakjubkan. Kelak saat kalian meninggal, seluruh tubuh tetap lembek, wajah seperti saat
masih hidup, di musim dingin pun mayat tidak menjadi kaku, di musim panas pun mayat
tidak membusuk, selangkah langsung menuju Li Dien [Surga Li], kembali ke sisi Ibu Suci di
Barat. Oleh karena itu, hari ini kalian telah menerima Pintu Suci, ini adalah permata yang tak
ternilai.
Saya rasa tak perlu lagi berkomentar panjang lebar tentang penjelasan Pintu Suci yang
diberikan oleh Yi Kuan Tao. Mereka yang bijaksana akan tahu bahwa penjelasan setiap agama
yang dikatakan oleh mereka adalah comot sana comot sini, tambal sulam, dicocok-cocokkan,
sehingga seakan-akan menjadi sebuah teori yang tampaknya sempurna. Teori ajaran sesat
yang tidak karuan ini benar-benar membuat orang tertawa.
Yi Kuan Tao juga mengatakan: posisi tangan ‘He Dong Yin’ adalah hal yang dipelajari
oleh Buddha Kuno Maitreya langsung dari Ibu Suci, dapat membantu kita terbebas dari 81
bencana besar. Tapi ada satu hal yang harus diperhatikan yaitu cara menghormat pada Ibu
Suci ini hanya boleh digunakan di dalam Fo Dang yang didirikan oleh Tao-Jin kita. Bila pergi
ke vihara atau klenteng, tidak diperkenankan menggunakan cara ini untuk menghormat pada
para Dewa dan Buddha di tempat itu. Kalian sudah mendapatkan ‘Tao’, sedangkan mereka
belum. Jika kalian menggunakan cara penghormatan yang sangat tinggi ini pada mereka,
bukan saja tidak layak menerima, bahkan mereka akan memikul kesalahan yang besar.
Pada awalnya saya merasa ucapan mereka cukup beralasan. Tetapi akhirnya saya tahu
bahwa ucapan ini bertujuan agar pengikut mereka tidak membocorkan Rahasia Langit, agar
supaya orang luar tidak tahu kerahasiaan [para pengikut tersebut] sebagai pengikut Yi Kuan
Tao. Selain itu, ucapan ini secara psikologis dapat membangkitkan rasa superioritas pengikut
Yi Kuan Tao. Mereka benar-benar beranggapan sudah memperoleh Tao, sudah melampaui
para Dewa dan Buddha di vihara dan klenteng. Maka jangan heran kalau banyak pengikut Yi
Kuan Tao yang sering kali memandang rendah ajaran agama lain, melontarkan kata-kata tidak
benar tentang Tri Ratna Agama Buddha.
Keampuhan permata yang terakhir – Kata Rahasia: Bila kita dalam kesulitan atau
keadaan bahaya, dengan melafalkan 5 kata sejati ‘Wu Dai Fo Mi Le’, maka Ibu Suci akan
memerintahkan para dewa untuk melindungi dan membantu kita terlepas dari cobaan. Tapi
harus diingat, San Pao (Kuan, Yin, Cie) ini tidak boleh diberitahukan kepada orang lain,
bahkan ‘tidak disebarkan ke atas ke ayah dan ibu, juga tidak disebarkan ke bawah ke istri dan
anak’. Barang siapa mengatakan kepada orang lain maka dia membocorkan Rahasia Langit,
dan akan menerima hukuman petir dari langit.
Saya ada beberapa pertanyaan mengenai ajaran ngawur yang disebutkan di atas.
1. Musim dingin tahun 1975, di kota Tou Lio [salah satu kota di Taiwan] ada seorang
Tien Juan Shi saat mengendarai sepeda motor meninggal terlindas truk. Dia membantu
membuka Pintu Suci para pengikut, Pintu Sucinya sendiri juga telah dibuka oleh senior Yi
Kuan Tao, pun bisa melafalkan Kata Rahasia. Kalau memang dikatakan ‘membuka Pintu
Suci, raja kematian terperanjat’, tidak seharusnya dia meninggal dengan sangat tragis.
Maka kalau ada yang bergurau mengatakan ‘membuka Pintu Suci, raja kematian tetap saja
mencari’, ya sah-sah saja.
2. Yi Kuan Tao sering mengatakan: ‘penyelamatan universal 3 tingkat’, yaitu di atas
menyelamatkan para dewa, di tengah menyelamatkan makhluk hidup di alam manusia, di
bawah menyelamatkan makhluk neraka dan setan. Bila pengikut telah memperoleh Tao,
serta San Pao (Kuan, Yin, Cie) juga sangat ampuh, tapi kenapa tidak diperkenankan
menyebarkan ke atas ke ayah dan ibu, juga tidak diperbolehkan menyebarkan ke bawah ke
istri dan anak? Apakah ini yang dinamakan penyelamatan universal? Tidak menyebarkan
ke ayah dan ibu berarti tidak berbakti, tidak menyebarkan ke istri dan anak berarti tidak
memiliki cinta kasih, demikian juga tidak menyebarkan ke orang lain berarti tidak ada rasa
kesetia-kawanan dan kebenaran!
10. KESALAHPAHAMAN DAN KECURIGAAN SAYA
Sejak bergabung dengan Yi Kuan Tao hingga kembalinya saya ke jalan yang benar
berlindung pada Agama Buddha, keseluruhannya berlangsung genap empat tahun. Selama itu
saya secara konsisten membaca buku-buku ajaran mereka yang berjumlah sekitar 30 macam.
Pada awalnya saya sangat mempercayai ajaran sesat mereka. Kecurigaan saya terhadap ajaran
mereka bermula dari berita di media surat kabar yang memberitakan ‘Polisi Membongkar dan
Menangkap Yi Kuan Tao (atau disebut juga Ya Tan Ciao -Ajaran Telur Bebek)’. Dalam
pemberitaan itu juga disinggung mengenai Ajaran Buddha yang diselewengkan yang ternyata
sama seperti ‘Agama Buddha’ yang saya yakini [Yi Kuan Tao menyebut ajaran sesat mereka
sebagai Agama Buddha]. Dari sinilah mulai muncul keraguan saya. Hanya saja waktu itu saya
tidak tahu bahwa Yi Kuan Tao merupakan kelanjutan dari bandit-bandit ajaran sesat Pai Lien
Ciao, sehingga saya sempat salah paham dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak
kepolisian. Saya anggap polisi sudah bertindak tidak adil. Kenapa Agama Kristen dan Katolik
boleh melakukan kegiatan bersama sedang ‘Agama Buddha’ tidak boleh? Selain itu, kenapa
masih menghujat kami sebagai ‘ajaran sesat Yi Kuan Tao’, serta menyebut sebagai kelanjutan
dari ‘Pai Lien Ciao’?
Saat itu, saya selalu marah bila mengetahui pihak kepolisian menangkap Yi Kuan Tao
dengan tanpa menyadari bahwa ‘Agama Buddha’ yang saya yakini bukanlah Agama Buddha,
melainkan asli merupakan ‘ajaran sesat Yi Kuan Tao’. Beruntungnya, karena seringnya
pemberitaan di surat kabar mengenai hal ini membuat saya mulai meningkatkan kewaspadaan.
Saya mulai melakukan pengamatan terhadap ajaran Yi Kuan Tao. Dan ternyata usaha saya
tidak sia-sia, satu demi satu saya memperoleh bukti-bukti yang mencurigakan.
1. Suatu hari di tahun 1971, saya dengan beberapa Tao-Jin pergi ke suatu Fo Dang di
daerah pinggiran kota Tai-chung untuk mendengarkan ceramah Tao dari seorang senior. Saya
sangat terperanjat melihat di dinding tergantung ‘Surat Ijin XX Fo Dang Terdaftar Sebagai
Anggota Perkumpulan Agama Tao Tiongkok’. Saat itu timbul kecurigaan di hati saya. Mereka
bukannya mengatakan ‘Agama Buddha’? Tetapi kenapa sekarang tergantung surat
keanggotaan XX Fo Dang sebagai agama Tao? Apakah ini tidak kontradiksi?
2. Saya mulai menyadari bahwa Fo Dang Yi Kuan Tao, kalau tidak berada di ruangan di
lantai dua ke atas, pasti akan berada di lantai dasar [lantai satu] yang diperlengkapi pintu
belakang dengan lingkungan sekitar yang agak gelap. Ada juga beberapa yang berada di ruang
tengah lantai dasar, tetapi mereka selalu menutup pintu saat akan melakukan kebaktian.
Penjelasan mereka adalah: “Kebaktian kita adalah Rahasia Langit, tidak diperkenankan
sembarangan diperlihatkan pada orang luar, bahkan lalat, nyamuk dan serangga yang lain juga
tidak diperkenankan melihat. Untuk mencegah bocornya Rahasia Langit, maka kita harus
menutup pintu saat kebaktian.” Waktu itu saya mempercayai ucapan mereka, tetapi di
kemudian hari saya baru tahu maksud sebenarnya. Mereka takut terlihat oleh orang yang
mengerti Agama Buddha sehingga menutupi kegiatan mereka dengan memakai kedok
Rahasia Langit.
3. Waktu kecil saya pernah mendengar penjelasan dari para guru yang mengatakan: Sutra
Buddhis sangat banyak ragamnya, isi ajarannya luas, artinya sangat dalam. Tetapi apa yang
saya pelajari sebagai Kitab Suci saat itu, putar-putar hanya mengatakan ‘bencana terakhir
jaman ketiga’ telah tiba, mulainya jaman Pancaran Putih, Ibu Suci Lao Mu ingin menolong
manusia kembali ke asalnya untuk menghadiri ‘Pertemuan Long Hua Ketiga’ [Pembabaran
Dharma setelah Buddha Maitreya mencapai penerangan sempurna di bawah pohon Long
Hua]. Isi ajarannya sangat kasar dan sederhana. Ajaran yang sangat dangkal seperti ini, tak
mampu memenuhi hasrat keingintahuan saya.
11. SALAH MEMPERCAYAI AJARAN SESAT – COBAAN MARA
Meskipun telah timbul keraguan terhadap ajaran sesat Yi Kuan Tao, tetapi saya tetap
belum menemukan dan juga tak tahu harus di mana mencari jawaban yang dapat
membuktikan bahwa agama yang saya yakini adalah ‘Agama Buddha’ yang benar atau ajaran
yang sesat? Hal ini berlangsung terus hingga saya menerima surat dari Sheng Fa Fa Shi pada
suatu hari di tahun 1973. Beliau tahu kalau saya penganut Yi Kuan Tao, maka secara khusus
mengirim surat menasehati saya, mengatakan bahwa beliau dulu juga pernah bergabung
dengan Yi Kuan Tao. Tetapi setelah menjadi siswa Institut Agama Buddha mempelajari Sutra
Buddhis, barulah sadar bahwa Yi Kuan Tao adalah ajaran sesat. Beliau meninggalkan jalan
sesat kembali ke jalan yang benar, berlindung pada Agama Buddha yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, beliau menulis surat kepada saya. Waktu itu saya masih belum sepenuhnya percaya
dengan nasehat beliau, bahkan beberapa kali masih berpolemik dengan beliau dalam surat,
karena waktu itu saya teringat dengan ucapan seorang Ciang Tao Shi.
“Karena sulitnya terlahir di jaman ketiga ini dan Tao yang sejati itu juga sulit ditemui,
karena itu Langit mengutus pasukan Mara untuk mencobai kita. ‘Tao sejati diuji dengan
cobaan sejati maka akan muncullah hati yang sejati’, tujuannya adalah ‘memilih yang terbaik,
menggugurkan yang lemah, cobaan Langit cobaan manusia, membentuk kualitas umat’. Ini
yang disebut cobaan Langit dan cobaan Mara.
Ada lagi yang dinamakan cobaan dalam: seperti penyakit, bencana air dan bencana api.
Ada pula cobaan luar: meliputi ‘cobaan pinggir’ dari mereka yang menghujat dan
menghina ajaran kita, juga ‘cobaan pejabat’ yaitu penangkapan oleh polisi.
Cobaan aneh: kerugian harta benda, berpisah dengan istri, anak meninggal.
Cobaan berlawanan arah: orang tua dan anak istri tidak setuju kita menganut Yi Kuan
Tao yang mengakibatkan rumah tangga tidak harmonis.
Cobaan terbalik: pekerjaan tidak seperti yang diharapkan, mengeluh dan mundur
semangatnya.
Dan masih banyak lagi cobaan yang lain.”
Ucapan sesat di atas sering muncul dalam benak saya. Saya menganggap nasehat bhiksu
ini sebagai fitnah terhadap kami [Yi Kuan Tao], merupakan cobaan Langit kepada saya. Oleh
sebab itu, saya tak pernah berusaha mempercayai nasehat Sheng Fa Fa Shi. Tetapi meskipun
demikian, dalam lubuk hati saya tetap timbul keraguan dan kegalauan. Bagaikan seorang anak
kecil yang tersesat di dalam hutan, tak tahu harus menuju ke arah mana. Rasa panik yang
dialami tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
12. SEGALA KERAGUAN TERJAWAB, BERLINDUNG PADA AJARAN YANG
BENAR
Mungkin ini karena karma baik leluhur saya sehingga terjadilah kejadian berikut. Pada
bulan November di tahun yang sama [tahun 1973], saya akhirnya menemukan jawaban yang
menghapuskan segala keraguan dan kegalauan yang menumpuk selama setengah tahun.
Kejadian ini bermula saat saya mendampingi nenek berobat ke kecamatan yang bersebelahan
dengan tempat tinggal kami. Saat pulang kami melewati sebuah vihara Ch’an [baca Jan, Zen
Buddhism] yang di dalamnya memuja Kuan Yin Bu Sha [Avalokitesvara Bodhisattva].
Karena memang pada dasarnya percaya Agama Buddha, saya tanpa sadar masuk ke dalam
vihara tersebut dan menghormat pada rupang Kuan Yin. Pada saat saya berbalik dan bersiap
meninggalkan vihara tersebut, tanpa disengaja melihat tumpukan buku yang terletak di atas
meja. Saya tahu itu adalah tumpukan bermacam buku kebajikan yang didanakan secara cumacuma. Saya berjalan ke arah tumpukan buku itu tersebut dan secara sembarangan mengambil
buku ‘Pelita Di Jalan Kegelapan’ karya Hui Ming Ta Shi [Ta Shi berarti Maha Bhiksu]. Tak
terbayangkan sebelumnya, ternyata jawaban pertanyaan yang saya impikan selama ini
terdapat dalam buku tersebut. Saat itu saya bagaikan memperoleh permata yang tak ternilai
harganya, saya merasakan kegembiraan yang luar biasa. Dengan segera saya mencari
pengurus vihara untuk meminta beberapa buku lagi dan sesampai di rumah dengan tak sabar
segera membacanya berulang kali.
Ganjalan di hati akhirnya terlepas juga setelah kejadian itu. Saya tidak lagi mengalami
keraguan dan kegalauan di jalan keagamaan. Hingga detik ini, selain merasa bersyukur dapat
terlepas dari jalan sesat kembali ke jalan benar, berlindung pada Agama Buddha yang
sesungguhnya dan dapat mempelajari Sutra Buddhis, saya juga mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya atas himbauan Sheng Fa Fa Shi dan petunjuk Hui Ming Ta Shi. Kedua
beliau inilah yang menunjukkan jalan yang benar sehingga saya tak lagi menjadi orang yang
buta sepanjang hidup.
13. OBYEKTIF DALAM MEMUTUSKAN HAL YANG BENAR (LURUS) DAN
SALAH (SESAT)
Pada dasarnya tidak terlalu banyak buku yang saya baca. Pengetahuan saya tentang
Konfusius dan Buddha sangat terbatas, pun ditambah pelajaran sekolah yang padat, sehingga
pada awalnya saya tidak bermaksud menulis buku ini. Tetapi saya tidak bisa hanya duduk
berdiam diri melihat ajaran yang menyesatkan meluas ke seluruh negeri [Taiwan]. Oleh sebab
itu, saya memutuskan untuk menuliskan segala sesuatu yang saya ketahui tentang ajaran sesat.
Meski sudah berlindung pada Agama Buddha, tetapi perlu saya jelaskan bahwa buku ini saya
tulis secara obyektif tanpa condong ke pihak manapun. Hal-hal baik dan jasa Yi Kuan Tao
saat ini bagi masyarakat, tetap saya katakan bagus serta saya berikan pujian untuk itu. Bila ada
kesalahpahaman masyarakat terhadap mereka, akan saya luruskan. Ucapan dan ajaran mereka
yang tidak benar, akan saya sanggah berdasarkan Sutra Buddhis atau contoh-contoh nyata.
Saya sepenuhnya berdiri di pihak netral, apa yang saya ketahui, apa yang ingin saya ucapkan,
saya tuliskan semuanya dalam buku ini.
14. KONTRIBUSI AJARAN SESAT TERHADAP MASYARAKAT HANYA
BERSIFAT SEMENTARA
Sekarang untuk sementara waktu kita tidak membicarakan mengenai sisi buruk Yi Kuan
Tao, kita bicarakan dulu hal-hal yang baik dari mereka. Bila kita kesampingkan sebagian dari
ajaran dan teori sesat Yi Kuan Tao, kemudian dengan menggunakan kaca mata orang awam
melihat penampilan luar mereka, maka tak dapat dipungkiri bahwa Yi Kuan Tao juga
memberikan kontribusi kepada masyarakat. Mereka dengan agama-agama lain tidak berbeda.
Mereka juga menulis buku mengajak orang untuk berbuat bajik, menyucikan hati manusia,
menyelamatkan kemerosotan moral dan menopang efektivitas fungsi hukum. Mereka sangat
serius menyebarkan ajaran sehingga membuahkan prestasi yang mengagumkan. Pengikut Yi
Kuan Tao sama seperti halnya Umat Buddhis, ketat dalam pelaksanaan sila pantang
membunuh, mencuri, berjinah dan sebagainya. Bahkan mereka tidak kalah dengan umat
Buddhis dalam perwujudan keteguhan sila dan semangat Maitri – Karuna [kasih sayang dan
welas asih terhadap semua makhluk]. Ada beberapa pengikut mereka yang sangat tekun dalam
berlatih. Seperti misalnya, Sin An Dou Duo, penulis kitab Siu Cen Cie Cing [Berlatih Jalan
Pintas Yang Benar] yang merupakan seorang penganut agama rahasia. Dari kitabnya dapat
diketahui bahwa dia adalah seorang yang benar-benar ingin menekuni jalan kesucian, tapi
sayang sekali salah memilih jalan.
Pada umumnya Kitab Suci Yi Kuan Tao berasal dari :
1. Mencuri dari Kitab Ajaran Konfusius, Tao dan Buddha
2. Kitab Suci palsu atau kitab propaganda yang mereka tulis sendiri
3. Kitab kebijaksanaan dari ucapan dewa yang tertulis di atas meja pasir [nama
sesungguhnya adalah ‘Luan Shu’, Luan di sini secara harafiah berarti ‘burung
phoenix’, bisa juga diartikan sebagai ‘kekaisaran’. Di sini dialihbahasakan sebagai
‘kebijaksanaan’].
Sampai saat ini, yang paling banyak jumlahnya adalah jenis kitab ketiga, setelah itu baru
jenis kitab pertama. Dalam kitab kebijaksanaan dewa, selain menyebarkan ajaran sesat Yi
Kuan Tao, sebagian besar juga membicarakan Ajaran Buddha, juga membicarakan kisah
kisah hukum karma dan hal-hal yang berhubungan dengan pelatihan diri. Meskipun Yi Kuan
Tao mengambil ajaran kebajikan beberapa agama, tetapi itu tak lebih hanya merupakan
pandangan yang dangkal. Bila anda mencermati isi kitab mereka, takkan sulit untuk
menemukan banyak ketidaktepatan dalam pembicaraan mereka mengenai Buddha Dharma.
Tetapi oleh karena para Tao-Jin pada umumnya tidak pernah mengenal Buddha Dharma yang
sejati, maka tidak heran bila mereka tetap saja sangat mempercayai ajaran Yi Kuan Tao,
terutama kitab kebijaksanaan dewa. Begitu juga saya sewaktu masih menjadi pengikut
mereka. Bagusnya, dalam kitab kebijaksanaan dewa juga terselip ajaran kebajikan sehingga
meskipun secara membabi buta mengikuti ajaran sesat, para pengikut yang bajik dan polos
secara tak sadar juga melaksanakan perbuatan bajik.
Selain itu, Yi Kuan Tao juga mencuri beberapa ajaran Agama Buddha untuk kepentingan
propaganda mereka seperti halnya: perlindungan pada San Pao, panca sila, sepuluh kebajikan
dan sebagainya. Oleh karena itu, banyak juga pengikut mereka yang menerapkan sepuluh
kebajikan yaitu: tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berjinah, tidak berdusta, tidak berlidah
dua, tidak mengucapkan kata kasar, tidak mengucapkan kata-kata tidak bermanfaat, tidak
tamak, tidak benci dan tidak berpandangan salah. Ini merupakan kontribusi yang besar bagi
masyarakat modern yang telah banyak melupakan etika moral para leluhur.
Dua macam jasa kebajikan di atas hanyalah bersifat sementara. Marilah kita analisa dari
sisi pengikut Yi Kuan Tao yang bajik. Pengikut yang bajik dan jujur terlalu mempercayai
ajaran sesat dan hal ini membuat mereka menjadi mudah untuk diperalat. Dari beberapa
sumber catatan sejarah dapat kita ketahui bahwa bila para pengikut yang jujur telah diperalat
maka mereka tidak lagi memiliki kontribusi bagi peningkatan moral masyarakat, sebaliknya
akan muncul bahaya gulungan ombak atau wabah banjir yang sulit untuk ditanggulangi yang
justru merusak ketentraman masyarakat. Karena itu, kontribusi Yi Kuan Tao terhadap
masyarakat luas hanyalah penampilan luar dan bersifat sementara.
Sedang bila kita lihat dari sisi para sesepuh gadungan dan para pimpinan mereka, akan
menampilkan cerita yang berbeda. Para pimpinan ini meskipun menggunakan ucapan para
orang suci dari tiga agama yang menyarankan orang untuk berbuat bajik dan secara tidak
langsung juga berjasa bagi masyarakat, tetapi semua ini hanyalah sebagai kedok untuk
menutupi topeng mereka. Bukanlah kebajikan tujuan mereka sebenarnya, melainkan
keinginan untuk memperoleh kekuasaan dengan menggunakan kedok agama dan kekuatan
pengikut. Penulis akan memperjelas hal ini dalam bab berikutnya berdasarkan informasi yang ada.
( BERSAMBUNG 5# ) -
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 5# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 5# )
15. TUJUAN SESUNGGUHNYA PENDIRIAN PAI LIEN CIAO
Pada jaman dinasti Cin ada seorang bhiksu mulia yang bernama Hui Yuen Ta Shi [334 –
416 M] mendirikan aliran Cing Du [Tanah Murni – Sukhavati] (yang merupakan salah satu
dari delapan aliran besar Mahayana). Beberapa orang berkumpul dan bersama-sama melatih
diri melafalkan nama Amiduofo [Buddha Amitabha]. Mereka membuat kolam teratai putih
dan menamakan diri sebagai ‘Pai Lien She’ [Komunitas Teratai Putih]. Tetapi nama ini
kemudian disalahgunakan oleh kelompok Han Shan Dong, Liu Fu Dong dan kawan-kawan di
masa dinasti Yuen. Mereka mendirikan ‘Pai Lien Hui’ [Perkumpulan Teratai Putih] yang
berkedok agama tetapi menyesatkan umat awam. Menyebarkan ucapan sesat bahwa dunia
sedang dalam kekacauan, sebab itulah Buddha Maitreya turun untuk menyelamatkan dunia.
Perkumpulan ini kemudian secara bertahap berkembang menjadi ‘Pai Lien Ciao’ [Ajaran
Teratai Putih]. Di masa dinasti Jing menyebut diri sebagai ‘Yi He Duan’ [perkumpulan yang
menyesatkan Ibu Suri Chi Si meyakinkan bahwa dengan membawa Fu atau Hu – jimat dewa
akan membuat orang kebal bahkan terhadap senjata api. Peristiwa ini terkenal dengan sebutan
Perang Boxer yang membawa banyak korban rakyat Tiongkok. Senjata api negara Barat
dilawan dengan tinju Tiongkok]. Saat ini mereka menjadi Yi Kuan Tao (Dien Tao Ciao).
(Catatan penulis: Sesepuh Kelima belas Yi Kuan Tao adalah Wang Cie Yi yang merupakan
pimpinan Yi He Duan).
Saya teringat pernah membaca sebuah buku yang berjudul ‘Sejarah Umum Tiongkok’.
Saat membicarakan peristiwa kehancuran dinasti Yuen, dalam salah satu bagian dari buku
tersebut menuliskan suatu peristiwa yang berhubungan dengan Pai Lien Ciao, yang
merupakan cikal bakal Yi Kuan Tao. Berikut adalah kutipan dari buku tersebut :
Han Shan Dong warga kota Luan Jeng, dengan kedok agama mengumpulkan pengikut
menyatakan dunia saat ini telah kacau, Buddha Maitreya turun untuk menyelamatkan dunia.
Pengikutnya, yang bernama Liu Fu Dong, Li Er dan yang lain, menyatakan Shan Dong
sebenarnya bermarga Cao, keturunan generasi kedelapan dari Kaisar Song Hui Cong [11011125 M], dilindungi langit dan para dewa untuk menumbangkan dinasti Yuen membangkitkan
kembali dinasti Song. Rakyat Tiongkok yang saat itu tidak puas dengan dinasti Yuen [bangsa
Mongol] berbondong-bondong bergabung dengan kelompok ini.
Dari sini dapat diketahui bahwa tujuan Han Shan Dong, Liu Fu Dong dan Li Er
mendirikan Pai Lien Ciao adalah sebagai pergerakan kekuatan massa yang dipersatukan di
dalam perkumpulan Agama Buddha untuk melawan dinasti Yuen. Ini adalah manifestasi
idealisme rasa berbangsa dan cinta tanah air, merupakan pergerakan yang memiliki tujuan
yang mulia. Tetapi sayang sekali mereka menggunakan cara yang salah. Mereka merubah
Sutra Buddhis menjadi kacau balau. Selain itu, tampuk kekuasaan dalam organisasi mereka
seringkali dipegang oleh beberapa pimpinan yang berambisi. Hal ini memberi keleluasaan
pada para pimpinan ini untuk menyalahgunakan kekuasaan dengan cara mencatut nama Dewa,
Bodhisattva atau Buddha, membuat pernyataan palsu mengatakan mereka menerima Firman
Langit atau menyebut diri sendiri sebagai titisan Sesepuh Agama Buddha. Kemudian mereka
melanjutkan pemalsuan ini dengan menyebarkan ajaran sesat serta melakukan pemberontakan
yang mengakibatkan kekacauan di mana-mana. Dan hal ini berlanjut hingga beberapa
generasi, menimbulkan gelombang kekacauan bandit agama yang tiada hentinya selama
beberapa ratus tahun di Tiongkok.
16. AMBISI POLITIK DI BALIK AJARAN SESAT
Seperti yang tercatat dalam sejarah, Hong Yang Ciao [Ajaran Pancaran Merah] dan Pai
Yang Ciao [Ajaran Pancaran Putih] di masa dinasti Jing adalah perkumpulan ajaran sesat yang
melakukan gerakan makar. Sedang Yi Kuan Tao yang berkembang di masa kini dalam
ajarannya menyebutkan ‘Jaman Kedua Pancaran Merah, Jaman Ketiga Pancaran Putih’ atau
‘Dimulainya Jaman Pancaran Putih’. Sangat jelas dan tak diragukan lagi bahwa Yi Kuan Tao
adalah kelanjutan dari Pai Yang Ciao, sedang Pai Yang Ciao adalah nama alias dari Pai Lien
Ciao. Sehingga dapat diketahui bahwa Yi Kuan Tao merupakan kelanjutan dari Pai Lien Ciao,
keduanya memiliki isi dan sifat ajaran sesat yang sama, sedikitpun tak berbeda, perbedaannya
hanya terletak pada topeng yang dikenakan.
Perkembangan terbaru menyebutkan adanya seorang pimpinan Yi Kuan Tao di Myanmar
yang menyebut dirinya sendiri sebagai ‘Wakil Presiden’. Mungkin saja pimpinan pusat
mereka menyebut diri sebagai ‘Presiden’. Dalam ‘Kumpulan Makalah Peringatan Hari Jadi
ke-60 Gerakan Yi He Duan’ yang diterbitkan oleh penguasa Tiongkok Komunis [RRC]
menunjukkan bahwa Pai Yang Ciao merupakan cikal bakal Partai Komunis Tiongkok.
Beberapa kejadian di atas menjelaskan bahwa gerakan rahasia berkedok agama yang
berkembang saat ini sesungguhnya memiliki ambisi politik di belakang pergerakan mereka.
Dan ini bisa dibuktikan dari berita surat kabar tertanggal 9 Februari tahun ini yang
melaporkan aparat keamanan kota Tainan membongkar kasus pimpinan Yi Kuan Tao sekte
Pao Kuang – Wang Shou dan Siao Ciang Shui yang bermaksud menggalang gerakan makar.
Mereka berdua menyebut diri sendiri sebagai kaisar dan raja.
Para Tao-Jin Yi Kuan Tao, bila ingin mengetahui asal usul ajaran sesat ‘Pai Lien, Hong
Yang, Pai Yang, Yi Kuan Tao’, kalian dapat membaca buku ‘Pelita di Jalan Kegelapan’ karya
Hui Ming Ta Shi yang ditulis dengan dasar acuan Sutra Buddhis serta ‘Riwayat Penyebaran
Dien Tao’ karya Hong Miao Fa Shi yang ditulis berdasarkan sejarah dinasti Ming dan Jing.
Kita akan jumpai penjelasan yang terperinci di dalam kedua buku yang dapat diperoleh di
vihara-vihara ini. Bila menganggap kedua buku tersebut merupakan karya fitnahan terhadap
Yi Kuan Tao, kalian dapat membaca buku referensi dari kalangan ilmuwan atau catatan
sejarah tiga dinasti Yuen, Ming dan Jing. Berikut ini terlampir beberapa referensi yang
diperkenalkan oleh Kuang Ting Fa Shi:
1. Sejarah Umum Tiongkok, karya Wang Dong Ling.
2. Garis Besar Sejarah Pemikiran Agama di Tiongkok, karya Wang Ci Sin.
3. Catatan Sejarah Masyarakat Rahasia Modern, karya SiaoYi Shan.
4. Buddha Maitreya Pai Lien Ciao Dinasti Ming dan Bandit Siluman Lainnya, karya Dao
Si Sheng.
5. Pembuktian Riwayat Pai Lien Ciao Dinasti Ming, karya Li Shou Gong.
Buku ke-4 dan ke-5 terdapat di dalam buku ‘Agama Dinasti Ming’.
6. Sejarah Masyarakat Rahasia Tiongkok, editor Penerbit Shang Wu Yin Shua Kuan.
7. 26 Sejarah Dinasti Yuen, Ming, Jing dan Sejarah Dinasti Jing.
8. Awal dan Akhir Kekacauan Pai Lien Ciao di Juan, Sia, Ju, karya Ku Hai Jeng.
9. Agama Rahasia di Tiongkok Utara Masa Kini, karya Professor Li Shi Yu.
17. DUA KESALAHPAHAMAN
Dengan berpegang pada pandangan yang obyektif, dalam kesempatan ini saya mewakili
Yi Kuan Tao menjernihkan dua kesalahpahaman yang beredar di masyarakat luas terhadap
mereka.
Pertama, di luaran beredar berita yang mengatakan bahwa para pengikut Yi Kuan Tao,
baik pria, wanita, orang tua ataupun anak-anak, semua ‘bertelanjang bulat tanpa sehelai
benangpun’ dalam melakukan upacara kebaktian. Berita ini tidak benar.
Sepanjang pengetahuan saya, sejak jaman dahulu Yi Kuan Tao memiliki banyak sekte. Di
Taiwan saja, saat ini terbagi menjadi 18 sekte. Saya pernah mengunjungi dan berkali-kali
menghadiri pertemuan di beberapa Fo Dang daerah sekitar Taichung dan Canghua. Pada saat
berkumpul, entah untuk Jiu Tao atau ceramah Tao, semua pengikutnya sangat tertib dan
sopan, tak pernah melakukan sesuatu yang di luar batas, apalagi bertelanjang bulat seperti
kabar negatif yang beredar di masyarakat. Menurut saya, ini hanyalah kabar angin yang sama
sekali tak berdasar. Hal ini saya katakan bukan karena sebagai bekas pengikut ajaran sesat Yi
Kuan Tao yang takut dipermalukan maka kemudian saya memelintir fakta dengan
menyangkal kebenaran berita ini. Mereka tidak melakukan tindakan yang di luar batas, ini
adalah fakta yang sebenarnya.
Kenapa terhadapYi Kuan Tao bisa timbul kesalahpahaman macam ini? Menurut analisa
saya, mungkin ada hubungannya dengan kewaspadaan Yi Kuan Tao terhadap lingkungan
sekitarnya selama melakukan kegiatan ‘Pai Fo Jiu Tao’. Mereka amati dengan cermat setiap
orang asing yang diajak oleh anggota lama atau pengunjung yang datang. Bila anda datang
sebagai pengamat maka anda tidak mungkin diperkenankan masuk. Bahkan mereka yang
datang mendengarkan ceramah dengan diajak oleh pengikut Yi Kuan Tao pun tetap tak
terlepas dari pengawasan secara diam-diam (saat melakukan Tien Tao hanya mereka yang
akan bergabung baru diperkenankan ikut). Dalam ‘Tata Tertib Mendengarkan Pembabaran
Kitab Suci’ tercantum : bila mengajak orang luar maka harus disediakan tempat duduk khusus
untuk pengamat, kemudian data pribadi orang tersebut harus dilaporkan secara jelas kepada
Tien Juan Shi atau Dan Cu. Hal ini diperlukan demi pertimbangan keamanan. Harap jangan
mengajak orang yang tidak semestinya.
Dalam kegiatan pertemuan Yi Kuan Tao, bila tahu bahwa anda bukan pengikut mereka
atau bukan orang yang akan Jiu Tao, bukan saja anda akan ditolak, bahkan kadang kala
mereka akan menutup semua pintu dan jendela membiarkan anda mengecap bagaimana
rasanya penolakan itu. Dari sini bisa kita ketahui betapa rahasianya organisasi Yi Kuan Tao
serta betapa hati-hatinya tindakan mereka.
Fo Dang gadungan Yi Kuan Tao umumnya terletak di lantai atas atau lantai bawah di
lingkungan yang agak gelap, serta dengan adanya tindakan misterius menutup pintu menolak
tamu yang dilakukan, semuanya ini semakin menimbulkan kecurigaan orang luar terhadap
mereka. Sehingga mungkin saja ada oknum tidak bertanggung jawab yang berpikiran negatif
lalu sengaja menyebarkan berita yang tidak benar.
Selama menghadiri acara pertemuan Yi Kuan Tao, saya bisa merasakan betapa ketatnya
tata tertib Fo Dang gadungan mereka, hal inilah yang menyebabkan pertemuan mereka terasa
sangat khusuk. Sebagai contoh, Kitab Mengundang Dewa menyebutkan: “Semua diam
dengan khusuk, berbaris dengan rapi, mengenakan pakaian dan mahkota, …” Dari alinea ini
dapat terlihat betapa khusuknya upacara mereka. Saat Jiu Tao, sebelumnya kami diwajibkan
‘menenangkan hati, mencuci tangan’, setelah itu merapikan busana. Busana harus dikenakan
dengan baik, baju harus terkancing semua kecuali kancing paling atas. Saat kebaktian, pria
dan wanita harus duduk terpisah, meskipun saudara ataupun sahabat baik juga harus terpisah.
Tetapi hal ini tidak berlaku bagi kanak-kanak. Berikut beberapa kutipan ‘Tata Tertib Fo Dang’
dan ‘Tata Tertib Pembabaran Kitab Suci’:
1. Saat pelaksanaan Pembukaan, Penutupan, Penyambutan -Pengantaran Tien Juan Shi dan
kebaktian peringatan hari jadi Altar Suci, selalu terpisah menjadi dua bagian. Jien [pria]
lebih dahulu dan Guen [wanita] setelah itu; saat berdiri posisi pria di kiri sedang wanita
di kanan, dilarang mengacaukan tata tertib ini. Saat berjumpa di luar [di luar Fo Dang],
tetap harus menghormati tata tertib ini.
2. Bila Jien belum selesai melakukan puja bhakti maka Guen tidak diperkenankan
mengikuti. Saat Jien melakukan puja bhakti, Guen juga dilarang mengikuti. Inilah yang
dinamakan: ada perbedaan antara pria dan wanita.
3. Selesai kebaktian pembabaran Tao, Jien dan Guen keluar meninggalkan ruangan harus
secara terpisah satu demi satu. Sesampai di luar harus tetap tertib, dilarang berbicara
sembarangan untuk menghindari pemikiran yang negatif dari pihak luar.
Berdasarkan penjelasan di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa kabar berita yang
mengatakan pengikut Yi Kuan Tao bertelanjang bulat adalah tidak benar. Kemungkinan besar
berita ini muncul berdasarkan dugaan atau kesalahpahaman pihak luar. Yi Kuan Tao memakai
kedok nama Agama Buddha, menempatkan rupang Buddha sebagai obyek penghormatan,
melakukan sila dengan ketat, serta kekhusukan kebaktian mereka tak berbeda dengan suasana
kebaktian Agama Buddha, inilah beberapa alasan kenapa banyak orang yang tertipu menjadi
anggota mereka. Bahkan tak sedikit mahasiswa yang tertipu menganggap Yi Kuan Tao adalah
Agama Buddha yang sejati. Oleh karena itu, bila dikatakan Yi Kuan Tao bertelanjang bulat
selama melakukan pertemuan, maka saya yakin mereka hanya akan bisa menipu para petani
yang buta huruf, takkan mungkin dapat menipu begitu banyak intelektual.
Hal kedua yang ingin saya jernihkan mengenai kesalahpahaman terhadap Yi Kuan Tao
adalah berita di surat kabar yang menuliskan : “… pengacau, bajingan, anak-anak, wanita dan
semacamnya adalah anggota masyarakat yang mereka incar agar bergabung.” Ada kesalahan
dalam ucapan ini.
Dahulu kala sewaktu masih di daratan Tiongkok, bagaimana cara Yi Kuan Tao mencari
pengikut, saya tidak begitu jelas. Mungkin saja saat melakukan makar, tanpa disadari ada
pengacau dan bajingan yang ikut bergabung. Tetapi masa kini di Taiwan, meski ada juga
menarik anak-anak dan wanita, tetapi Yi Kuan Tao tidak satupun menarik pengacau atau
bajingan. Orang-orang macam itu tidak percaya dengan agama. Bila di dalam hati mereka
mempercayai adanya Dewa dan Buddha maka sedikit banyaknya mereka juga memiliki jiwa
welas asih dan rasa cinta kasih. Kalau demikian, mana mungkin mereka menjadi pengacau
dan bajingan? Lagi pula, katakanlah para pengacau dan bajingan itu ingin bergabung dengan Yi Kuan Tao, saya yakin para pengikut Yi Kuan Tao akan menutup pintu menolak kehadiran mereka. Bila datang bergabung saja ditolak, mana mungkin dikatakan Yi Kuan Tao berusaha menarik orang-orang macam ini? Mari kita lihat penjelasan dalam bab berikut.
18. KRITERIA YANG HARUS DIPENUHI UNTUK DAPAT BERGABUNG DENGAN
YI KUAN TAO
Menurut apa yang saya ketahui, Yi Kuan Tao bukanlah organisasi yang akan
mengabulkan permohonan siapa saja yang ingin bergabung. Mereka memiliki banyak kriteria
dalam memilih pengikut. Tetapi, hal ini bukan berarti Yi Kuan Tao memiliki ajaran yang
lebih tinggi atau istimewa dibanding agama lain, melainkan karena mereka memiliki
pandangan menyimpang yang tak bisa dibandingkan dengan kelurusan dan kewelas-asihan
Buddhis.
Saat Yi Kuan Tao bermaksud menarik anda untuk bergabung dengan perantaraan
saudara, teman, teman sekolah, rekan kerja atau guru anda, itu berarti mereka telah
mempelajari latar belakang kehidupan anda secara seksama. Inilah yang dinamakan ‘hanya
mereka yang berkepribadian dan memiliki latar belakang kehidupan yang baik’ baru bisa
bergabung. Selain itu, masih ditambah pula dengan ketetapan berikut : “Bila Yin Pao Shi
ingin menyelamatkan orang, harus terlebih dahulu melapor kepada Tien Juan Shi atau Dan Cu
mengenai cara berpikir dan pekerjaan orang yang akan Jiu Tao, dengan kata lain, harus
mendaftar dulu baru diperkenankan Tien Tao.” Dengan prosedur macam ini, berarti kita baru
boleh bergabung setelah mendapat persetujuan dari Tien Juan Shi atau Dan Cu.
Berikut adalah alasan mengapa Yi Kuan Tao menetapkan kriteria ‘hanya mereka yang
berkepribadian dan memiliki latar belakang kehidupan yang baik’:
1. Pemohon Jiu Tao yang berkepribadian baik, menunjukkan bahwa mereka berhati baik,
setia dan jujur. Orang macam ini mudah dipengaruhi untuk segera bergabung dengan
organisasi mereka. Di samping itu, orang macam ini sulit digoyahkan keyakinannya,
takkan mudah membuatnya melepaskan diri dari Yi Kuan Tao.
2. Yi Kuan Tao menyebutkan ‘lima macam orang yang tak dapat memperoleh Tao’ yaitu:
orang yang melakukan pekerjaan membunuh, pekerjaan hina, penjahat, enam indera
(anggota tubuh) tidak lengkap dan tidak memiliki latar belakang kehidupan yang baik.
Mereka ini tidak diperkenankan bergabung. Oleh sebab itu, mereka yang berpenghidupan
sebagai pelacur, perampok, dukun dan sebagainya, atau mereka yang tangannya putus,
kakinya putus, buta, bermulut miring atau cacat tubuh, jangan berharap untuk dapat
bergabung. Pernah ada seorang Dan Cu yang berkata kepada saya: “Diumpamakan
membeli barang, kita tidak mungkin membeli barang yang cacat atau rusak. Karena itulah
kita tidak bisa menerima orang yang cacat tubuhnya menjadi anggota agama kita.”
3. Bila pemohon Jiu Tao atau orang tuanya pernah atau sekarang masih bermata
pencaharian sebagai penjagal babi, sapi, anjing dan sejenisnya, maka dia juga jangan
berharap untuk bergabung. Sebab Yi Kuan Tao beranggapan bahwa melakukan mata
pencaharian seperti tersebut di atas adalah melakukan kamma buruk yang sangat dalam.
Yi Kuan Tao tak mampu menghapuskan kamma buruk tersebut, sehingga tak ingin
orang-orang macam ini bergabung dengan mereka. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ucapan: “Pengacau, bajingan, … adalah anggota masyarakat yang mereka incar agar bergabung” adalah tidak benar.
19. ASAL MULA DAN CIRI KHAS YI KUAN TAO
Dalam bab-bab terdahulu telah saya sebutkan bahwa Pai Lien Ciao adalah bentuk asal Yi
Kuan Tao. Selama lebih dari 600 tahun sejak pemberontakan Pai Lien Ciao hingga saat ini,
jumlah kekacauan di seluruh negeri yang ditimbulkan oleh para pengikut Pai Lien Ciao
dengan mengatasnamakan titisan Bodhisattva atau Buddha hampir mencapai ratusan kali. Dan
korban yang jatuh akibat aksi penangkapan yang dilakukan oleh pemerintah juga sangatlah
banyak. Setiap kali aksi mereka mengalami kegagalan, para pengikutnya akan melarikan diri
ke segala penjuru untuk menghindari penangkapan. Tetapi, demi memenuhi keinginan untuk
berkuasa, mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk mendirikan aliran sendiri. Mengganti
nama organisasi, mengarang ucapan-ucapan manis sebagai kedok serta secara diam-diam
terus menyebarkan ajaran mereka. Dengan cara inilah mereka berhasil menghindari
kecurigaan masyarakat hingga terus berkembang sampai saat ini.
Karena itulah, organisasi kelanjutan dari Pai Lien Ciao yang ada saat ini terbagi menjadi
banyak aliran dengan ajaran-ajaran yang sangat kacau. Yi Kuan Tao adalah salah satunya.
Mengenai nama ‘Yi Kuan Tao’, dapat dilihat dari kitab propaganda mereka yaitu kitab
‘Feng Dien Jeng Yin Bu Tu Shou Yuen Ceng Cong Tao Dong Pao Cien’ [Silsilah Sejati
Pengemban Firman Langit Penyelamatan dan Pengakhiran] halaman 29 tertulis: “…Tahun
Kuang Si ke-12 [tahun 1886], mengemban firman, Tiga Agama Menjadi Satu (Konfusius, Tao
dan Buddha) berubah nama menjadi Yi Kuan Tao.” Li Shi Yi dalam bukunya mencantumkan
cuplikan dari buku ‘Tanya Jawab Yi Kuan Tao’ Bagian Pertama halaman 3: “…pada masa
Kaisar Liang Wu Ti, Sesepuh Bodhidharma datang dari India, menyebarkan Tao sejati, hingga
meninggalnya Sesepuh ke 15 Wang Cie Yi, Ibu Emas Yao Ji [Ibu Suci] menurunkan
petunjuk, ‘Tong Cen Dang’ mulai dirubah menjadi Yi Kuan, disebut Yi Kuan Tao.”
Ciri khas paling mendasar dari Yi Kuan Tao adalah tidak makan barang berjiwa, tetapi
makan telur dan minum arak. Ini adalah fakta yang saya saksikan sendiri. Orang luar memberi
julukan Yi Kuan Tao sebagai ‘Ajaran Telur Bebek’, dari sinilah awalnya.
Sedang mengenai ‘Inti Ajaran’ yang diajarkan oleh Yi Kuan Tao, hampir sebagian besar
berasal dari Sutra Buddhis yang dicomot sana sini dan dipoles lagi oleh mereka. Sedang
sebagian kecil teori mereka mencontek Ajaran Tao dan Konfusius. Itulah asal mula kenapa Yi
Kuan Tao sebelumnya menyebut diri mereka sebagai ‘Tiga Agama Menjadi Satu’. Tetapi
seiring dengan berkembangnya Agama Kristen dan Islam di belahan selatan Tiongkok, maka
mereka juga ikut memasukkan Ajaran Kristen dan Islam, menjadi ‘Lima Agama Bersumber
Sama’, ‘Lima Agama Menjadi Satu’ atau ‘Semua Agama Adalah Satu’. Ini adalah ciri khas
dari Yi Kuan Tao dan agama rahasia yang merupakan kelanjutan dari Pai Lien Ciao. Saat ini
di Taiwan muncul aliran ‘X X Ajaran Suci, Perkumpulan X X Dunia’, mereka menggunakan
slogan ‘Lima Agama Menjadi Satu, Semua Agama Adalah Satu’.
20. YI KUAN TAO MENIPU MENGAKU SEBAGAI AGAMA BUDDHA
Sejak pengikut Pai Lien Ciao berganti nama menyebut diri sebagai Yi Kuan Tao, mereka
beberapa kali menghasut umat untuk melakukan pemberontakan. Hal inilah yang membuat
Pemerintah Nasionalis [pemerintahan Tiongkok di bawah Partai Nasionalis] mengeluarkan
larangan bagi kegiatan Yi Kuan Tao serta menyebut mereka sebagai ‘Ajaran Sesat’. Untuk
menghindari penangkapan dari pemerintah, maka Yi Kuan Tao juga beberapa kali berganti
nama menjadi ‘Sien Dien Ta Tao [Tao Besar Yang Mula], Gong Meng Ta Tao [Tao Besar
Konfusius – Mencius]’. Para pimpinan ajaran sesat di Taiwan menggunakan 18 nama seperti:
‘Sekte Ci Ju, Sekte Fa Yi, Sekte Pao Kuang, Sekte Wen Hua, Sekte Ceng Yi’, dan sebagainya.
Pimpinan tertinggi menugaskan 18 pimpinan yang berbeda untuk setiap sekte. Pimpinan
tertinggi ini disebut sebagai ‘Ling Tao Jien Ren’ [Pemimpin Senior].
Sejak terbongkarnya kegiatan sekte Pao Kuang pada awal Februari tahun ini, saya dengar
mereka berganti nama lagi. Tetapi tak jelas kebenaran berita ini, saya juga tak tahu mereka
berganti nama apa. Saya masih menunggu kejelasan informasi dari dalam organisasi mereka.
Saya bisa memahami bahwa tindakan Yi Kuan Tao ini adalah untuk melindungi pergerakan
penyebaran ajaran mereka.
Meskipun beberapa kali berganti nama, isi dan sifat ajaran mereka tetap sama seperti
halnya Pai Lien Ciao di masa dinasti Yuen serta Yi Kuan Tao di masa peralihan dinasti Jing
dan Republik. Tetapi mereka tak pernah sekalipun mengakui hal ini, tetap bersikeras
menyebut diri sebagai ‘Agama Buddha’. Pernah ada seorang Ciang Tao Shi yang berkata
kepada kami para pengikut Yi Kuan Tao sebagai berikut: “Ajaran yang kita yakini bukanlah
ajaran masa lalu seperti Pai Lien Ciao, juga bukan Yi Kuan Tao, ajaran kita adalah Buddha.
Tetapi Ajaran Buddha kita ini berbeda dengan Ajaran Buddha yang di luaran, kita lebih tinggi
setingkat dibanding mereka.” Ada pula seorang putri Dang Cu yang berkata kepada para
pengikut: “Oleh karena Buddha dan Dewa yang kita yakini lebih tinggi tingkatnya dibanding
Buddha dan Dewa di vihara atau klenteng, maka patung Buddha dan Dewa harus kita
tempatkan di lantai atas. Ini menunjukkan tingkatan yang lebih tinggi dibanding para Buddha
dan Dewa di vihara dan klenteng.” [Ini merupakan alasan kenapa Fo Dang Yi Kuan Tao
ditempatkan di lantai atas].
Para Tao-Jin Yi Kuan Tao, Ajaran Sang Buddha didasarkan pada pengertian bahwa alam
semesta ini ‘Semua Hanyalah Kesadaran’, ‘Ketergantungan Kondisi serta Tiada Inti’, dan
menekankan ‘Hukum Sebab Akibat, Penderitaan Tumimbal Lahir Enam Alam’. Segala
sesuatu di dunia ini adalah penderitaan, meskipun ada kebahagiaan itupun hanya sekejap.
Oleh sebab itu, kita harus segera berlatih agar dapat kembali pada sifat KeBuddhaan yang
dimiliki setiap makhluk hidup, agar kesadaran kita memperoleh pembebasan sejati, ini baru
yang dinamakan kebahagiaan sejati. Bila sekarang Yi Kuan Tao menyebut diri sebagai
‘Agama Buddha’, maka saya yakin bahwa para Tao-Jin pasti memiliki pandangan hidup yang
sama dengan pandangan dalam Agama Buddha. Dengan adanya pandangan yang sama
terhadap kehidupan dan alam semesta ini, maka sudah seharusnya kita mencari jalan yang
sejati, berlatih seperti yang diajarkan dalam Sutra Buddhis. Bila tidak, maka kita akan
menyia-nyiakan kehidupan ini, ibaratnya orang yang masuk ke dalam gunung yang
menyimpan banyak harta tetapi pulang dengan tangan kosong
( BERSAMBUNG 6# ).......... -
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 6# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 6# )
21. FU CI BUKAN JALAN PEMBEBASAN TUMIMBAL LAHIR
Maha Guru Yin Kuang [Sesepuh ke-13 Aliran Sukhavati] pernah mengatakan: “Dulu di
Shanghai pernah dilaksanakan Altar Ci [mengundang dewa dengan melalui medium], ajaran
yang diucapkan merupakan ajaran kebajikan, membicarakan tumimbal lahir dan hukum sebab
akibat dalam skala kecil, sangat membantu bagi peningkatan kebajikan hati umat awam.
Tetapi bila berbicara mengenai ajaran Dewa dan Buddha, ini adalah ucapan yang tidak benar.
Kita sebagai murid Sang Buddha tidak menyangkal cara macam ini [medium], karena kalau
tidak, kita bersalah menghalangi umat untuk berbuat bajik. Tetapi kita juga tidak memuji cara
macam ini, ucapan mereka tidak berdasar, dapat merusak Buddha Dharma, bahkan dapat
menyesatkan semua makhluk.” Serta dijelaskan pula: “Fu Ci [sama dengan Altar Ci] pada
umumnya adalah makhluk alam peta (setan) yang mengaku sebagai Dewa atau Buddha,
mereka dapat juga menunjukkan kesaktian.”
Guru bahasa Inggris saya adalah seorang pendeta Kristen yang saleh. Beliau pernah
bercerita pada kami para siswa tentang kisah nyata yang dialami Beliau. Suatu ketika saat
Beliau mendampingi beberapa teman Kristen dari Amerika, di tengah perjalanan mereka
menyaksikan adanya kegiatan Fu Ci di suatu klenteng. Ketika mereka berjalan berkeliling
klenteng tersebut, medium Fu Ci tiba-tiba gemetaran, tak bersuara dan berhenti menulis di
atas meja pasir. Para penonton merasa heran dan tidak mengerti. Akhirnya medium itu berkata
meminta agar orang-orang Kristen tersebut meninggalkan tempat itu. Saat teman-teman guru
kami mengetahui akan permintaan ini, mereka segera bertanya pada sang medium. “Kamu
ingin kami meninggalkan tempat ini, itu boleh-boleh saja. Tetapi sebelumnya kami ingin
menanyakan satu hal, kamu ini Dewa atau Setan? Kamu harus menjawab secara jujur, kalau
tidak Tuhan tidak akan mengampunimu.” Sang medium segera menulis di atas pasir
mengatakan bahwa dia adalah ‘setan’. Para penonton terperangah.
Kenapa saya menampilkan kisah nyata dan ucapan Maha Guru Yin Kuang? Saat ini
banyak Fo Dang Yi Kuan Tao yang berskala besar sedang melakukan kegiatan besar-besaran
menulis Kitab Kebijaksanaan yang bertujuan menyesatkan umat awam bajik dan polos,
membuat para umat tersebut mempercayai bahwa itu semua adalah ajaran dari para Buddha,
Bodhisattva dan para Dewa Suci yang diucapkan melalui medium. Mereka tak tahu bahwa itu
adalah ajaran tidak benar hasil karya para makhluk peta (setan) yang memalsu menggunakan
nama para Bodhisattva dan Buddha. Mereka mengatakan: melaksanakan Firman ‘Ibu Suci
dari Surga Barat’, atau melaksanakan perintah suci ‘Yu Huang Ta Ti’ menulis kitab untuk
menyelamatkan dunia. Cukup banyak kitab yang dihasilkan dari penulisan Fu Ci di atas meja
pasir. Meskipun kitab-kitab tersebut berisikan ajakan agar manusia berbuat bajik, tetapi pada
dasarnya justru merusak Ajaran Buddha dan menyesatkan umat. Sebenarnya ini merupakan
ucapan Mara.
Kita adalah umat awam yang tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah benar
yang memasuki medium itu adalah Buddha, Dewa, Setan atau makhluk sesat? Oleh sebab itu,
kita tidak dapat membabi buta meyakini bahwa ucapan medium adalah benar dan merupakan
ucapan yang mengajarkan cara pembebasan dari lingkaran samsara. Para Tao-Jin Yi Kuan
Tao sangat mempercayai ajaran sesat Yi Kuan Tao, serta tidak bersedia mempelajari Sutra
Buddhis, hanya mempercayai kitab-kitab yang ditulis berdasarkan ucapan medium yang
mengajarkan ajaran yang bukan Buddhis dan juga bukan Taois. Para Tao-Jin tersebut tak
dapat membedakan antara ucapan Buddha dengan ajaran Tao, sehingga mereka terseret
mempercayai medium dan bila hal ini terus berlanjut maka seumur hidup mereka tidak akan
menemukan pintu Dharma yang membimbing menuju pembebasan sejati.
Bila masih ada juga orang yang yakin dengan Fu Ci Yi Kuan Tao, percaya bahwa itu
adalah benar Dewa, Bodhisattva dan Buddha, maka saya ingin menanyakan hal berikut: Umat
Buddhis begitu banyak, mengapa para Bodhisattva dan Buddha hanya melakukan Fu Ci di Fo
Dang gadungan Yi Kuan Tao? Mengapa tidak melakukan hal tersebut di vihara-vihara yang
tersebar di seluruh negeri? Apakah benar para Umat Buddhis yang sejati itu tak sebanding
dengan pengikut Yi Kuan Tao? Ataukah Umat Buddhis telah menjadi anak tiri? Saya tak
percaya Buddha Gautama menyatakan bahwa setelah Parinirvana lebih dari 2.000 tahun
kemudian ada Buddha lain (bahkan Buddha Gautama sendiri) yang akan datang ke dunia
melalui altar Fu Ci, dan parahnya justru mengajarkan hal yang berlawanan dengan Dharma
yang Beliau ucapkan? Langit runtuh pun saya takkan percaya ucapan-ucapan macam itu.
Mengenai Mara yang merasuk ke dalam tubuh manusia, Buddha Gautama pernah
mengatakan akan hal ini dalam Leng Yen Hui [Pertemuan Surangama]. Kita cuplik ucapan
Buddha kepada Ananda yang tercantum dalam Surangama Sutra: “Ananda… pada saat itu
Mara akan memperoleh kesempatan, terbang dan merasuki tubuh manusia mengucapkan
Dharma Sutra. Tetapi orang yang kerasukan tidak menyadari bahwa itu adalah Mara, justru
mengatakan telah mencapai Nirvana -Nibbana. Mara mendatangi umat dengan penampakan
sedang duduk membabarkan Dharma. Tampil dengan sekejap, atau berwujud bhiksu
bhikkhu yang terlihat oleh umat bersangkutan. Atau berwujud Dewa Sakka, atau seorang
perempuan, atau bhiksuni -bhikkhuni. Atau penampakan tubuh bersinar di dalam ruangan
yang gelap. Hanya karena kebodohan manusialah sehingga menganggapnya sebagai
Bodhisattva. Percaya pada ucapannya yang justru menggoyahkan hati dan pikiran... Mereka
mengatakan perubahan bencana dan kebahagiaan, atau menyebutkan Buddha terlahir di suatu
tempat. Atau mengucapkan adanya perampokan dan perang yang bertujuan membuat orang
panik sehingga mudah ditipu hartanya. Mereka inilah yang disebut sebagai siluman dan Mara,
mengacaukan umat manusia…Kalian harus menyadari, jangan terseret ke dalam lingkaran
samsara, bila kalian bodoh dan tertipu, akan terjatuh ke dalam neraka tanpa batas.”
“Pada saat itu, Mara akan memperoleh kesempatan, terbang dan merasuki tubuh manusia
dan mengucapkan Dharma Sutra. Tetapi orang yang kerasukan tidak menyadari bahwa itu
adalah Mara, justru mengatakan telah mencapai Nirvana -Nibbana. Mara mendatangi umat
dengan penampakan sedang duduk membabarkan Dharma… Mengatakan dalam kehidupan
yang lalu, dalam satu masa kehidupan, akan lebih dulu menyelamatkan orang tertentu. Dalam
kehidupan yang lalu terlahir sebagai istri dan saudara, dalam kehidupan ini saling
menyelamatkan, selalu menyertai anda, marilah bersama-sama kembali ke suatu tempat,
menghormati Buddha, atau mengatakan adanya suatu Surga Bercahaya tempat menetapnya
Buddha, merupakan tempat menetapnya semua Buddha. Umat yang tidak mengerti akan
mempercayai ucapan sesat ini dan berakibat kehilangan hati mereka yang sejati. Mereka inilah
yang disebut sebagai siluman dan Mara, mengacaukan umat manusia… Kalian harus
menyadari, jangan terseret ke dalam lingkaran samsara, bila kalian bodoh dan tertipu, akan
terjatuh ke dalam neraka tanpa batas.”
Dari sini dapat kita ketahui bahwa Mara dan para setan dapat merasuki tubuh manusia
dan mengucapkan ajaran yang menyesatkan umat. Oleh sebab itu, saya berharap seluruh
pengikut Yi Kuan Tao untuk merenungkan secara mendalam, jangan terlalu bersikukuh
mempercayai ajaran sesat sebagai ajaran yang benar dan jangan keliru mempercayai ucapan
Mara sebagai ucapan Buddha. Keyakinan adalah masalah kecil, terbebas dari kelahiran dan
kematian barulah masalah besar. Demi memperoleh pembebasan yang sejati, tidakkah kita
harus ekstra hati-hati membedakan antara pemikiran yang benar dengan yang salah?
22. KITAB SUCI AGAMA BUDDHA ADALAH CERMIN PENAMPAK SILUMAN
YANG PALING UNGGUL
Setelah berlindung pada Tri Ratna, saya menggunakan waktu di luar pelajaran sekolah
dengan giat mempelajari Sutra Agama Buddha. Inti Ajaran Buddha sangat dalam. Meskipun
saya tidak memahami arti sebenarnya, tetapi setidaknya secara garis besar saya cukup
mengerti. Saat itu, famili saya selalu mendesak mengajak mendengarkan Tao, saya terpaksa
mengikuti kehendaknya dengan pertimbangan tidak ingin merusak rasa kekeluargaan. Saya
terpaksa ikut pergi ke suatu Fo Dang untuk mendengarkan Tao dari Dang Cu Fo Dang
tersebut. Dang Cu tersebut membabarkan Tao dengan menggunakan landasan Sutra Buddhis
dan para Tao-Jin mendengarkan dengan mengangguk-anggukkan kepala, tampaknya mereka
mendengarkan dengan penuh perhatian. Bagaimana dengan saya sendiri? Saya merasa kurang
tepat bila bermaksud mengoreksi ketidakbenaran ucapan Dang Cu itu, sehingga terpaksa ikutikutan seperti pendengar yang lain tetapi dengan diiringi senyuman sedih. Cuplikan
pendukung yang diambil dari Sutra oleh Dang Cu itu, benar-benar asal comot dan tidak tepat.
Para pendengar adalah petani yang jujur dan bajik, serta selama ini mungkin mereka belum
pernah mendengar nama ‘Cin Kang Cing’ [Sutra Intan], sehingga boleh dibilang mereka tidak
pernah tahu inti ajaran Sutra tersebut. Asal ucapan yang didengar tampaknya cukup beralasan
maka mereka akan menganggap ucapan tersebut adalah benar.
Memang benar, bila orang yang tak pernah mempelajari Ajaran Buddha mendengarkan
ajaran Yi Kuan Tao, maka saya yakin orang tersebut takkan dapat membedakan antara ajaran
yang benar dengan yang salah. Yi Kuan Tao berkedok sebagai Agama Buddha, setiap kali
menggunakan Sutra Buddhis sebagai pendukung ajaran mereka, menggunakan ajaran benar
untuk menutupi ajaran yang salah. Dengan demikian menipu umat agar mempercayai mereka
sebagai Ajaran Buddha sejati. Tetapi bila tiba saat anda benar-benar mempelajari Sutra
Buddhis, maka akan paham bahwa ajaran sesat Yi Kuan Tao adalah ‘biasa saja tanpa aroma
dan ngawur tidak berdasar’. Sejak itulah saya tak tertarik lagi dengan ajaran mereka meskipun
diucapkan dengan cara apapun. Ini adalah pengalaman nyata yang saya alami sendiri. Pantas
saja Yi Kuan Tao tidak menganjurkan pengikutnya untuk mempelajari Sutra Buddhis, karena
Sutra Buddhis itu ibaratnya sebuah ‘Cermin Penampak Siluman’. Bila ajaran sesat Yi Kuan
Tao berjumpa dengan cermin ini, maka wujud sesat sebenarnya akan segera terlihat. Selain
itu, dengan mempelajari Sutra Buddhis, seperti yang saya katakan, maka kita akan memahami
bahwa ajaran sesat Yi Kuan Tao adalah ‘biasa saja tanpa aroma dan ngawur tidak berdasar’.
Lebih jauh lagi, kita akan dapat membongkar kebohongan kedok mereka serta kebohongan itu
sendiri akan hancur dan terpatahkan satu persatu.
Oleh sebab itulah, Yi Kuan Tao mencatut nama Ci Kong Huo Fo [Buddha Hidup Ci
Kong] digunakan dalam Fu Ci. Serta dalam kitab mereka dikarang suatu ucapan indah guna
menutupi kebohongan itu. Mereka mengatakan: “Membaca Sutra adalah bertujuan untuk
memperoleh Dharma, bila sudah memperoleh Dharma maka boleh saja tidak membaca Sutra;
Asal kita bisa menjaga batin yang suci, itu adalah Sutra Sejati tanpa huruf. Apalagi Sutra
Buddhis total berjumlah 5.480 jilid, setiap hari membaca 1 jilid pun memerlukan waktu 15
tahun untuk membaca habis, kita mana ada waktu sebanyak itu…”. Ucapan ini, di samping
menunjukkan betapa besarnya Tao yang mereka sebarkan sehingga membangkitkan
keyakinan para pengikut, juga dengan alasan ini mereka menghancurkan keinginan pengikut
untuk mempelajari Sutra Buddhis. Bukankah ini ibaratnya sekali merengkuh dayung, dua tiga
pulau terlampaui? Maka tak heran bila hanya dalam rumah beberapa pimpinan Yi Kuan Tao
saja terlihat adanya Kitab ‘Cin Kang Cing’ [Sutra Intan], ‘Lio Cu Dan Cing’ [Sutra Sesepuh
Keenam], ‘Mi Le Bu Sha Shang Sia Sheng Cing’ [Kitab Buddha Maitreya Terlahir di Alam
Tusita dan Turun ke Alam Manusia] dan lain sebagainya. Sedang di rumah pengikut awam
sulit ditemukan adanya Sutra Buddhis. Sutra-Sutra tersebut mereka manfaatkan untuk dicuri
ajarannya, diubah inti ajarannya, dipakai untuk menyelewengkan kebenaran dan sebagai
acuan ajaran sesat mereka.
Saya pernah melihat kitab gadungan ‘Kitab Turunnya Buddha Maitreya ke Alam
Manusia’ di ruangan mereka, ini adalah kitab gadungan yang khusus ditulis oleh pimpinan
mereka. Dikatakan bahwa dua orang sesepuh mereka, Sesepuh Ke-13 (Si Huan Wu) dan
Sesepuh Ke-17 (Lu Cong Yi), merupakan dua orang sesepuh Buddhis jelmaan dari Buddha
Kuno Maitreya (Bodhisattva Maitreya).
Isi kitab gadungan ini sangat kasar dan dangkal. Bagi mereka yang paham dengan Agama
Buddha, dengan sekali lihat saja akan tahu bahwa itu adalah kitab gadungan.
Para Tao-Jin Yi Kuan Tao, bila kalian memiliki kitab gadungan ini, maka saran saya
bawalah ke vihara dan bandingkan dengan Kitab Maitreya yang sebenarnya, maka akan
terbukti bahwa ucapan saya ini bukan dusta. Sutra adalah Kitab Suci yang berisikan Dharma
yang diucapkan oleh Buddha Sakyamuni demi kebahagiaan makhluk hidup, sedang kitab
gadungan adalah kitab dusta karangan pimpinan ajaran sesat yang bertujuan demi
terpenuhinya nafsu akan nama dan keuntungan. Isi dan inti ajaran antara Sutra asli dan kitab
gadungan, berbeda bagaikan langit dan bumi.
23. TOKOH KHAYALAN – IBU SUCI
Berikut di bawah ini kita akan membicarakan permasalahan mengenai tokoh khayalan
tertinggi Yi Kuan Tao yaitu Ibu Suci.
Dalam kitab Yi Kuan Tao – ‘Hal Penting Dalam Berlatih Tao’, dituliskan: “Tao kita
memuja Ibu Suci Wu Ci. Orang tua melahirkan tubuh jasmani, sedang Ibu Suci melahirkan
jiwa. Dalam Konfusius disebut sebagai ‘Wei Huang Shang Ti’, Buddhis menyebut sebagai ‘Si
Dien Ku Fo’ [Buddha Kuno Surga Barat], sedang dalam Taois dinyatakan sebagai ‘Yao Ji Cin
Mu’. Segala sesuatu yang berjiwa dilahirkan oleh Ibu Suci. Merupakan Ibu dari banyak Dewa
dan Buddha, beserta seluruh makhluk hidup di dunia.”
Kita tahu bahwa ‘Yao Ji Cin Mu’ memang benar adalah dewa yang sangat dihormati
dalam Aliran Tao, sedang nama Wei Huang Shang Ti tercantum dalam kitab kuno Tiongkok.
Tetapi dalam Buddhis tidak pernah tercatat adanya ‘Buddha Kuno Surga Barat’. Ini adalah
ulah Yi Kuan Tao mencomot Nama Buddha dan mencampuradukkan antara Dewa, Buddha
dan manusia. Dalam Agama Buddha dikenal adanya pembagian Alam Dewa seperti: 6 tingkat
Alam Kama [Alam Nafsu], memiliki perbedaan jenis kelamin karena itu disebut alam nafsu
indera; 18 tingkat Alam Rupa [Alam Bentuk], hanya memiliki badan jasmani dengan tanpa
adanya nafsu indera; 4 tingkat Alam Arupa [Alam Tanpa Bentuk], di alam ini tanpa badan
jasmani sehingga disebut alam tanpa rupa.
Dari sini kita ketahui bahwa di atas Alam Rupa sudah tidak mengenal istilah wanita.
Kalau begitu, dari mana munculnya tokoh wanita? Apalagi Buddha telah melampaui kondisi
tiga alam yang disebutkan di atas, yang berarti di luar tiga alam lebih tidak mungkin ada
wanita. Dalam Sutra Buddhis juga tidak pernah tercatat adanya ‘Ibu Suci Wu Ci’. Tampak
nyata sekali bahwa pernyataan kitab sesat tentang ‘Ibu Suci Wu Ci merupakan Ibu dari
banyak Dewa dan Buddha’ hanyalah ucapan bohong yang ditulis oleh pimpinan ajaran sesat
untuk mengendalikan orang awam secara psikologis. Tetapi akibatnya hal ini justru
dimanfaatkan oleh Mara yang melalui perantara medium Fu Ci mengaku sebagai Ibu Suci Wu
Ci. Fenomena ini sama seperti yang tertulis dalam Surangama Sutra : “…pada saat itu Mara
akan memperoleh kesempatan, terbang dan merasuki tubuh manusia dan mengucapkan
Dharma Sutra.
Tetapi orang yang kerasukan tidak menyadari bahwa itu adalah Mara, justru
mengatakan telah memperoleh Nirvana -Nibbana… Sering menyebutkan bahwa makhluk
hidup di sepuluh penjuru adalah putera saya, saya melahirkan semua Buddha, saya berada di
luar semua alam, saya adalah Buddha Pertama yang ada secara alamiah, bukan merupakan
hasil berlatih. Inilah yang disebut sebagai Mara yang merupakan makhluk Alam Paranirmita
[alam tertinggi di Alam Kama].” Para umat polos yang menganggap Mara yang merasuki
tubuh medium sebagai ‘Ibu Suci Wu Ci’, benar-benar patut dikasihani!
24. MANUSIA BUKAN DICIPTAKAN OLEH IBU SUCI
Dalam kitab Yi Kuan Tao – ‘Hal Penting Dalam Berlatih Tao’, dituliskan sebagai
berikut: “Pada awalnya di masa Ci terbukalah langit, di masa Jou terbentuklah bumi. Di masa
Yin, oleh karena dunia terasa sepi, maka Ibu Suci menitahkan 9.600.000.000 jiwa Dewa dan
Buddha untuk turun ke dunia menjadi asal munculnya manusia. Tetapi tak terduga, lima
indera tubuh yang kekal dan sejati tergoda oleh lima racun: arak, rupa, harta, hawa [dalam
buku aslinya hanya tercantum empat racun] sehingga lupa akan asal usulnya selama dalam
proses lingkaran kelahiran – kematian yang berulang kali. Karena itu, dalam masa Pancaran
Hijau diutus Ran Teng Fo [Buddha Dipankara] untuk menyebarkan ajaran dan
menyelamatkan 200.000.000 jiwa kembali ke Surga Barat. Di masa Pancaran Merah diutus
Buddha Gautama dan menyelamatkan 200.000.000 jiwa kembali ke Surga Barat. Saat ini
masa Pancaran Putih telah tiba, dengan pertimbangan agar tidak merusak jiwa yang semula
merupakan Putera Buddha, karena itu diputuskan untuk melakukan penyelamatan universal
dengan menitahkan Buddha Kuno Maitreya sebagai pemegang kendali Langit, serta Kong
Jang, Yue Hui sebagai penerima kendali pelaksana yang melanjutkan tugas-tugas terakhir,
selain itu akan dibantu dengan tulisan Dewa -Buddha melalui medium…Dengan ini
menjelaskan lagi bahwa inti ajaran dan pembabaran sebenarnya dari Tao Langit sudah
seharusnya diperoleh oleh umat awam, sekarang merupakan saat bagi kemunculan umat lelaki
dan perempuan yang bajik.”
Sebenarnya Taois mengatakan: “Langit terbuka di masa Ci, bumi terbentuk di masa Jou,
serta manusia terlahir di masa Yin.” [Ci, Jou dan Yin merupakan tiga urutan pertama dari 12
Ranting Bumi, yang bersama dengan 10 Batang Langit digunakan sebagai penunjuk tahun,
bulan, tanggal dan waktu di Tiongkok]. Ternyata oleh Yi Kuan Tao diubah menjadi : “…. Di
masa Yin, oleh karena dunia terasa sepi, maka Ibu Suci menitahkan 9.600.000.000 jiwa Dewa
dan Buddha untuk turun ke dunia menjadi asal munculnya manusia.” Serta seperti yang sudah
saya sebutkan, di dalam Sutra Buddhis tidak tercatat adanya ‘Ibu Suci Wu Ci’. Sebab itu,
dapat dipastikan manusia bukan berasal dari jiwa utusan Ibu Suci Wu Ci. Kalau begitu, dari
manakah asal mula manusia?
Tentang hal ini, Yi Wu (Sheng Gai) Fa Shi dalam buku Beliau berjudul ‘Manusia Bumi’,
dengan jelas memberitahu kita bahwa: “Dalam Ekottarikagama Sutra [setara dengan
Anguttara Nikaya dalam Pali Kanon] dan beberapa Sutra yang lain, tercatat dengan jelas
bahwa manusia yang tinggal di bumi pada awalnya berasal dari Alam Kuang Yin [Alam
Abhasvara (Brahma Abhassara)]. Sedang Alam Abhasvara ini berada di mana? Berada di
Alam Dewa, yang dari bawah ke atas terbagi menjadi: ‘Alam Kama, Alam Rupa dan Alam
Arupa’. Alam Kama terdiri dari 6 alam yaitu Caturmaharajakayika -Catummaharajika,
Trayastrimsa -Tavatimsa, Yama, Tusita, Nirmanarati -Nimmanarati, Paranirmita-vasavartin
-Paranimmita-vasavatti. Alam Rupa terdiri dari 4 Alam Jhana, yaitu: Jhana Pertama terdiri
dari Brahma Parisadya -Brahma Parisajja, Brahma Purohita, Maha Brahma; Jhana Kedua :
Parittabha, Aprumanabha -Appamanaha, Abhasvara -Abhassara. Alam Abhasvara
merupakan alam ketiga dari Alam Jhana Kedua di Alam Rupa. Makhluk di alam ini, saat
berbicara tak terdengar adanya suara, hanya terlihat keluar cahaya dari mulut mereka. Lawan
bicaranya akan segera mengerti maksud si pembicara dengan hanya melihat cahaya tersebut.
Cahaya menggantikan suara, karena itulah alam ini dinamakan Alam Kuang Yin [dalam
Mandarin: Kuang berarti cahaya, Yin berarti suara], …”
Ini adalah penjelasan Buddhis mengenai asal mula manusia di bumi yang berasal dari
Alam Kuang Yin, bukan dilahirkan dari Ibu Suci Wu Ci.
Saya tidak membahas perbedaan yang ada di antara beberapa agama mengenai penjelasan
asal mula manusia. Tetapi oleh karena Yi Kuan Tao memasang papan nama Agama Buddha
dan meneriakkan slogan ‘Menyembah Buddha Memohon Tao’, maka sudah seharusnya
mereka berlaku seperti yang tercantum di Sutra Buddhis. Kalau tidak, bukankah berarti bahwa
mereka adalah bandit pencuri ajaran dan pengikut ajaran pemberontak?
25. UCAPAN SESAT TENTANG TUJUH BUDDHA MENGATUR DUNIA DAN TIGA
BUDDHA MENGAKHIRI DENGAN SEMPURNA
Ajaran sesat Yi Kuan Tao dalam kitab ‘Shou Yuen Ceng Cong Pao’ menyebutkan:
“Dimulai dari terbentuknya langit dan bumi … Ibu Suci yang tidak terlahirkan menitahkan
jiwa asal untuk turun ke dunia, mengutus tujuh Buddha untuk mengatur dunia dan tiga
Buddha untuk mengakhiri dengan sempurna. Buddha Pertama disebut Ji Ai Fo memegang
kendali Langit selama 6.000 tahun; Buddha Kedua bernama Sheng Yi Fo memegang kendali
Langit selama 4.800 tahun; Buddha Ketiga bernama Cia San Juen memegang kendali Langit
selama 3.720 tahun; Buddha Keempat bernama You Jang Keng memegang kendali Langit
selama 7.080 tahun; Buddha Kelima bernama Gong Ku Shen memegang kendali Langit
selama 5.284 tahun; Buddha Keenam bernama Long Ye Shi memegang kendali Langit selama
5.516 tahun; Buddha Ketujuh bernama Ci Dien Fo memegang kendali Langit selama 5.800
tahun…”
Sekarang untuk mengetahui kepalsuannya, kita bandingkan pernyataan di atas dengan
yang tertulis dalam Sutra Buddhis.
Dalam Sutra Buddhis tidak ditemukan nama tujuh Buddha yang dikatakan oleh Yi Kuan
Tao: Ji Ai Fo, Sheng Yi Fo, Cia San Juen, You Jang Keng, Gong Ku Shen, Long Ye Shi, Ci
Dien Fo. Tampak jelas sekali bahwa hal ini merupakan pemalsuan yang dilakukan oleh
pengikut Yi Kuan Tao. Dalam ‘Kitab Sesepuh Keenam’ tertulis: […sudah tidak terhitung
banyaknya Buddha yang terlahir ke dunia ini. Tujuh Buddha yang terakhir adalah: saat jaman
Kalpa Cuang Yen ada Bi Bo Shi Fo [Vipasyin – Vipassi], Shi Ji Fo [Sikhin – Sikhi], Bi Shi Fu
Fo [Visybhu – Vessabhu], dan saat ini, Kalpa Sien, ada Ci Liu Suen Fo [Krakucchanda –
Kakusandha], Ci Na Han Mou Ni Fo [Kanakamuni – Konagamana], Cia She Fo [Kasyapa –
Kassapa], Shi Cia Wen Fo [Sakyamuni Gautama – Gotama]. Inilah tujuh Buddha.”
Dari sini terlihat bahwa yang dikatakan oleh Yi Kuan Tao tentang ‘Tujuh Buddha
Mengatur Dunia’ adalah gubahan dari Kitab Sesepuh Keenam.
Dalam kitab yang sama [Shou Yuen Ceng Cong Pao], tertulis ucapan Yi Kuan Tao
tentang ‘Tiga Buddha Mengakhiri dengan Sempurna’. “Tiga Buddha yang mengakhiri dengan
sempurna adalah Ran Teng Ku Fo [Buddha Kuno Dipankara] sebagai Buddha Kedelapan,
disebut sebagai Jaman Pancaran Hijau, membabarkan Tao pada Pertemuan Long Hua
Pertama, memegang kendali Langit selama 1.500 tahun hingga tahun 52 Raja Cou Mu Wang
[Raja Kelima dari dinasti Cou Barat, dinasti ini berkuasa antara 1.100 SM – 771 SM]. Buddha
Kesembilan adalah Buddha Sakyamuni yang merupakan Jaman Pancaran Merah,
menyebarkan Buddha Dharma pada Pertemuan Long Hua Kedua, mencukur rambut dan
menjadi bhiksu memegang kendali Langit selama 3.000 tahun hingga berakhirnya masa Wu,
tahun 1929 merupakan peralihan dengan masa Wei. Buddha Kuno Maitreya merupakan
Buddha Kesepuluh di Jaman Pancaran Putih, menyebarkan Ajaran Konfusius dan
menyelesaikan Urusan Pengakhiran dengan penyelamatan universal… Buddha ini telah
terlahir selama 9-10 kehidupan, memiliki jasa kebajikan yang tak terhingga, karena itu
memegang kendali Langit selama 10.800 tahun hingga berakhirnya masa Wei. Dan saat masa
Shen tidak ada lagi manusia yang menerima kendali Langit, maka tugas sepuluh Buddha
mengatur dunia telah berakhir dengan sempurna.”
Ucapan sesat Yi Kuan Tao ini benar-benar merupakan omong kosong. Bagi mereka yang
pernah mempelajari Agama Buddha akan tahu bahwa Buddha telah terlepas dari kondisi tiga
alam enam makhluk, merupakan Raja Dharma yang Tertinggi yang telah mencapai
Penerangan Sempurna. Beliau telah terlepas dari belenggu tamak, kemasyhuran dan
kedudukan. Bagaimana mungkin ada terjadi seorang Buddha memegang kendali Langit
selama ribuan tahun dan kemudian dilanjutkan oleh Buddha lain? Selain itu, ucapan Yi Kuan
Tao tentang Tiga Pertemuan Long Hua adalah merupakan pencurian dari Sutra ‘Fo Shuo Mi
Le Bu Sha Sia Sheng Jeng Fo Cing’ [Sutra Buddha Maitreya Terlahir di Alam Tusita dan
Turun ke Alam Manusia]: “… saat itu ada sebatang pohon Bodhi yang disebut sebagai Long
Hua … Maitreya mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon ini… Saat pertama kali
memutar roda Dharma menyelamatkan 9.600.000.000 Arahat terbebas dari kemelekatan pada
‘aku’. Pada Pertemuan Kedua sebanyak 9.400.000.000 Arahat terbebas dari lautan kebodohan
batin. Pertemuan Ketiga sebanyak 9.200.000.000 Arahat sehingga bebas mengendalikan hati
dan pikiran.”
Dari kalimat Sutra di atas, Yi Kuan Tao mempertahankan angka ‘9.600.000.000 dan
9.400.000.000’, tetapi memunculkan dua angka 200.000.000 yang berasal dari perhitungan
9.600.000.000 dikurangi 9.400.000.000 dan 94.000.000.000 dikurangi 9.200.000.000,
kemudian mengarang ucapan sesat seperti berikut: “Di masa Yin, Ibu Suci menitahkan
9.600.000.000 jiwa Dewa dan Buddha untuk turun ke dunia menjadi asal munculnya
manusia... dalam masa Pancaran Hijau diutus Ran Teng Fo [Buddha Dipankara]
untuk menyebarkan ajaran dan menyelamatkan 200.000.000 jiwa kembali ke Surga Barat. Di masa Pancaran Merah diutus Buddha Gautama dan menyelamatkan 200.000.000 jiwa kembali ke Surga Barat. Saat ini masa terakhir dari tiga jaman merupakan akhir penyelamatan universal yang mana Ibu Suci ingin menyelamatkan 9.200.000.000 jiwa yang merupakan putera asal untuk kembali ke tempat semula dan mengikuti Pertemuan Long Hua Ketiga…”
Saya katakan bahwa adanya persamaan antara angka dalam Sutra Buddhis dengan ucapan
sesat Yi Kuan Tao bukanlah merupakan kebetulan. Bukan maksud saya ingin memfitnah Yi
Kuan Tao, melainkan dengan sebenarnya mengungkapkan bahwa sejak dari awalnya para
pengikut ajaran sesat telah mempunyai rencana licik bermaksud mencuri Buddha Dharma.
Cara kekanak-kanakan macam ini ibaratnya burung onta yang menyembunyikan kepalanya ke
dalam pasir dan beranggapan bahwa para pemburu tidak akan melihat dirinya.
Dalam kesempatan ini, saya berharap semoga seluruh Tao-Jin seperti Tien Juan Shi,
Ciang Tao Shi dan Dang Cu yang bertugas menyebarkan ajran agar dapat tersadar. Janganlah
menipu diri sendiri lagi, kalau tidak, pada akhirnya yang menerima getah adalah kalian
sendiri.
26. BODHISATTVA MAITREYA SAAT INI BELUM MENJADI BUDDHA
Selanjutnya kita bicarakan pernyataan bahwa Bodhisattva Maitreya telah menjadi
Buddha.
Dalam Sutra Intan dikatakan : “…Subhuti… memperoleh Penerangan Sempurna dengan
memahami ada dan kosong, maka Buddha Dipankara memberi pengakuan dan mengatakan
kepada Saya bahwa dalam kehidupan yang akan datang akan menjadi Buddha dengan nama
Sakyamuni…”
Dalam Sutra ‘Fo Shuo Mi Le Bu Sha Shang Sheng Tou Suai Dien Cing’ [Sutra Buddha
Membabarkan Bodhisattva Maitreya Terlahir di Alam Tusita] dikatakan: “…umur bumi
5.600.000.000 tahun (berdasarkan waktu bumi), Anda (menunjukkan Bodhisattva Maitreya)
akan terlahir di bumi, seperti yang dinyatakan dalam ‘Mi Le Sia Sheng Cing’ [Sutra Turunnya
Maitreya ke Alam Manusia]…”
Dengan kata lain, berdasarkan ucapan Buddha di dalam Sutra ‘Fo Shuo Mi Le Bu Sha
Shang Sia Sheng Cing’, Bodhisattva Maitreya akan terlahir di alam manusia kelak setelah
5.670.000.000 tahun bumi, yang mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon Long Hua
di taman Hua Lin di luar kota Ci Dou [Kepala Ayam].
Dari sini dapat diketahui, dari urutan mencapai keBuddhaan maka Buddha Dipankara
adalah yang lebih dulu. Beliau jauh pada masa kalpa Cuang Yen telah menjadi Buddha,
merupakan salah satu dari seribu Buddha. Kalpa saat ini disebut Kalpa Sien yang juga
merupakan kalpa munculnya seribu Buddha. Pertama adalah Ci Liu Suen Fo, Kedua adalah Ci
Na Han Mou Ni Fo, Ketiga adalah Cia She Fo, Keempat adalah Shi Cia Mou Ni Fo, Kelima
adalah Mi Le Fo [Maitreya] … hingga Buddha Keseribu adalah Lou Ci Fo.
Berdasarkan uraian Sutra dapat kita ketahui bahwa Bodhisattva Maitreya saat ini belum
menjadi Buddha. Beliau masih berada di Alam Tusita membabarkan Dharma, masih harus
menunggu waktu yang sangat lama untuk terlahir, berlatih dan menjadi Buddha di alam
manusia.
Tampaknya para guru sesat Yi Kuan Tao telah salah jalan. Mereka mencuri isi dan
menyelewengkan arti Sutra berdasarkan pandangan sesat mereka sendiri, yang kemudian
disebarluaskan sebagai ajaran sesat dengan tujuan menyesatkan umat dan merusak Buddha
Dharma. Benar-benar kamma yang sangat buruk!
( BERSAMBUNG 7# ) -
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 7# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 7# )
27. JAMAN ‘TIGA YANG’ YANG TIDAK BERDASAR DAN ASAL TEMPEL
Ada ucapan Tiongkok yang dikenal dengan: ‘San Yang Gai Dai’ [Tiga ‘Yang’ Awal
Kemakmuran, istilah Yang di sini berarti unsur Yin – Yang atau secara harafiah berarti
matahari]. Dikatakan bahwa bulan Sepuluh [penanggalan Imlek] disebut sebagai Guen Kua
yang sepenuhnya merupakan perwujudan unsur Yin [negatif, dingin]. Bulan Sebelas adalah
Fu Kua, munculnya awal unsur Yang [positif, panas]. Bulan Dua Belas adalah Lin Kua,
munculnya unsur Yang kedua; sedang bulan Satu Tahun Baru disebut Dai Kua yang
merupakan munculnya unsur Yang ketiga. Istilah Tiga Yang Awal Kemakmuran
menunjukkan bahwa musim dingin telah berlalu dan berlanjut dengan datangnya musim semi,
lenyapnya unsur Yin dan berkembangnya unsur Yang, merupakan suatu fenomena yang baik
dan menggembirakan. Karena itu dalam perayaan Tahun Baru, istilah ‘Tiga Yang Awal
Kemakmuran’ digunakan sebagai pembuka ucapan Selamat Tahun Baru. Sekarang ajaran
sesat Yi Kuan Tao dengan seenaknya mencomot dan menempelkan istilah ini sehingga
menjadi masa keberadaan Buddha Dharma di dunia. Dikatakan bahwa ‘Jaman Pertama adalah
Pancaran Hijau, Jaman Kedua adalah Pancaran Merah, Jaman Ketiga adalah Pancaran Putih’.
Padahal, masa keberadaan dan kehancuran Buddha Dharma bukan diklasifikasikan secara
demikian.
Hui Ming Ta Shi dalam salah satu karya Beliau, berdasarkan yang tercantum dalam
Sutra, secara jelas memberi tahu kita: “Semasa beradaNya Buddha Sakyamuni di dunia,
selama 1.000 tahun kemudian disebut masa Ceng Fa [Dharma Sejati], dari 1.000 tahun hingga
2.000 tahun disebut masa Siang Fa [Dharma Mirip], sedang masa di atas 2.000 tahun disebut
Mo Fa [Dharma Akhir] yang berlangsung selama 10.000 tahun. Saat ini adalah masa Mo Fa
(karena saat ini merupakan tahun Buddhis 2521). 10.000 tahun lagi maka Buddha Dharma
akan lenyap.”
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa Yi Kuan Tao mencampuradukkan dengan
Ajaran Tao sehingga ‘Dharma Sejati, Dharma Mirip, Dharma Akhir’ berubah menjadi
‘Pancaran Hijau, Pancaran Merah, Pancaran Putih’. Menyebut masa Dharma Akhir sebagai
‘Bencana Terakhir Jaman Ketiga’. Sedang mengenai urutan Buddha Dipankara, Buddha
Sakyamuni hingga Buddha akan datang Maitreya seperti yang tercantum dalam Sutra ‘Fo
Shuo Mi Le Bu Sha Sang Sia Sheng Cing’, diubah menjadi: “Pertemuan Long Hua Pertama
ada di Jaman Pancaran Hijau dengan Buddha Dipankara sebagai pemegang ajaran dan
menyelamatkan 200.000.000 jiwa kembali ke Surga Barat. Pertemuan Long Hua Kedua ada di
Jaman Pancaran Merah dengan Buddha Gautama sebagai pemegang ajaran dan
menyelamatkan 200.000.000 jiwa kembali ke Surga Barat. Pertemuan Long Hua Ketiga ada di
Jaman Pancaran Putih dengan Buddha Kuno Maitreya memegang kendali Langit
menyelamatkan 9.200.000.000 jiwa ke kampung halaman.”
Ini semua adalah hasil curian dan pemalsuan ucapan Buddha yang tertulis dalam Sutra
Buddhis. Karena adanya polesan di luarnya sehingga bisa memperdaya banyak umat yang tak
pernah mempelajari Buddhisme, termasuk saya dahulunya. Kami dituntun menuju gunung golok, tetapi justru berterima kasih pada mereka karena mengira dituntun menuju goa harta. Benar-benar patut dikasihani.
Di sini saya harapkan semoga para Tao-Jin seperti Tien Juan Shi dan semacamnya, dapat
cepat tersadar dari ketersesatan. Bila tidak, di samping kalian tidak akan dapat lagi membantu
orang lain ‘mendaftarkan nama di Surga, mencabut nama di Neraka’, justru kalian yang
membuat diri sendiri menjadi ‘mendaftarkan nama di Neraka, mencabut nama di Surga’!
28. PENYEBAB SEMAKIN BERKEMBANGNYA YI KUAN TAO
Beberapa tahun terakhir ini, prestasi perkembangan penyebaran Yi Kuan Tao sangat
mencengangkan. Hal ini disebabkan karena digunakannya petunjuk Dewa melalui medium
yang berhasil menyesatkan banyak pengikut. Selain itu, masih ada beberapa penyebab seperti
tersebut di bawah ini :
1. Baik dalam penataan Fo Dang ataupun pelaksanaan sila, bahkan isi ajaran sesat
mereka, kesemuanya mengambil dan meniru Agama Buddha. Sehingga banyak masyarakat
awam yang tertipu menganggap Yi Kuan Tao sebagai Agama Buddha.
2. Mereka yang belum masuk menjadi anggota Yi Kuan Tao tidak ingin berselisih
dengan pengikut Yi Kuan Tao. Sedang pengikut Yi Kuan Tao sendiri sangat merahasiakan
ajaran mereka, tidak sembarangan membocorkan kepada orang luar, serta dalam setiap
pertemuan selalu berwaspada sehingga tidak mudah bagi pihak berwajib untuk mendeteksi
kegiatan mereka. Penulis menyatakan hal ini berdasarkan informasi internal Yi Kuan Tao
yang mewajibkan para Dang Cu untuk merahasiakannya.
a. Rahasia Langit sangat dalam dan tak bisa diraba, dilarang dibocorkan.
b. Dilarang membocorkan nama Tien Juan Shi dan Yin Pao Shi.
c. Dilarang membocorkan isi Pernyataan Tekad dan Penyesalan.
d. Dilarang membocorkan lokasi Fo Dang.
e. Dilarang bergerombol di jalanan membicarakan Rahasia Langit Tao.
f. Dilarang membawa Putera Mara masuk ke altar.
g. Seluruh daftar nama dan buku tentang Tao di dalam Fo Dang dilarang diletakkan
secara sembarangan.
h. Cobaan angin dan urusan dalam Fo Dang harus dilaporkan pada Tien Juan Shi.
i. Harus memutasi orang untuk melindungi Dharma.
j. Harus dicegah munculnya cobaan angin.
Di sini yang dikatakan sebagai cobaan angin dan urusan dalam Fo Dang adalah
menunjukkan oleh karena terciumnya kegiatan mereka serta Fo Dang gabungan kena gerebek
yang berakibat pengikut mereka tertangkap. Dari sini dapat diketahui bahwa kewajiban
merahasiakan Rahasia Langit diberlakukan sangat ketat, serta tajamnya kepekaan terhadap
hal-hal yang tak diinginkan, sehingga pihak berwajib tidak mudah mencium kegiatan mereka.
3. Negara kita adalah negara demokrasi yang mengijinkan warganya untuk bebas
memeluk agama dan keyakinan masing-masing. Sedang tidak ada batas-batas yang jelas
tentang pelanggaran agama. Oleh sebab itu, pihak berwajib selama ini hanya bisa
membebaskan kembali para pengikut Yi Kuan Tao yang tertangkap saat melakukan kegiatan
karena tidak diketemukannya bukti nyata tentang usaha pemberontakan terhadap negara. Ada
pula pihak berwajib yang tidak bisa membedakan antara Agama Buddha yang sebenarnya dengan yang gadungan, bahkan mereka secara tanpa sadar ikut menjadi anggota Yi Kuan Tao, atau setidaknya bersimpati pada Yi Kuan Tao. Inilah kelemahan pihak berwajib yang dimanfaatkan oleh para penganut ajaran sesat untuk menyebarluaskan ajaran sesat mereka.
4. Dari penyebaran ajaran hingga pelatihan pengkaderan para penyebar ajaran, ini semua
merupakan hasil kecermatan perencanaan dari pimpinan tertinggi mereka, inilah yang
merupakan mata rantai terpenting.
29. PELATIHAN KHUSUS PARA PENYEBAR AJARAN
Dalam ajaran sesat Yi Kuan Tao disebutkan bahwa setiap orang dapat menjadi Yin Pao
Shi. Asal anda adalah pengikut yang telah memasuki Tao, serta bersedia mengajak orang luar
menjadi anggota dengan dasar hubungan saudara, teman, teman sekolah atau rekan kerja,
maka para pimpinan Yi Kuan Tao akan dengan kedua tangan teracung ke atas mendukung
anda sepenuhnya. Saat itulah anda akan menjadi Yin Shi atau Pao Shi.
Bila anda berhasrat menjadi Dang Cu, Ciang Tao Shi ataupun Tien Juan Shi, maka harus
melalui evaluasi dan pelatihan khusus dari pimpinan. Karena itulah dalam Yi Kuan Tao
dibentuk beberapa macam jenis pelatihan yang khusus mencetak para penyebar ajaran. Seperti
misalnya ‘San Jai Yen Cio Pan’ [Kelas Penelitian Tiga Talenta] yang khusus melatih para
medium Fu Ci. Bila anda telah lulus dari ‘Dang Cu Yen Cio Pan’ [Kelas Penelitian Dang Cu],
ini berarti anda telah menerima Firman Langit, saat itu anda telah memiliki kualifikasi untuk
mendirikan Fo Dang gadungan. Para murid kelas penelitian ini harus sebagai kepala rumah
tangga serta memiliki kondisi ekonomi yang cukup makmur, pun memiliki keyakinan yang
dalam terhadap Yi Kuan Tao. Mereka ini sudah sejak lama berpandangan bahwa mendirikan
Fo Dang adalah suatu kebanggaan, bahkan dapat menyelamatkan para leluhur. Karena itulah
banyak orang yang dengan senang hati tanpa mengenal lelah terbuai dalam hal yang satu ini.
Ciang Tao Shi juga harus melalui pelatihan ‘Ciang Tao Shi Yen Cio Pan’ [Kelas
Penelitian Ciang Tao Shi]. Sedang mengenai penyeleksian Tien Juan Shi, tampaknya saja
memiliki kriteria yang sangat ketat, tetapi sebenarnya sangatlah mudah. Berdasarkan ucapan
Li Shi Yu Cin [Cin di sini merupakan panggilan penghormatan yang bisa diartikan sebagai
yang budiman] : “… Mereka yang ingin menjadi Tien Juan Shi, secara prinsip harus memiliki
jasa kebajikan yang sangat dalam, mengerti ajaran, berkepribadian mulia, memiliki kemauan
yang teguh, melatih diri baik secara jasmani maupun rohani, terjaga baik dalam ucapan
maupun tindakan, orang macam inilah yang baru bisa disebut layak…Tetapi dalam
kenyataannya, asalkan memiliki keyakinan yang sangat tinggi dan memiliki dana untuk
mendirikan Fo Dang, dapat mengajak orang pergi ke tempat jauh untuk merintis Tao, maka
mereka dipandang layak, tidak perlu harus mengerti ajaran dan memiliki kepribadian mulia
” Pernah ada seorang Tien Juan Shi yang melepaskan diri Yi Kuan Tao secara jujur berkata,
“Asal tergolong orang mampu serta memiliki kedudukan dalam masyarakat maka akan
dihormati dan dipromosikan dengan cepat oleh para pimpinan dengan diberikan posisi
penting.”
Kedua ucapan di atas saling melengkapi dan membuktikan bahwa yang dimaksud Yi
Kuan Tao dengan ‘Tien Juan Shi menerima Firman Langit’, tidak lebih dari pengikut mereka
yang berprestasi baik, giat belajar dan jujur, yang bila diketahui oleh pimpinan Yio Kuan Tao
akan diberikan wewenang agar dia menjadi Tien Juan Shi. Dengan kata lain, ucapan pimpinan
ajaran sesat adalah melambangkan Firman Langit, oleh karena itulah disebut sebagai
‘menerima Firman Langit’. Padahal, di dunia ini mana ada hal yang begitu mudah? Asalkan
seseorang yang mengaku telah menerima Firman Langit memberi satu titikan di antara kedua
mata anda, maka anda dapat naik ke Surga serta menyelamatkan sembilan tingkat keturunan
dan tujuh tingkat leluhur. Kalau begitu, bukankah pendeta Kristen, biarawan dan biarawati
Katolik serta bhiksu Buddhis yang dengan tekun berlatih sila, semuanya melakukan hal yang
sia-sia?
30. METODE PENYEBARAN AJARAN YI KUAN TAO
Banyak di antara pengikut Yi Kuan Tao yang hanyalah petani desa dengan status
pendidikan formal yang tidak tinggi (paling tinggi adalah lulusan SLTP, bahkan ada yang
tidak mengenyam pendidikan formal sama sekali). Tetapi saat berbicara tentang Tao, mereka
bisa bicara dengan lancar tiada hentinya, dapat dikatakan sangat fasih sekali. Bila tidak
mendengarkan sendiri, orang tidak akan percaya dengan kemampuan berceramah mereka. Hal
ini terbentuk karena keyakinan yang kuat terhadap ajaran sesat, serta setiap harinya mata dan
telinga mereka dirasuki ajaran, pula ada beberapa dari mereka yang pernah mendapatkan
pelatihan khusus. Sehingga seiring dengan berjalannya waktu, mereka menjadi orator dan
pencerita yang kompeten.
Berikut ini adalah kutipan yang penulis ambil dari karya Li Shi Yi Cin yang berjudul
‘Metode Penyebaran Ajaran Yi Kuan Tao’ dengan maksud sebagai referensi bagi khalayak
ramai. Li Shi Yi Cin dalam karyanya ini menulis secara ‘to the point’, yang ditulisnya tidak
berbeda banyak, bahkan hampir tidak berbeda dengan yang penulis pernah lihat dan dengar.
Gaya tulisannya juga lebih baik dibanding penulis, karena itu penulis mengutip langsung
tulisannya untuk menghindari kekurangmampuan bila menulis kembali dalam bahasa penulis
sendiri.
Setelah masuk menjadi anggota, para pengikut Yi Kuan Tao benar-benar memperoleh
ketenangan dan dengan sekuat tenaga mengejar kebahagiaan yang telah dijanjikan
sebelumnya oleh Ibu Suci Yang Tak Terlahirkan. Tidak segan-segan mengorbankan harta
pribadi, rela pergi ke tempat yang jauh sebagai perintis. Bila tak dapat merintis Tao di tempat
lain, setidaknya mereka akan membabarkan Tao di antara sanak keluarga dan teman mereka.
Mereka sering mengatakan: “Kita menemukan harta karun sejati yang tersimpan di dalam
bumi, mana mungkin tidak mengajak sanak keluarga dan teman untuk bersama-sama
mendapatkannya? Bila kalian tidak memasuki Tao, maka kelak ketika saya masuk ke Surga Li
mendampingi Ibu Suci menikmati kebahagiaan yang tak terbatas, saat itu mana mungkin saya
tega melihat kalian dalam penderitaan? Dalam kehidupan ini kita sebagai sanak keluarga dan
teman, sesampainya di Surga Li kita juga masih menjadi sanak keluarga dan teman. Bila
kalian menolak untuk memasuki Tao berarti kalian tidak bersedia menjadi sanak keluarga dan
teman saya yang abadi.” Sebab itu, ada beberapa orang yang menerima Tao adalah
dikarenakan merasa tidak enak hati menolak rasa persaudaraan dan persahabatan.
Seorang penyebar ajaran yang baik sering menggunakan metode ‘penekanan’ yang
tersebut di atas sebagai senjata terakhir. Selain itu, mereka menggunakan dua jenjang metode
intimidasi dan iming-iming. Metode intimidasi tidak lain dan tidak bukan adalah ucapan
‘Bencana Terakhir Jaman Ketiga’ telah tiba, menjelaskan betapa dahsyatnya akhir jaman
menyapu dunia. Bahkan Buddha Intan dan Dewa di bumi juga tak dapat meloloskan diri dari
bencana ini. Intimidasi ini juga dilakukan dengan mengatakan penderitaan lingkaran sebab
akibat dan tumimbal lahir. Agar supaya perkataan mereka tidak terlihat sebagai sesuatu yang
tidak nyata, mereka sering menggunakan peristiwa yang terjadi baik di dalam ataupun di luar
negeri, bahkan kejadian rumah tetangga terbakar malam sebelumnya, sebagai pembuktian
kebenaran ucapan mereka. Metode iming-iming dilakukan dengan ucapan Ibu Suci Tak
Terlahirkan mengutus Ci Kong Huo Fo [Buddha Hidup Ci Kong] yang menjelma menjadi
Sesepuh Kong Jang, turun ke dunia untuk menyelamatkan putra-putri kaisar, serta melakukan
tugas-tugas akhir ‘Penyelamatan Universal Tiga Tingkat’: di atas menyelamatkan para Dewa,
di tengah menyelamatkan penduduk dunia, di bawah menyelamatkan para makhluk setan.
Cukup hanya menerima satu titikan [di antara kedua mata] dari Kong Jang (catatan penulis:
Sesepuh ajaran sesat Kong Jang meninggal dengan tragis, sebab itu ucapan menerima satu
titikan Kong Jang akhirnya diubah menjadi menerima satu titikan Tien Juan Shi), maka para
Dewa akan terbebas dari tumimbal lahir, selamanya tetap menjadi Dewa; para setan akan
terbebas dari neraka dan langsung naik ke Surga Kebahagiaan Li; manusia akan langsung
melampaui kesucian menjadi Buddha. Ke atas menyelamatkan sembilan tingkatan leluhur, ke
bawah memberkati tujuh tingkatan keturunan. Saat meninggal, bola mata tidak terpencar,
tubuh tidak mengeras, meskipun dalam musim panas yang terik juga tidak akan tumbuh ulat.
Bermacam-macam keajaiban, benar-benar tak terbatas dan tak terhingga, bila ingin hidup
dalam dunia ini maka menjadi pengikut Yi Kuan Tao adalah satu-satunya pintu. Kita selain
dapat menjadi saudara dan teman, bahkan memperoleh petunjuk dari mereka yang telah
menerima Tao, ini menunjukkan dasar landasan kebajikan kita tidaklah dangkal. Dapat
dipastikan tergolong dalam ‘anak asal sembilan enam’.
Bila segala upaya tidak dapat menggoyahkan iman orang yang dibujuk, maka akan
digunakan cara penekanan. Cara penekanan tidak dilakukan hanya sekali saja, mereka
utarakan berulang kali. Seakan-akan membujuk orang lain memasuki Tao adalah misi terbesar
dalam hidup mereka. Oleh sebab itu, saat membujuk Tao-Jin baru, mereka tidak segan-segan
menghabiskan waktu, ucapan dan harta.
Yang disebutkan oleh Li Cin ini sepenuhnya menggambarkan dengan tepat kondisi
penyebaran Tao yang dilakukan oleh pengikut Yi Kuan Tao, juga membuktikan bahwa
kondisi ini sesuai dengan apa yang diharapkan oleh leluhur ajaran sesat terhadap para
pengikutnya :
1. Harus memiliki kaki seperti kelinci. [lincah]
2. Harus memiliki muka seperti kura-kura. [tebal muka]
3. Harus memiliki keberanian seperti pahlawan. [berani]
31. CARA-CARA PENGEMBANGAN YI KUAN TAO
Cara-cara yang digunakan untuk mengembangkan Yi Kuan Tao sangat taktis, tetapi juga
sangat kejam. Sebagai contoh: mereka dengan sengaja menyimpangkan arti inti ajaran semua
Kitab Suci, merendahkan ajaran yang benar serta merubah Nama Buddha. Selain itu, memalsu
menggunakan nama Dewa, Bodhisattva dan Buddha turun dalam medium dengan tujuan
sebenarnya mencari pengikut untuk melakukan pemberontakan. Ambisi politik yang
tersembunyi di belakang punggung ini, benar-benar membuat rambut kepala berdiri tegak
[marah].
Ada seorang pengikut Yi Kuan Tao dengan nama Si Ming menulis sejilid buku ajaran Yi
Kuan Tao yang berjudul ‘Tao Cie Yi Lin Ming Ceng’ [Bukti Sudah Datangnya Bencana Tao]
yang di dalamnya banyak terdapat kutipan Kitab-Kitab Suci Konfusius, Buddha, Tao dan
Kristen. Di dalam kutipan Sutra Buddhis yang mereka pergunakan, sengaja disusupkan
beberapa istilah Yi Kuan Tao agar menyimpang dari arti sebenarnya dengan tujuan
menyesatkan pengikut yang polos. Di sini akan saya buktikan.
Dalam Sutra Intan, Buddha berkata pada Subhuti : “Jangan berkata demikian, lima ratus
tahun setelah Sang Buddha Parinirvana, bila ada orang yang menjalankan sila dan berlatih
dalam kebajikan, serta timbul keyakinan atas kebijaksanaan yang terurai dalam pasal-pasal
kitab ini, mereka menjadikan kebijaksanaan ini sebagai Dharma yang sejati.”
Tao-Jin yang menyebut diri sebagai Si Ming itu ternyata dengan sengaja
menyelewengkannya menjadi : “…selama 2.500 tahun setelah Sang Buddha Parinirvana akan
ada banyak orang yang menjalankan sila serta berlatih dalam kebajikan dan kebijaksanaan,
saat itulah jaman bersinar kembalinya Dharma sejati dan dimulainya penyelamatan universal.”
Serta mengatakan: “Saat ini Tao Besar turun ke dunia, para Bodhisattva dan Buddha
berdasarkan tekad mulia terlahir ke dunia, sekarang inilah saatnya itu. Oleh sebab itu, ucapan
500 tahun kemudian adalah petunjuk Sang Buddha kepada umat manusia agar memperhatikan
waktu dimulainya penyelamatan universal. Dengan harapan agar tidak timbul keraguan di hati
umat manusia…”
Yang dimaksud dengan ucapan ‘Tao Besar turun ke dunia’ adalah Yi Kuan Tao; sedang
‘waktu dimulainya penyelamatan universal’ menunjukkan ucapan sesat ‘Penyelamatan
Universal Tiga Tingkat, Bencana Terakhir Jaman Ketiga Diakhiri dengan Sempurna’.
Tao-Jin Si Ming juga melakukan penyimpangan terhadap ‘Fo Shuo Mi Le Shang Sheng
Cing’. Buddha berkata kepada Upali: “…kelak di kemudian hari bila ada orang yang setelah
mendengar nama Maha Karuna Bodhisattva, membuat patung Sang Bodhisattva yang ditutupi
dengan pakaian, serta kain penghias, orang ini saat akan meninggal, Bodhisattva Maitreya
dengan memancarkan sinar berwujud manusia dari dahi di antara kedua mata, bersama-sama
dengan para Dewa menyambut orang tersebut …”. Kalimat ini diselewengkan menjadi:
“Umat manusia di akhir jaman yang memperoleh Kitab Sejati Maitreya, harus banyak
merintis dan mengembangkan tempat Tao, di saat akan meninggal orang ini …”
Ucapan ‘harus banyak merintis dan mengembangkan tempat Tao’ merupakan istilah Yi
Kuan Tao, yang berarti mengajak para pengikut untuk pergi ke tempat lain menyebarkan Tao
dengan mendirikan Fo Dang gadungan.
Saat ini Yi Kuan Tao dan saudaranya yaitu perkumpulan agama rahasia yang lain
(semuanya adalah kelanjutan dari Pai Lien Ciao), sudah menjadi mode bagi mereka untuk
menyelewengkan arti Sutra, yang sebenarnya merupakan tindakan kekanak-kanakan. Mereka
menggunakan istilah Dewa Gunung XX, Orang Suci XX, penjelasan rahasia Sutra Intan serta
uraian rahasia Sutra Hati Kuan Yin, sekilas tampaknya seperti karya penulis yang menguasai
Sutra, tetapi dalam kenyataannya tak lebih dari ajaran sesat ngawur hasil rekayasa para guru
sesat. Mereka dengan sengaja menyusupkan ajaran sesat untuk menyimpangkan arti
sebenarnya, agar umat yang belum pernah membaca Sutra Buddhis menjadi mudah tertipu.
Bukan hanya itu saja, bahkan secara lantang menyombongkan ajaran mereka dengan
mengatakan: “Penjelasan dari orang awam (catatan penulis: penjelasan yang semestinya
benar) disebut ‘penjelasan secara harafiah’ (memberi kesan bahwa ini merupakan penjelasan
awam), sedang cara penjelasan kita disebut ‘penjelasan buku Langit’ (memberi kesan
superior).”
Ungkapan ‘menyimpang satu huruf dari Sutra adalah ucapan Mara’ merupakan ucapan
yang sangat sesuai untuk menggambarkan perbuatan ajaran sesat itu.
Berikut saya ambilkan lagi beberapa contoh (dikutip dari karya Li Cin):
1. Konfusius berkata: “Ajaran yang Kuajarkan adalah satu, dari jaman dahulu hingga
sekarang adalah sama.” Tseng Shen menjawab: “Ya, hanya satu itu.”
[Ucapan Konfusius ini secara berurutan mengandung huruf Tao – Ajaran/Jalan, Yi
satu, Kuan – sama, konsisten].
Yi Kuan Tao menyelewengkannya menjadi: Konfusius berkata, “Tao yang sekarang
Saya babarkan adalah Yi Kuan Tao.” Tseng Shen mengiyakan. [Tseng Shen
merupakan salah satu murid Konfusius]
2. Ingin memerintah negara, harus terlebih dahulu mengatur rumah tangga; ingin
mengatur rumah tangga, harus terlebih dahulu melatih dirinya.
Diartikan oleh Yi Kuan Tao: ingin mencapai tujuan memerintah negara menguasai
dunia, maka diri sendiri harus terlebih dahulu mendapatkan Yi Kuan Tao, inilah yang
dinamakan melatih diri; kemudian satu keluarga memasuki Tao, ini disebut mengatur
rumah tangga; bila setiap keluarga telah dapat mengatur rumah tangganya [masuk
Tao], maka memerintah negara akan dapat diwujudkan.
3. Tao, tidak dapat dipisah, bila dapat dipisah itu bukanlah Tao.
Diartikan oleh Yi Kuan Tao: setelah memperoleh Tao sejati, maka tidak boleh
berpisah dengan Tao tersebut. Coba lihat seluruh agama di dunia ini, dari dulu hingga
sekarang mana yang dapat ‘selalu bersama tidak berpisah dengan Tao’? Hanya San
Pao [Tri Ratna] yang dibabarkan oleh Yi Kuan Tao yang setelah diperoleh akan
selamanya diingat, yang berarti selalu bersama tidak berpisah dengan Tao. Oleh sebab
itulah, agama yang lain bukanlah ajaran yang benar, bukan Tao.
Saya rasa uraian Li Shi Yu Cin berikut ini sangat tepat untuk melukiskan penjelasan
kekanak-kanakan yang dilakukan oleh Yi Kuan Tao: “Yang mereka katakan sebagai
‘mengutus para budiman di jaman dahulu, tetapi tidak membekali dengan arti yang dalam’,
hal ini tak lain bermaksud merubah setiap kalimat dalam Empat Buku Lima Kitab [Kitab Suci
yang digunakan oleh penganut Konfusius] agar bisa dihubungkan dengan Yi Kuan Tao.”
Dalam kitab ajaran mereka, Yi Kuan Tao merendahkan nilai-nilai agama yang lain.
Mereka mengatakan: “Sayang sekali, Agama Buddha kehilangan Tao yang suci, Agama Tao
kehilangan rahasia dari mulut ke mulut tentang pil kesucian dewa, membaca Sutra melakukan
penyesalan, menjadi pengemis di dunia; Konfusius kehilangan inti ajaran, karya yang dibuat
oleh pelajar mereka tak lebih dari sebuah karya sastra yang umum, bila berbicara tentang
mencapai kebijaksanaan, kemampuan menjaga diri dan mawas diri, memahami ajaran yang
luas, serta cara melatih batin, maka hampir tidak ada di antara mereka yang mengerti hal-hal
di atas. Sebab itulah Tiga Agama Suci tengah menghadapi kemusnahan.”
Dalam karya Li Cin juga dijelaskan mengenai perintah Fu Ci Yi Kuan Tao yang disebut
dengan ‘Perintah Suci Pimpinan Agama Islam dan Kristen’. Perintah ini berisi ucapan
petunjuk dari Mohammad dan Yesus Kristus agar umat Islam dan Kristen bergabung dengan
Yi Kuan Tao. Di antaranya tertulis sebagai berikut: “Saya adalah Yesus Kristus yang
mengemban Perintah Tuhan, memberikan perintah terakhir bagi rakyatKu, kalian tidak perlu
menyembah Saya, Yue Hui si Penolong (catatan penulis: Yue Hui yang dimaksud adalah
Suen Su Cen, istri dari pimpinan ajaran sesat Cang Dien Ran, menyebut diri sebagai jelmaan
Bodhisattva Yue Hui) adalah sinar penerang kegelapan kalian, penunjuk jalan agar tidak
tersesat …”
Ucapan medium di atas sama saja dengan merendahkan nilai Agama Kristen. Saya tidak tahu bagaimana perasaan Umat Kristen bila membaca ucapan penghujatan macam ini?
Untuk sementara kita tidak membicarakan tentang perbuatan buruk ajaran sesat yang
merubah Nama Buddha, akan kita bicarakan hal tersebut secara mendetail di bab belakang.
Selanjutnya kita lihat bagaimana ambisi para sesepuh ajaran sesat yang mengaku sebagai Sesepuh Agama Buddha.
(BERSAMBUNG 8# ) Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 8# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 8# )
32. SILSILAH GADUNGAN AJARAN SESAT
Dalam kitab Yi Kuan Tao ‘Jen Cong’ [Genta Fajar] dan ‘Shou Yuan Ceng Cong Pao
Cien’ [Permata Sekte Sejati Mengakhiri Sempurna] disebutkan tentang silsilah singkat para
sesepuh (silsilah gadungan), seperti berikut di bawah ini:
Sesepuh Pertama, Ta Mo adalah jelmaan dari Buddha Kuno Hu Jeng; Sesepuh Kedua,
Shen Kuang adalah jelmaan Buddha Kuno Ran Teng; Sesepuh Ketiga, Seng Jan adalah
jelmaan Dewa Mulia Ling Pao; Sesepuh Keempat, Tao Sin adalah jelmaan Yang Mulia Dien
Huang; Sesepuh Kelima, Hong Ren adalah jelmaan Ling Siao Cin Dong; Sesepuh Keenam,
Hui Neng adalah jelmaan Buddha Kuno Ti Cang; Sesepuh Ketujuh, Ma Tao Yi adalah
jelmaan Yang Mulia Ma Ming; Pai Yi Jan adalah jelmaan Nan Yi Ta Ti; Sesepuh Kedelapan,
Luo Wei Jin adalah jelmaan Manusia Dewa Kong Yuan; Sesepuh Kesembilan, Huang Te Hui
adalah jelmaan Dewa Mulia Yuen Shi; Sesepuh Kesepuluh, Wu Cing Lin adalah jelmaan Wen
Jang Ti Cin; Sesepuh Kesebelas, He Liau Gu adalah jelmaan Cio Dien Tou Mu; Sesepuh
Keduabelas, Yuen Dui An adalah jelmaan Dewa Mulia Yuen Shi; Sesepuh Ketigabelas, Yang
Huan Si dan Si Huan Wu adalah jelmaan Buddha Kuno Nan Hai dan Buddha Kuno Mi Le;
Sesepuh Keempatbelas, Yao He Dien adalah jelmaan Yao Ji Cin Mu; Sesepuh Kelimabelas,
Wang Cie Yi adalah jelmaan Buddha Kuno Shui Cing; Sesepuh Keenambelas, Lio Jing Si
adalah jelmaan Manusia Dewa Dai Ci; Sesepuh Ketujuhbelas, Lu Cong Yi adalah jelmaan
Sesepuh Mi Le; Sesepuh Kedelapanbelas, Cang Dien Ran adalah jelmaan Buddha Hidup Ci
Kong, Suen Su Cen adalah jelmaan Bodhisattva Yue Hui.
Silsilah gadungan di atas sekilas tampaknya sempurna, serta sesuai dengan pandangan
kepercayaan masyarakat kita terhadap Dewa dan Buddha. Tetapi bila anda bandingkan dengan
Buddhis, maka takkan sulit untuk menemukan cacatnya.
Dalam sejarah Buddhis negara kita, dari Sesepuh Pertama Ta Mo diturunkan kepada
Sesepuh Kedua Shen Kuang, yang kemudian dari Shen Kuang diturunkan hingga Sesepuh
Keenam Hui Neng, peristiwa ini merupakan sejarah aktual, dapat dilihat dalam catatan Sutra.
Hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Yi Kuan Tao, dari Sesepuh Pertama hingga
Sesepuh Keenam adalah titisan Buddha Kuno atau Dewa Mulia. Sedang mengenai Sesepuh
Ketujuh dalam Agama Buddha disebutkan sebagai berikut: “Saat itu, agar generasi mendatang
terhindar dari perebutan jubah dan mangkok Sesepuh, maka Sesepuh Keenam hanya
mewariskan Dharma, tidak mewariskan jubah dan mangkok. Serta saat itu Dharma diwariskan
pada banyak Sangha Ariya, tidak ada penunjukan Sesepuh Ketujuh.” Ini berbeda dengan yang
tertulis di kitab ‘Shou Yuan Ceng Cong Pao Cien’ Yi Kuan Tao seperti berikut: “Saat Sesepuh
Keenam tiba di Jao Si di wilayah Kuang Tong, terkejar oleh bhiksu jahat, beruntunglah
bertemu dengan bintang penolong Pai Yi Jan yang memperoleh jubah dan mangkok Sesepuh
Keenam. Pai menyembunyikan Sesepuh Keenam di rumahnya selama 3 tahun. Kemudian ia
juga menerima Dharma Sejati dari Ma Tuan Yang sehingga menjadi Sesepuh Ketujuh…
Sejak itulah Buddhis musnah dan bangkitlah Konfusius. Tao bangkit di dunia ini yang
merupakan Firman Langit… Ini adalah Rahasia Langit yang tidak diperkenankan diketahui
oleh Sangha. Sebab itulah di dalam ‘Sutra Sesepuh Keenam’ tidak tercantum akan hal ini.”
Benar-benar lelucon terbesar di dunia. Kita tahu bahwa Sesepuh Keenam Aliran Jan
[Ch’an atau Zen], Hui Neng adalah tokoh di jaman dinasti Dang – Dang Dai Cong tahun Cen
Kuan ke-12 hingga Dang Sian Cong tahun pertama [638 – 713 M], sedang Pai Yi Jan adalah
tokoh terkenal di jaman dinasti Song dari Agama Tao Aliran Nan Cong Tan Ting yang hingga
saat ini kitab karya Beliau masih bisa kita jumpai. Pai Yi Jan lahir di jaman dinasti Song
Kuang Cong tahun Shao Si ke-5 (1194 M), kedua tokoh ini hidup di jaman yang sedikitnya
berbeda empat ratus hingga lima ratus tahun. Sebab itu saya tidak mengerti bagaimana cara
Pai Yi Jan menyelamatkan Maha Guru Hui Neng? Atau mungkin pengikut Yi Kuan Tao yang
waktu itu merupakan Pai Lien Ciao memiliki kemampuan ‘memutarbalikkan waktu’?
Sedang mengenai Ma Tuan Yang, juga bukan seperti yang disebutkan oleh Yi Kuan Tao.
Di dalam lampiran ‘Sutra Sesepuh Keenam’ tertulis bahwa Maha Guru Hui Neng berkata
kepada para murid Beliau, “Tujuh puluh tahun setelah saya meninggal, akan ada dua orang
Bodhisattva yang datang dari arah Timur, seorang bhiksu dengan seorang perumah tangga
(bhiksu yang dimaksud adalah Sesepuh Ma Jan Shi bernama Tao Yi, sedang perumah tangga
adalah Upasaka Bang Yin). Mereka bersama-sama membangkitkan ajaran, mengembangkan
aliran kita, mempersatukan Sangha dan membuat Dharma yang kita wariskan menjadi jaya.”
Selain itu, dalam Bagian Ci Yuen, Sesepuh Keenam memberitahu murid Beliau yaitu Guru
Jan Huai Rang, “…Kebijaksanaan dari Barat, kelak di bawahmu akan muncul penerus seekor
kuda muda, sepak terjangnya akan menginjak dan membunuh banyak orang di dunia, harus
tersimpan di hatimu, jangan tergesa-gesa untuk mengutarakannya …” Catatan penulis: kuda
muda yang dimaksud di sini adalah merupakan nubuat terhadap Sesepuh Ma Tao Yi Jan Shi
[Ma secara harafiah berarti kuda, Jan Shi berarti Guru Jan]; menginjak dan membunuh banyak
orang di dunia berarti memiliki kemampuan berbicara yang hebat dan tak tertandingi.
Hui Ming Ta Shi juga pernah berkata, “Sesepuh Keenam mempunyai murid yang
bernama Huai Rang Jan Shi, merupakan salah satu dari 43 murid Beliau. Sesepuh Ketujuh
Huai Rang mewariskan kepada Sesepuh Ma Yi Tao Jan Shi yang merupakan Sesepuh
Kedelapan. Sesepuh ini bermarga Ma, orang menyebut Beliau sebagai Sesepuh Ma, ada juga
yang memanggil Beliau dengan sebutan Guru Besar Ma. Ini bukan yang disebut [oleh Yi
Kuan Tao] sebagai Sesepuh Ketujuh perumah tangga Pai dan Ma, jangan sampai keliru.”
Dari sini dapat diketahui bahwa Sesepuh Ma Yi Tao Jan Shi adalah cucu murid Maha
Guru Hui Neng, bisa dikatakan sebagai Sesepuh Kedelapan Aliran Jan. Dengan demikian
mana mungkin menjadi murid Sesepuh Keenam? Sedang Pai Yi Jan muncul lebih lambat
empat ratus tahun lebih dibanding Maha Guru Ma, bagaimana mungkin Pai lebih dulu
berjumpa dengan Sesepuh Keenam? Serta Sesepuh Kedelapan gadungan, Luo Wei Jin lahir
pada dinasti Ming tahun Ceng Dong ke-7 [1442 M], dengan Pai Yi Jan yang hidup dalam
dinasti Song berselisih ratusan tahun. Bagaimana cara Pai Yi Jan mewariskan Tao pada Luo
Wei Jin?
Saya berharap agar seluruh pengikut Yi Kuan Tao dapat dengan seksama merenungkan
serta melakukan pembuktian hal-hal tersebut di atas, jangan percaya secara membabi buta.
Terutama bagi mereka yang menjabat posisi sebagai Jien Ren dan Tien Juan Shi, tanyakan
pada hati nurani kalian sendiri, apakah cerita sesat yang tertulis di dalam kitab ajaran Yi Kuan
Tao bukannya ucapan sesat yang menipu baik diri sendiri maupun orang lain?
33. TRIK-TRIK MENUTUPI AJARAN SESAT
Sebagai kesimpulan analisa dari bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa demi melakukan
pemalsuan mengaku sebagai Sesepuh Kedelapan, Luo Wei Jin tidak segan-segan mencomot
nama Sesepuh Ma Yi Tao Jan Shi dan juga menyeret nama Pai Yi Jan yang semestinya tak
berkaitan sama sekali, mengatakan bahwa Beliau berdua adalah Sesepuh Ketujuh. Ini tidak
benar. Dari Luo Wei Jin yang menjadi Sesepuh Kedelapan hingga Cang Dien Ran sebagai
Sesepuh Kedelapan belas dan Suen Su Cen sebagai jelmaan Bodhisattva Yue Hui, ini adalah
silsilah yang bertujuan menipu orang. Ini semua merupakan karya para pemuka Yi Kuan Tao,
bukan benar-benar bahwa ada Bodhisattva atau Buddha yang turun menitis menjadi Sesepuh.
Alasan mereka melakukan pemalsuan ini adalah sebagai berikut:
1. Oleh karena mereka mengaku sebagai Sesepuh yang merupakan titisan Buddha atau
Bodhisattva, maka sebagai konsekuensinya, mereka juga harus mengatakan Sesepuh
Pertama hingga Sesepuh Keenam sebagai Dewa, Bodhisattva atau Buddha yang turun
ke dunia. Dengan demikian derajat mereka meningkat sejajar dengan para Sesepuh
seperti Bodhidharma dan Hui Neng, yang ujung-ujungnya bertujuan menambah
ketenaran dan pengaruh kekuasaan mereka.
2. Dengan mengaku sebagai Sesepuh Buddhis maka mereka akan mudah menarik dan
meyakinkan para pengikut. Dengan cara inilah mereka memperkokoh pengaruh dan
kekuasaan di dalam organisasi mereka.
Para pimpinan ajaran sesat mengaku telah memperoleh Dharma, menipu para pengikut
yang tidak mengetahui maksud tujuan sebenarnya. Para pengikut tahunya hanya Firman
Langit dan mengikut secara membabi buta. Saat melakukan pemberontakan, paling sedikit
mereka menggerakkan ratusan hingga ribuan pengikut, terbanyak bahkan bisa mencapai
ratusan ribu orang, serta pemberontakan menyebar ke beberapa propinsi. Bila pemberontakan
gagal, maka akan digunakan cara yang cerdik untuk menutupi kejahatan mereka. Cara ini
membuat orang awam tidak pernah mengetahui wajah mereka yang sesungguhnya. Dari
seratus orang mungkin hanya satu atau dua orang saja yang mengetahui keadaan sebenarnya.
Sebab itu, Hui Ming Ta Shi mengatakan, “Sejarah ajaran sesat selalu diliputi kegelapan yang
membuat orang yang tahu berjumlah sangat sedikit. Bahkan Tien Juan Shi yang sudah
bertahun-tahun pun juga tak mengetahui asal mula yang sebenarnya. Hanya pimpinan mereka
yang tahu.” Ucapan ini adalah kenyataan. Misal: Luo Wei Jin yang tertangkap setelah gagal
dalam pemberontakan, akhirnya dihukum mati oleh pemerintah dinasti Ming dengan cara
ditarik oleh lima ekor kuda [meninggal dengan kondisi tubuh terpisah secara mengenaskan].
Para pengikutnya segera merubah nama menjadi Jing Shui [Air Jernih], Pa Kua [Delapan
Diagram], Hong Yang [Pancaran Merah], Pai Yang [Pancaran Putih]. Dalam kitab ‘Shou
Yuan Ceng Cong Pao Cien’ dituliskan hal berikut di bawah ini, yang sudah tentu tujuannya
sebagai kedok menutupi kesalahan mereka.
Mereka mengatakan: “Adalah waktunya belum tiba, Luo Wei Jin mengembangkan kapal
welas asih melakukan penyelamatan, juga menulis kitab ‘Cao Bao Ling Wen, Dong Dien
Yao Shi’, ‘Shou Yuan Ceng Cong Pao Cien’ membocorkan Rahasia Langit, menyebarkan
Tao Besar, dengan tujuan menyelamatkan banyak umat bajik. Apa daya karma buruk umat
manusia begitu dalam, memohon penguasa neraka agar dapat kembali. Penyelamatan masih
jauh sedang Sesepuh [Luo Wei Jin] terlalu tergesa-gesa, sehingga membuat marah Dewa Wu
Huang yang akhirnya menurunkan Cobaan Angin yang Besar, menjadikan Sesepuh Luo
meninggal dengan jasad terpisah. Dengan ini Tao ditarik kembali…” Selain itu, yang oleh Yi
Kuan Tao disebut sebagai Sesepuh Kesembilan yaitu Huang Te Hui hingga Sesepuh
Ketigabelas yaitu Yang Huan Si dan Si Huan Wu, mereka semuanya menerima hukuman
mati. Para pengikut mereka menuliskan: “Karena Sesepuh membocorkan Rahasia Langit
maka oleh Langit dihukum dengan menjatuhkan Cobaan Angin. Sesepuh demi menopang
bencana dan melenyapkan hutang karma buruk umat manusia maka bersedia menerima
hukuman mati, melakukan kebajikan demi Tao.” Atau kedok ucapan: “Sesepuh memiliki Tao
yang dalam, karena dicelakai oleh orang jahat maka berkorban nyawa demi Tao.” Sedang
mengenai kegagalan Sesepuh gadungan mereka yang dalam pemberontakan perebutan
kekuasaan, sepatah katapun tidak disinggung.
Saya dahulunya tidak mengerti sedikitpun tentang hal-hal tersebut di atas, karena itu
mudah saja ditipu oleh mereka. Saya berani mengatakan bahwa ada lebih dari 98% pengikut
Yi Kuan Tao yang sama seperti halnya saya, mereka ditipu dengan tanpa sadar. Kecuali
beberapa orang kepercayaan para pimpinan ajaran sesat, selain itu tidak ada yang tahu
mengenai hal sebenarnya. Tetapi orang-orang kepercayaan tersebut tidak akan membocorkan
apa yang mereka ketahui. Mereka menganut sistem ‘ayah meninggal, anak yang
meneruskan’, sehingga secara tidak langsung orang-orang kepercayaan itu yang nantinya
menjadi penerus posisi pimpinan. Karena kerahasiaan inilah maka banyak para intelektual
yang mengabdi di dunia pendidikan juga ikut tertipu, bahkan ada yang menjadi Yin Pao Shi
mengajak siswa-siswi mereka agar ikut bergabung.
34. PENGIKUT AJARAN SESAT MENYEBARKAN UCAPAN SESAT: “BUDDHIS
BERAKHIR, KONFUSIUS BANGKIT”
Beberapa gelintir pimpinan Yi Kuan Tao yang sangat berambisi, selain merubah isi Sutra
Buddhis demi mengukuhkan pemalsuan sebagai Sesepuh Buddhis, mereka juga menyebarkan
ucapan sesat: “Sejak saat itu, Buddhis Berakhir dan Konfusius Bangkit, Tao berkembang di
umat perumah tangga”. Racun yang diakibatkan oleh ucapan sesat ini terus berkembang
hingga saat ini, mengakar dengan sangat dalam di hati para pengikut mereka. Secara tak sadar,
para pengikut itu membantu menyebarkan ucapan itu dengan mengatakan: “Setelah Sesepuh
Keenam, Tao disebarkan melalui umat perumah tangga, Tao tidak lagi berada di vihara dan
klenteng, Tao tidak pada Sangha, melainkan pada umat biasa, sejak saat itulah Buddha
Dharma lenyap.”
Padahal, Buddha Dharma sendiri itu tidak terlahirkan dan tidak termusnahkan. Sedang
mengenai keberadaan Sutra Buddhis di dunia ini, Hui Ming Ta Shi menjelaskan: “…Saat ini
adalah masa Dharma Akhir Ajaran Buddha Sakyamuni, Dharma Akhir akan berlangsung
selama 10.000 tahun, setelah itu Buddha Dharma akan sepenuhnya lenyap dari bumi ini.” Hal
ini berarti, setelah 12.000 tahun penanggalan Buddhis barulah Buddha Dharma lenyap sama
sekali dari bumi ini, saat itulah baru benar-benar yang disebut ‘Buddhis Berakhir’. Sedang
Konfusius adalah ajaran budi pekerti yang memang harus dipelajari oleh setiap orang,
sehingga perkataan ‘Konfusius Bangkit’ adalah propaganda yang digunakan oleh ajaran sesat.
Tetapi mengapa para pengikut Yi Kuan Tao sejak dari dulu sudah mengumandangkan
‘Buddhis Berakhir dan Konfusius Bangkit, Tao berkembang di umat perumah tangga, Tao
tidak lagi berada di vihara dan klenteng, Tao tidak pada Sangha’? Berdasarkan kitab ‘Cen
Ceng Sin Fo Ci Sin Diao’ [Pasal-Pasal Keyakinan Buddhis yang Benar], pada lampiran ‘Jiu
Tao Yi Wen’ [Pertanyaan Permohonan Tao] tertulis:
“Hal itu disebabkan karena para pengikut ajaran sesat Yi Kuan Tao mengetahui bahwa
ajaran yang mereka yakini adalah ajaran agama campur aduk yang tidak memiliki dasar
agama dan Kitab Suci. Saat ini, meskipun sudah memiliki beberapa kitab tentang ajaran
mereka, tetapi itu adalah hasil pencurian dan rekayasa atas Sutra Buddhis. Anggota Sangha
dalam Agama Buddha adalah pewaris dan penegak Buddha Dharma. Oleh sebab itu, kalau
penganut ajaran sesat tidak menyingkirkan Sangha dengan cara menghujat mengatakan
Sangha tidak bermoral, maka akan sulit membuat umat awam bersedia mempercayai
propaganda mereka yang mengatakan ‘Memohon dan Memperoleh Tao’. Untuk alasan inilah
mereka menyebarkan ajaran palsu ‘Tao tidak lagi berada di vihara dan klenteng, Tao tidak
pada Sangha’.”
Penjelasan tersebut di atas benar-benar sangat tepat dalam melukiskan maksud jahat
penganut Yi Kuan Tao.
35. BUDDHA DHARMA TETAP BERLANJUT DARI GENERASI KE GENERASI,
BUDDHA DHARMA TIDAK LENYAP
Bila ada penganut Yi Kuan Tao yang bersikeras mengatakan bahwa Buddha Dharma
telah lenyap, maka saya akan balik bertanya: “Bila Buddha Dharma dikatakan telah lenyap,
tetapi mengapa setelah Sesepuh Keenam masih muncul banyak Maha Bhiksu? Hal ini bisa
dibuktikan melalui buku ‘Li Tai Kao Sheng Cuan’ [Riwayat Beberapa Generasi Para Maha
Bhiksu].”
Di sini saya akan menampilkan nama beberapa Maha Bhiksu yang saya ketahui, yakni:
Shi Dou He Shang, Yong Ming Jan Shi, Han Shan Ta Shi, Yu Lin Kuo Shi, serta beberapa
nama setelah Tiongkok menjadi Republik yaitu Si Yun, Dai Si, Dan Si, Cang Cia, Yuan Ying,
Cin Shan, Ji Hang hingga ke masa terdekat saat ini yaitu Jing Yen, serta masih banyak lagi.
Para Maha Bhiksu tersebut bahkan ada yang berlatih hingga mampu mengetahui kapan
waktunya akan meninggal, setelah meninggal terkumpul banyak relik (sarira), bahkan ada
yang mencapai tingkatan meninggal dengan posisi duduk atau berdiri, relik seluruh tubuh
tubuh Intan yang tak rusak [seperti halnya Sesepuh Keenam].
Beberapa dari fakta tersebut di atas, merupakan hal yang belum lama berselang yang
masih membentang di depan mata kita. Apakah para Maha Bhiksu ini juga menerima Tao?
Sejak didirikannya Pai Lien Ciao hingga saat ini, para penerima Tao dari Tien Juan Shi
sedikitnya berjumlah jutaan orang, tetapi saya belum pernah melihat atau mendengar ada Tao-
Jin yang pencapaian kesucian batinnya melampaui beberapa Maha Bhiksu yang saya sebutkan
di atas? Jangankan umat biasa, bahkan mereka yang memalsu sebagai Sesepuh dan Tien Juan
Shi yang mengaku menerima Firman Langit, juga takkan mampu mencapai tingkatan itu. Bagi
para pimpinan ambisius yang bagaikan kesurupan layaknya dan setiap harinya hidup
bermimpi sebagai kaisar, bila mereka meninggal dengan badan utuh, itu sudah tergolong
sangat beruntung. Bila ada yang tidak percaya dengan perkataan ini, silakan membaca buku
‘An Lu Ming Teng’ [Pelita di Jalan Kegelapan], ‘Dien Tao Cen Juan’ [Ajaran Sejati Tao
Langit], serta catatan sejarah tiga dinasti Yuen, Ming, Jing. Lihat, berapa banyak dari mereka
yang memalsu sebagai Sesepuh Buddhis dapat bertahan hidup dengan tenang? Kalau tidak
dihukum mati dengan tubuh terpisah atau dipancung, mereka pasti mati di hadapan regu
tembak. Mereka ini, bahkan nyawanya sendiri tak terselamatkan, tapi masih berani
menyebarkan ucapan sesat menerima Firman Langit, benar-benar terlalu kekanakan.
Dalam kesempatan ini saya juga akan membuktikan bahwa Buddha Dharma sejak
Sesepuh Keenam tidak pernah lenyap.
Bodhidharma dari Tanah Barat datang ke Tanah Timur [Tiongkok] pada jaman Kaisar
Liang Wu Ti, yang di kemudian hari Bodhidharma disebut sebagai Sesepuh Pertama Tanah
Timur. Dari Sesepuh Pertama hingga Sesepuh Keenam Maha Guru Hui Neng, para Sesepuh
tersebut selalu mewariskan jubah dan mangkok. Tetapi demi meredakan perebutan jubah dan
mangkok di antara para generasi penerus, maka sejak Sesepuh Keenam hanya mewariskan
Dharma, tanpa jubah dan mangkok. Sebenarnya jubah dan mangkok ini hanya berfungsi
menunjukkan identitas Sesepuh, sehingga bukan berarti tidak mewariskan jubah dan mangkok
menandakan lenyapnya Buddha Dharma. Ini adalah peristiwa sejarah yang sepenuhnya
tercantum di dalam Sutra Altar Sesepuh Keenam. Di sini saya tampilkan beberapa alinea
dalam Sutra tersebut sebagai pembuktian.
Sutra Sesepuh Keenam bagian Sing You Bin tertulis, Sesepuh Kelima Hong Ren berkata
kepada Sesepuh Keenam: “Dahulu saat pertama kali Maha Guru Bodhidharma datang ke
Tanah ini, akar keyakinan umat masih belum terlalu teguh. Sebab itulah jubah diwariskan dari
generasi ke generasi sebagai perlambang agar orang menjadi percaya. Dharma adalah
diwariskan dari hati ke hati yang bertujuan agar diri kita sendirilah yang mengalami dan
memahami pencerahan. Sejak dari Buddha Kuno hanya mewariskan Dharma dan tersimpan di
dalam hati setiap Sesepuh. Jubah menimbulkan perselisihan, sebab itu hanya berhenti di
kamu, jangan diwariskan lagi. Bila masih saja mewariskan jubah ini, maka kehidupan
bagaikan seutas benang…”
Serta dalam bagian Fu Cu Bin, murid Sesepuh Keenam yaitu Fa Hai Jan Shi bertanya
kepada Maha Guru Hui Neng: “Setelah Guru meninggal, jubah dan Dharma harus diwariskan
kepada siapa?” Hui Neng menjawab: “Saya membabarkan Dharma sejak dari Vihara Ta Fan
hingga saat ini, semuanya tercatat di dalam Sutra Altar Permata Dharma (sekarang kita kenal
dengan nama Sutra Altar Sesepuh Keenam). Kalian harus melindungi dan mewariskannya
agar dapat menyeberangkan banyak makhluk. Inilah yang disebut Dharma yang benar. Saat
ini hanya mewariskan Dharma bagi kalian, tidak lagi mewariskan jubah. Karena akar
keyakinan kalian sudah sangat matang, takkan mungkin lagi timbul keraguan serta kalian
telah mampu mengemban tugas-tugas berat. Bila kita lihat maksud syair leluhur Maha Guru
Bodhidharma, dikatakan bahwa jubah tidak sesuai untuk diwariskan…”
Dari sini dapat diketahui bahwa sejak Sesepuh Keenam hingga saat ini, hanya
mewariskan Dharma, tidak mewariskan jubah dan mangkok, sebab itulah tidak ditunjuk
secara pasti siapa Sesepuh dalam setiap generasi. Pimpinan Yi Kuan Tao melihat adanya
lubang dalam Sutra Altar Sesepuh Keenam yang kemudian dengan mengatakan menerima
Firman Langit menyebut diri sendiri sebagai Sesepuh Kedelapan Tanah Timur. Perbuatan ini
ternyata ditiru oleh generasi penerus mereka yang mengeluarkan banyak jurus-jurus baru.
Saudara-saudara sekalian, bila kita membaca catatan tentang Sutra Altar Sesepuh Keenam
maka takkan sulit untuk mengetahui kepalsuan ucapan sesat Yi Kuan Tao. Ini adalah bukti
yang tak bisa dibantah yang dapat menjadi penunjuk arah bagi pengikut Yi Kuan Tao agar
meninggalkan jalan sesat dan kembali ke jalan yang benar.
( BERSAMBUNG 9# )-
Bagimana keluar dari yi kuan tao ( full version 9# )
BAGIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 9# )
36. UCAPAN SESAT YI KUAN TAO TENTANG TIGA JAMAN
Berdasarkan apa yang penulis alami sendiri, ternyata Yi Kuan Tao memiliki penjelasan
yang sangat panjang mengenai ucapan sesat Tiga Jaman yaitu ‘Pancaran Hijau, Pancaran
Merah dan Pancaran Putih’.
“Jaman pertama dinamakan Jaman Pancaran Hijau yang diawali dari jaman Fu Si [tokoh
legenda Tiongkok kuno yang dikatakan mengajari cara menangkap ikan dan beternak] hingga
dinasti Cou Mu Wang tahun ke-52 (sekitar 1.000 tahun SM) yang berlangsung 1.500 tahun.
Buddha Dipankara memegang kendali Langit, sedang Raja Fu Si memegang kendali Tao, Ibu
Emas Yao Ji memimpin Pengakhiran Sempurna, menyelamatkan 200 juta putera asal kembali
ke Barat. Membuka Pertemuan Ban Dao (atau Pertemuan Lian Ji – Kolam Teratai), Ibu Suci
memerintahkan Raja Mara turun ke dunia menjadi Raja A Ling yang bertugas menguji
mereka yang berlatih Tao. Saat itu Tao berada di Timur, di langit sebagai Yuen Ceng [Awal
Lurus], di bumi sebagai musim semi. Musim semi dan benih tumbuh bersama. Dalam Wu
Sing [lima unsur], mata angin sebelah timur tergolong unsur kayu yang dalam lima warna
tergolong warna hijau, karena itu dinamakan Jaman Pancaran Hijau. Saat itu daratan berwarna
hijau, misal: cat rumah berwarna hijau, atap genting hijau, pengantin baru mengenakan
mahkota berwarna hijau, mengenakan jubah hijau, pakaian hijau, menggantungkan lampion
hijau, membagikan undangan pernikahan berwarna hijau... Semuanya ini menggunakan warna
hijau sebagai warna utama.
Jaman kedua dinamakan Jaman Pancaran Merah yang berlangsung dari dinasti Cou Mu
Wang tahun ke-52 hingga tahun 1929 Masehi, seluruhnya 3.000 tahun. Pada jaman ini,
Buddha Dipankara mengundurkan diri digantikan oleh Buddha Sakyamuni memegang kendali
Langit dan Raja Cou Wen Wang memegang kendali Tao (ada juga yang mengatakan Buddha
Si Ceng Wen memegang kendali Tao, ada juga yang mengatakan Buddha Amitabha
memegang kendali Tao, ucapan sesat ini diucapkan berbeda oleh setiap orang). Ibu Suci Si
Wang memimpin Pengakhiran Sempurna, menyelamatkan 200 juta putera asal kembali ke
Barat. Membuka Pertemuan Ban Dao (atau Pertemuan Ling Shan – Gunung Burung Nazar,
ada juga yang mengatakan Pertemuan Ban Dao atau Pertemuan Kedua Long Hua, setiap aliran
berbeda ucapannya). Di jaman ini Ibu Suci memerintahkan lagi agar Raja Mara turun ke dunia
menjadi Shen Kong Pao yang bertugas menguji Tao. Saat itu Tao berada di Selatan, di langit
sebagai Heng Ceng [Lancar Lurus], di bumi sebagai musim panas. Musim panas dan bunga
merah tumbuh bersama. Dalam Wu Sing [lima unsur], mata angin sebelah selatan tergolong
unsur api yang dalam lima warna tergolong warna merah, karena itu dinamakan Jaman
Pancaran Merah. Saat itu daratan berwarna merah, contoh: cat rumah berwarna merah, atap
genting merah, mengenakan mahkota berwarna merah, mengenakan jubah merah…
Semuanya menggunakan warna merah sebagai warna pilihan.”
Dalam kitab ajaran Yi Kuan Tao yang lain yang berjudul ‘Sio Shen Pao Cien’ [Permata
Melatih Diri] dikatakan: “Di akhir Pancaran Merah, Pancaran Putih akan bersiap-siap turun,
sebab itu Hijau dan Merah digunakan bersama. Misal: di jaman dinasti Jing saat perayaan hari
baik, di pintu rumah diikatkan kain berwarna hijau di kiri dan warna merah di kanan,
mempunyai arti hijau di depan dan merah di belakang; ruang utama digantungkan lampu hias
merah, pengantin pria mengenakan pakaian, mahkota serta sepatu serba hijau, sedang
pengantin wanita mengenakan mahkota, pakaian, rok dan sepatu merah. Ranjang
menggunakan kelambu warna hijau, mempunyai arti pria di luar wanita di dalam. Ada awal
dan lancar maka ada keuntungan, ada musim semi dan panas maka ada musim gugur, sebab
itulah ada warna hijau dan merah maka ada warna putih.
Jaman ketiga dinamakan Jaman Pancaran Putih yang berlangsung dari tahun 1929
Masehi, keseluruhannya 10.800 tahun. Di jaman ini Buddha Sakyamuni mengundurkan diri
diganti oleh Buddha Maitreya yang memegang kendali Langit, Buddha Hidup Ci Kong serta
Cang Dien Ran dan Bodhisattva Yue Hui yaitu Suen Su Cen memegang kendali Tao. Ibu Suci
Cong Hua memimpin Pengakhiran Sempurna, yang memperoleh Tao sebanyak 9 milyar 600
juta (ada juga yang mengatakan 9 milyar 200 juta. Karena itulah disebut Pengakhiran
Sempurna Bencana Terakhir Jaman Ketiga. Membuka Pertemuan Long Hua sebagai tanda
perayaan (ada juga yang menyebutkan Pertemuan Ketiga Long Hua atau Pertemuan An
Yang). Yang bertugas menguji Tao adalah Raja Asura. Saat itu Tao dari Selatan berpindah ke
Barat, di langit sebagai Li Ceng [Untung Lurus], di bumi sebagai musim gugur. Musim gugur
dan buah putih tumbuh bersama. Dalam Wu Sing [lima unsur], mata angin sebelah barat
tergolong unsur logam yang dalam lima warna tergolong warna putih, karena itu dinamakan
Pancaran Putih. Selama 10.800 tahun berlangsungnya Jaman Pancaran Putih, semuanya
menggunakan warna putih sebagai warna pilihan. Misal: pengantin wanita mengenakan
pakaian pengantin berwarna putih, jalan diberi garis warna putih, sepatu sport berwarna putih,
dasi putih … segalanya berwarna putih.”
Dalam kitab ajarannya, Yi Kuan Tao juga mengatakan: “Sebelum tiga dinasti, Tao berada
di keluarga kerajaan, satu orang merubah seluruh dunia, saat itu rakyat biasa tak dapat
memasuki Tao. Raja yang bijaksana sebagai wakil Langit mewariskan Tiga Permata yaitu: 1,
Cen Cong yaitu Pintu Suci yang tempat menetapnya sifat asal manusia; 2, Cen Cing yaitu
empat kata suci yang dilafalkan oleh para dewa di Jaman Pancaran Hijau (empat kata suci A
Mi Duo Fo atau Amitabha); 3, Cen Bin yaitu posisi tangan daun teratai (posisi anjali
Buddhis). Daun teratai berwarna hijau, merupakan bagian teratas teratai, ini menunjukkan
bahwa Tao diwariskan di antara para raja. Sebab itu disebut yang memiliki Tao adalah raja
bijaksana, yang tidak memiliki Tao adalah raja linglung. Ini adalah cara termudah
membuktikan adanya Jaman Pancaran Hijau. Karena jaman itu manusia berhati bajik maka
Langit hanya menurunkan 9 bencana. Manusia menerima bencana air yang disebut Bencana
Air Long Han. Saat itulah para dewa mewariskan 9 butir mutiara yang disebut Sembilan
Memutar Pil Dewa. Saat itu belum ada catatan tertulis sehingga mutiara digunakan sebagai
perlambang angka, semuanya berjumlah 9 mutiara yang melambangkan angka 9 bencana.
Setelah tiga dinasti, Tao berada pada guru Konfusius yang berlangsung sebagai Jaman
Pancaran Merah. Di jaman itu para guru bijaksana mewakili Langit menyebarkan Tao, juga
menyebarkan Tiga Permata. 1, Cen Cong; 2, Cen Cing yaitu enam kata suci yang diucapkan
Umat Buddha selama Jaman Pancaran Merah (Na Mo A Mi Duo Fo); 3, Cen Bin yaitu posisi
penyembahan bunga teratai (posisi menyembah Buddha dengan merebahkan tubuh posisi
kedua telapak tangan menerima kaki Buddha). Bunga teratai berwarna merah, merupakan
bagian tengah teratai, membuktikan bahwa Tao diwariskan di kalangan guru Konfusius yang
bijaksana. Sebab itu disebut yang memiliki Tao adalah guru bijaksana, sedang yang tak
memiliki Tao adalah guru ngawur. Ini adalah cara termudah membuktikan adanya Jaman
Pancaran Merah. Karena jaman itu manusia berangsur-angsur berhati buruk maka Langit
menurunkan 18 bencana. Manusia menerima bencana api yang disebut Bencana Api Ji Ming.
Saat itulah Buddhis mewariskan 18 butir mutiara yang disebut Mutiara Delapan Belas Arahat.
Setiap butir mutiara merupakan perlambang satu bencana, karena itu 18 butir mutiara
membuktikan Jaman Pancaran Merah memiliki 18 bencana.
Sekarang bencana terakhir dalam jaman ketiga, Tao ada pada rakyat biasa disebut Jaman
Pancaran Putih. Guru bijaksana menyebarkan Tiga Permata. 1, Pintu Suci; 2, Lima Kata Suci;
3, He Dong Yin. Karena hati manusia tidak sebajik jaman dahulu dan moral merosot, maka
Langit menurunkan 81 bencana besar. Manusia menerima bencana angin yang disebut
Bencana Angin Yen Gang yang disebut juga bencana Kang Feng. Semuanya menjadi bencana
angin seperti halnya bom atom, hantaman komet dan terjangan badai angin di masa akan
datang. Telinga hanya mendengar seperti suara keras bencana alam tetapi akibatnya bahkan
bayangan manusiapun lenyap, karena itulah disebut bencana Kang Feng. Baik Tiongkok
ataupun negara lain, di Jaman Pancaran Putih ini harus melalui 81 perang besar seperti:
perang Si Cou, perang Shanghai, perang Jangsha, perang Lenin, perang Berlin, perang dunia
Barat, perang Lautan Pasifik, perang Timur tengah, perang Korea, perang Vietnam, perang
dunia pertama dan kedua, serta perang dunia ketiga di akan datang…dan sebagainya. 81
bencana ini bila dijumlah dengan bencana Jaman Pancaran Hijau dan Pancaran Merah maka
akan berjumlah 108 bencana. Jumlah butiran tasbih adalah 108, itulah perlambang jumlah
bencana.”
Mengenai makna Tiga Jaman Yi Kuan Tao, ada juga penjelasan lain yang tidak terlalu
berbeda dengan yang tertulis di atas.
“Di jaman kuno semasa Jaman Pancaran Hijau. Fu Si sebagai Dewa Langit memegang
kendali Langit, Buddha Dipankara memegang kendali Tao. Di jaman ini Buddha Dipankara
mengajarkan empat kata rahasia yaitu A Mi Duo Fo. Di kemudian hari ada yang
membocorkan Rahasia Langit sehingga banyak orang yang mengetahui kata rahasia ini. Hal
ini menyebabkan hilangnya keampuhan kata rahasia. Sebab itulah dalam Jaman Pancaran
Merah digantikan dengan kata rahasia yang lain. Penghormatan pada Sang Buddha di jaman
ini dilakukan dengan merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada (posisi anjali), yang
menunjukkan makna sebatang pohon yang baru bertunas daun muda berwarna hijau. Karena
itulah disebut Jaman Pancaran Hijau.
Di jaman sesudah itu merupakan Jaman Pancaran Merah. Cang Yi sebagai Dewa Langit
memegang kendali Langit, Buddha Sakyamuni memegang kendali Tao, Raja Wen Wang
memegang kendali Bumi. Di jaman ini Buddha Sakyamuni mengajarkan enam kata rahasia
yaitu Na Mo A Mi Duo Fo. Penghormatan pada Sang Buddha di jaman ini dilakukan dengan
cara namaskara yang sekarang umumnya dilakukan di vihara-vihara (posisi lima anggota
badan menyentuh tanah menerima kaki Buddha). Saat melakukan persembahan dengan posisi
ini, kedua telapak tangan akan membuka ke atas yang bermakna sebatang pohon sedang
berbunga, sebab itulah disebut Jaman Pancaran Merah. Sama dengan sebelumnya, di
kemudian hari ada yang membocorkan enam kata rahasia dan cara namaskara sehingga orang
yang tahu semakin lama semakin banyak. Saat ini hampir setiap orang tahu dan melafalkan
enam kata rahasia ini, tetapi mereka tidak tahu kalau kata rahasia ini telah kehilangan
keampuhannya.
Sekarang adalah Jaman Pancaran Putih. Kwan Kong sebagai Dewa Langit memegang
kendali Langit, Buddha Maitreya memegang kendali Tao, Kong Jang (Cang Dien Ran)
memegang kendali Bumi. Di jaman ini diajarkan lima kata rahasia yaitu Wu Dai Fo Mi Le,
serta penyembahan pada Buddha diganti dengan cara He Dong Li yang melambangkan
sebatang pohon sedang akan berbuah, sebab itulah disebut Jaman Pancaran Putih atau disebut
Pengakhiran Sempurna Bencana Terakhir Jaman Ketiga. Dalam jaman bencana terakhir ini
akan ada badai angin yang menerpa dunia, badai ini adalah terjadinya perang nuklir. Tetapi
jangan takut, saat terjadinya perang nuklir nantinya, Sesepuh Maitreya pasti turun melindungi
orang-orang yang telah memasuki Tao.”
Ucapan sesat seperti di atas telah saya dengar beberapa kali dalam berbagai pertemuan,
juga telah saya baca banyak dari buku-buku ajaran mereka. Hanya saja ucapan-ucapan
tersebut ada yang hampir sama, ada juga sebagian yang tidak karuan, sulit membedakan
ucapan aliran mana yang dianggap benar. Tetapi bagaimana pun juga ada satu kesamaan dari
beberapa ucapan tersebut yang dapat kita lihat dari penjelasan di atas, yaitu kemampuan Yi
Kuan Tao dalam mengedit cerita sangatlah hebat. Mereka dapat merangkum bermacam nama
orang, tempat, hal dan benda menjadi sebuah kisah yang indah serta menarik. Para umat yang
polos layaknya anak kecil yang dengan begitu mudahnya ditipu dan diajak pergi berdasarkan
cerita karangan mereka.
Di sini, saya mengharap para pengikut Yi Kuan Tao agar jangan lagi percaya dengan
ucapan sesat Yi Kuan Tao. Jangan mengira bergabung dengan Tao mereka maka takkan takut
lagi dengan perang nuklir, jangan mengira Sesepuh Maitreya akan benar-benar turun
melindungi orang-orang yang telah memasuki Tao. Bila tetap selalu mempercayai ucapan
sesat mereka dengan tanpa sedikitpun tersadar, maka kelak suatu ketika kalian akan menderita
karenanya.
37. NAMA BUDDHA BUKANLAH KATA RAHASIA
Tiga bab berikut ini merupakan sanggahan penulis terhadap ucapan sesat Yi Kuan Tao
yang tertulis dalam bab sebelumnya.
Di depan sudah disebutkan bahwa dalam Agama Buddha tidak dikenal adanya hal
memegang kendali langit, sedang ucapan Jaman Tiga Yang adalah campuran Agama Tao dan
Buddha, yang merubah pengertian Dharma Sejati, Dharma Mirip dan Dharma Akhir. Yang
disebut dengan Wu Dai Fo Mi Le, bukanlah Nama Buddha yang benar dan juga bukan kata
rahasia, melainkan merupakan hasil karya Yi Kuan Tao yang diciptakan bersama-sama
dengan He Dong Li (bagian dari Tri Ratna Yi Kuan Tao). Dalam Agama Buddha yang benar,
tidak ada Nama Buddha macam ini, juga tak ada He Dong Li macam mereka. Agama Buddha
hanya ada anjali yang sederhana dan namaskara yang agung. Kedua cara penghormatan ini
selamanya tak pernah berubah, selamanya dapat dipergunakan. Tentang ucapan hilangnya
keampuhan empat kata rahasia dan enam kata rahasia, ini benar-benar ucapan yang ngawur.
Yang disebut dengan A Mi Duo Fo dan Na Mo A Mi Duo Fo adalah Nama Buddha, bukan
kata rahasia.
Harus diketahui bahwa saat itu demi kebahagiaan makhluk hidup, Buddha Sakyamuni
secara khusus memberitahu ajaran pelafalan Nama Buddha yang didasarkan atas keyakinan
dan tekad agar terlahir di alam Sukhavati, menasehati para makhluk untuk terlahir di alam
Buddha Amitabha. Sekte Tanah Murni didasarkan pada keyakinan, tekad dan tindakan, yang
merupakan metode sederhana dan mudah diterapkan oleh setiap orang, sebab itu menjadi
metode yang direkomendasikan, dipuji dan disebarkan oleh para Maha Bhiksu dan para Mulia
[Mahayana], sehingga menjadi salah satu dari delapan sekte besar Mahayana, yang khusus
melafalkan Nama Buddha dan bertekad terlahir di alam Sukhavati. Manusia yang hidup pada
masa Dharma Akhir ini pada umumnya tak memiliki akar kebijaksanaan yang tinggi, hanya
dengan menggabungkan usaha sendiri dan tekad Buddha barulah dapat mencapai pencerahan
dan Nirvana -Nibbana yang sejati. Tetapi Buddha Dharma yang dibabarkan oleh Buddha
Gautama bukan hanya pelafalan Nama Buddha saja, melainkan Buddha Dharma tertinggi
yang tidak terbatas. Dalam sejarah Agama Buddha negara kita [Tiongkok], secara umum
dikenal sepuluh sekte yang terdiri dari delapan sekte Mahayana dan dua sekte Theravada. Saat
ini, Buddha Dharma sejati yang dibabarkan di vihara-vihara adalah meditasi sekte Jan [Ch’an
atau Zen], metode pelafalan Nama Buddha sekte Tanah Murni serta mantra suci dharani sekte
Tantrayana… Setiap sekte memiliki metode berlatih yang berbeda. Penganut ajaran sesat
tidak terlalu paham akan hal ini, sehingga mengira Agama Buddha hanya ada sekte Jan, sebab
itu mereka menyebarkan ucapan sesat ‘Lenyapnya Agama Buddha’. Mereka tidak tahu bahwa
dalam Agama Buddha masih ada sekte Tanah Murni, Tantrayana dan masih banyak sekte
yang lain. Buddha Dharma adalah tak terbatas.
Dari sini dapat diketahui bahwa pelafalan Nama Buddha adalah metode pelatihan Agama
Buddha yang terbuka untuk siapa pun serta tak mengenal istilah rahasia dan tidak rahasia.
38. PELAFALAN NAMA BUDDHA SEPENUHNYA PADA PIKIRAN YANG
TERKONSENTRASI
Selain itu, pelafalan Nama Buddha juga tidak mengenal istilah ‘efektif pada jaman
dahulu tetapi sudah tidak efektif pada masa kini’. Ini semua adalah karangan menyesatkan
yang merusak Agama Buddha, merupakan hasil karya pimpinan ajaran sesat yang ingin
menarik umat dengan tidak mempedulikan hukum sebab akibat. Dalam kenyataannya,
keefektifan pelafalan Nama Buddha sepenuhnya terletak pada perubahan pikiran masingmasing individu, inilah yang disebut dengan ‘segalanya tercipta dari pikiran’. Para Mulia
jaman dahulu mengatakan: “Mulut melafalkan Amitabha, tetapi pikiran berpikir hal yang lain,
biarpun melafalkan hingga tenggorokan hancur tetap sia-sia saja.” Sutra ‘Kuan Wu Liang
Shou Cing’ (Amitayurdhyana Sutra] mengatakan: “Para Buddha adalah Dharma Kaya,
terdapat di dalam hati dan pikiran semua mahkluk. Sebab itu bila anda memikirkan Buddha,
maka pikiran kita adalah 32 tanda besar dan 80 tanda kecil Buddha. Pikiran kita menjadi
Buddha, pikiran kita adalah Buddha. Para Buddha berada di mana-mana bagaikan samudera
luas, muncul dari pikiran, sebab itu harus sepenuh hati melafalkannya.”
Dapat diketahui, bahwa pada saat melafalkan Nama Buddha, yang dikhawatirkan adalah
pikiran anda tak terpusat, tak memiliki keyakinan yang kuat. Melafalkan Nama Buddha
dengan pikiran terpusat maka akan seperti yang dikatakan dalam Sutra ‘Fo Shuo A Mi Duo
Cing’ [Amitabha Sutra]: “Bila ada umat pria dan wanita bajik mendengar nama Amitabha dan
melafalkannya, dalam satu hari, dalam dua hari, … , dalam enam hari, dalam tujuh hari,
pikiran tidak kacau, orang ini saat akan meninggal, Amitabha dan para Suci akan
menampakkan diri di hadapannya. Saat meninggal bila pikiran tetap terpusat tidak kacau,
maka akan terlahir di alam Sukhavati Buddha Amitabha.”
39. SEKILAS MAKNA NAMA BUDDHA
Pada dasarnya ajaran sesat Yi Kuan Tao tidak memiliki inti ajaran, tidak mempunyai
pendiri ajaran, tanpa kitab suci, tanpa sesepuh. Maka tak heran bila mereka main comot Nama
Buddha, dengan seenaknya menyebut dan merubah Nama Buddha. Kuan Shi Yin Bu Sha
[Avalokitesvara Bodhisattva] adalah Kuan Yin Bu Sha; Mi Le Bu Sha [Maitreya] adalah Mi
Le Bu Sha, mana ada sebutan Buddha Kuno Mi Le dan Sesepuh Mi Le? Bahkan Maitreya
diubah menjadi Wu Dai Fo Mi Le; Amiduofo [Amitabha] diubah menjadi Namo A Mi Shi
Dien Fo Dien Yuen dan Namo Si Fang Wu Sheng Sheng Mu A Mi Duo Fo [Namo Amiduofo
Ibu Suci Tak Terlahirkan dari Barat]; demikian juga Agama Suci Dien Te di Hongkong
menyebut Amiduofo sebagai Namo Dien Yuen Dai Pao Amiduofo.
Di sini, saya memberi nasehat bagi para Tao-Jin, bila benar-benar ingin berlatih
melafalkan Nama Buddha maka kita harus setulus hati melafalkan Nama Buddha yang
sebenarnya, jangan ditambah-tambah ibaratnya menambahkan kaki pada gambar ular. Jangan
merasa sok pintar yang justru membuat semakin kacau dan menyia-nyiakan apa yang kita
lakukan. Kalian harus ingat, Maitreya saat ini masih membabarkan Dharma di Alam Dewa
Tusita, masih harus menunggu 5.670.000.000 tahun lagi baru terlahir menjadi Buddha,
sekarang masih sebagai seorang Bodhisattva. Kalian menyebut sebagai Buddha Kuno Mi Le
dan Sesepuh Mi Le, ini terlalu menyimpang dari yang sebenarnya (tapi boleh kalau digunakan
sebutan Yang Kelak Terlahir Buddha Maitreya). Dalam Nama Buddha seenaknya diselipkan
panggilan yang tiada hubungannya, jadi apa nantinya? Saya yakin, ini bukanlah cara
penghormatan kepada Buddha.
Pada umumnya dikenal dua macam sebuatan Nama Buddha. Yang pertama adalah
menyebut Nama Buddha secara langsung seperti Amiduofo, Mi Le Bu Sha, Kuan Shi Yin Bu
Sha; yang kedua adalah di depan Nama Buddha ditambahkan sebutan Namo menjadi Namo
Amiduofo, Namo Mi Le Bu Sha, Namo Kuan Shi Yin Bu Sha. Namo adalah terjemahan
langsung dari bahasa Sansekerta yang berarti ‘Berlindung’, melambangkan hati kita
berlindung pada Buddha. Pengikut Yi Kuan Tao tidak mengerti makna ini, bukan saja
seenaknya merubah bahkan menyimpangkan arti Nama Buddha. Misal, mereka menjelaskan
Namo Amiduofo sebagai: “Na berarti yang semula; Mo berarti terkandung di segala hal, tidak
bersuara, tanpa bau, tanpa wujud, tanpa bentuk, tanpa awal, tanpa akhir, tidak berada tetapi
ada; Amiduofo berarti tingkatan kereta Dharma, A adalah rajin melafalkan dan bersatu teguh,
ini merupakan kereta Dharma Awal, Mi adalah tidak mencelakakan dan memenuhi sekitarnya,
merupakan kereta Dharma Menengah, Duo adalah mistis alamiah dan interaksi sempurna,
merupakan kereta Dharma Atas, hasil dari ketiganya [A Mi Duo] dinamakan Fo [Buddha],
yang merupakan kereta Dharma Paling Atas.
Penjelasan Yi Kuan Tao ini, benar-benar ngawur dan salah. Arti sebenarnya dari enam
kata Namo Amiduofo, secara ringkasnya adalah ‘berlindung pada Amiduofo’. Amiduo
merupakan lafal India yang artinya adalah Cahaya Tak Terbatas dan Usia Tak Terbatas,
menunjukkan cahayaNya tak terbatas dan tak terhingga, sedang usiaNya panjang tak
terhingga, sulit untuk diukur. Sebab itu, Amiduofo bila diterjemahkan menjadi Buddha
Cahaya Tanpa Batas atau Buddha Usia Tak Terbatas. Berikut ini kita cuplik Amitabha Sutra
agar lebih mudah dimengerti.
“… Sariputra, Kujelaskan padamu mengapa Buddha tersebut dinamakan Amiduo?
Sariputra, cahaya Buddha tersebut tidak terbatas, menerangi sepuluh penjuru alam, tanpa
hambatan, maka disebut sebagai Amiduo; sekali lagi Sariputra, usia Buddha tersebut dan para
orang yang terlahir di alamNya, tidak terbatas dan tidak terhingga bencananya, sebab itu
disebut Amiduo…”
Dengan adanya pembuktian dari Sutra ini, saya berani memastikan bahwa penjelasan
ajaran sesat Yi Kuan Tao adalah salah semuanya.
( BERSAMBUNG 10# ) -
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 10# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 10# )
40. PERTEMUAN YI KUAN TAO
Bagi orang yang bergabung dengan Yi Kuan Tao, tak peduli sebagai ‘Pelaksana Tao’
atau ‘Pendengar Tao’, pada umumnya mereka sangat serius dan memiliki antusias yang besar.
Yang disebut dengan ‘Pelaksana Tao’ adalah para Tien Juan Shi, Ciang Tao Shi dan Dan
Cu, sebagai pelaksaana tugas terakhir yang bertujuan mengakhiri dengan sempurna.
Seringkali mereka mengorbankan waktu dan pekerjaan, bahkan ada yang mengorbankan
hidupnya bagi ajaran sesat Yi Kuan Tao, mereka khusus mengabdikan diri demi kepentingan
penyebaran ajaran sesat dan ucapan ngawur. Semangat penyebaran agama ini benar-benar
menggugah perasaan, sayang sekali mereka salah memilih jalan, salah membuka pintu.
Yang disebut dengan ‘Pendengar Tao’ adalah para pengikut yang datang ke Fo Dang
gadungan untuk mendengarkan penjelasan Tao. Saya sekarang akan memperkenalkan lebih
jelas tentang hal yang satu ini.
Fo Dang gadungan yang didirikan oleh penganut Yi Kuan Tao, setiap bulannya paling
sedikit mengadakan satu kali pertemuan tetap. Hari pertemuan pada umumnya ditetapkan
berdasarkan penanggalan Imlek, atau kadang ditetapkan pada tanggal 1 dan 15 Imlek setiap
bulannya. Bisa juga mereka memilih sembarang 1 – 2 hari. Ada juga yang menggunakan
malam hari Sabtu atau Minggu siang. Selain pertemuan tetap ini, masih ada juga pertemuan
tidak tetap.
Secara garis besar, dalam pertemuan tetap, Ciang Tao Shi atau Dang Cu bertanggung
jawab membabarkan Tao. Sedang dalam pertemuan tidak tetap, para Ling Tao Jien Ren
[Senior Pemimpin] yang bertanggung jawab membabarkan Tao. Sepanjang yang saya ketahui,
penanggung jawab setiap kelompok adalah yang dinamakan sebagai Senior Pemimpin. Selain
itu, mereka menyebut anggota yang lebih dulu bergabung dibanding mereka sebagai Jien Ren
Ta Cong [Senior Pengikut].
Seperti yang saya sebutkan tadi tentang pertemuan tidak tetap, pertemuan ini hanya
dilaksanakan di Fo Dang yang berskala cukup besar dan memiliki kemampuan ekonomi yang
berlebihan. Sebelum pertemuan ini dilaksanakan, Dang Cu lebih dulu mengirim utusan
memberitahu para Dang Cu Fo Dang yang lebih kecil, yang selanjutnya dari Dang Cu kecil
memberitahu seluruh umat agar pergi ke tempat yang ditentukan untuk mendengarkan Tao.
Bagi sebagian besar penganut Yi Kuan Tao, kabar berita ‘Senior datang ke mari untuk
membabarkan Tao’ merupakan hal yang menggembirakan dan menggemparkan. Dari sini
dapat diketahui bahwa kedudukan ‘Senior’ bukan hal yang biasa.
41. BEBERAPA FENOMENA AKIBAT KEYAKINAN MEMBABI BUTA TERHADAP
AJARAN SESAT
Ada keluarga yang oleh karena kedua orang tua salah jalan menganut Yi Kuan Tao,
mengakibatkan anak-anak dalam keluarga tersebut sejak kecil sudah dipaksa ikut menjadi
vegetarian, bahkan ada yang oleh karena ini terasuki racun ajaran sesat. Anak-anak yang
dibesarkan di dalam keluarga macam ini, akan sulit untuk dinasehati meskipun oleh guru dari
agama yang lurus, bahkan mungkin mereka akan balik mencibir bila mendengar nasehat yang
baik. Sebetulnya para orang tua tidak bermaksud mencelakakan anak-anak ini, orang tua
hanya ingin memberikan kasih sayang dan ketulusan, tetapi karena tidak adanya bimbingan
dari guru yang benar maka berdampak ikut terseretnya anak-anak mereka.
Ada juga keluarga yang orang tuanya salah jalan menganut Yi Kuan Tao, tetapi para anak
dan menantu mereka tidak menganut keyakinan yang sama; atau sebaliknya, anak dan
menantu penganut Yi Kuan Tao tetapi orang tua tidak; ada juga yang suami menganut tetapi
istri tidak; atau istri menganut tetapi suami tidak. Adanya perbedaan keyakinan macam inilah
yang sering mengakibatkan retaknya keharmonisan rumah tangga. Demi mencegah agar
penganutnya tidak mengundurkan diri dari Tao akibat adanya perbedaan keyakinan di dalam
rumah tangga, maka Yi Kuan Tao membohongi penganutnya dengan merekayasa ucapan:
‘Tao yang sejati harus melalui cobaan, setelah itu baru terlihat hati yang sejati’. Langit
menitahkan kawanan Mara untuk mencobai kita. Kalau ada yang menghujat atau menghina
mengatakan kita sebagai ajaran sesat, itulah yang disebut cobaan pinggir. Tertangkap oleh
polisi, itulah cobaan pejabat. Orang tua, istri dan anak tidak memiliki pandangan yang sama
sehingga mundur semangat dan meninggalkan Tao, itulah cobaan berlawanan arah.
Mengatakan keyakinan adalah cobaan, sebab itulah para pengikut mereka menjadi sulit untuk
disadarkan, hingga meninggal pun jangan berharap dapat tersadarkan. Karena pandangan
salah menganggap keyakinan adalah cobaan [Gao – lafal Mandarin], maka para otak umat
mereka menjadi terpanggang (Gao – lafal Mandarin], takkan pernah menjadi sadar, hingga
meninggal pun jangan berharap dapat tersadarkan.
Selain itu, ada juga para remaja yang membohongi orang tua dengan memanfaatkan
waktu sore hari atau saat liburan untuk pergi ke Fo Dang mendengarkan Tao. Dulu di suatu
hari Minggu, saya juga pernah membohongi orang tua agar dapat bersama-sama dengan
beberapa Tao-Jin pergi ke kota Taichung mendengarkan Tao dari Senior Pemimpin. Saat itu
mereka berwanti-wanti agar saya tidak lupa membawa kertas dan pena agar sesampai di sana
dapat membuat catatan. Waktu itu para pendengar Tao berjumlah mencapai ratusan orang.
Menurut saya, apa yang diucapkan oleh senior tersebut tidak terlalu bagus, merupakan hal
yang umum dan lumrah sehingga waktu itu saya hanya mencatat beberapa baris saja.
Semasa SLTP, ada salah seorang murid wanita di sebelah kelas saya yang semua anggota
keluarganya menganut Yi Kuan Tao, bahkan mendirikan Fo Dang di rumah mereka. Dia
sangat agresif di dalam ‘pencarian Tao’. Sering berdua dengan kakak perempuannya pergi ke
tempat jauh hanya khusus untuk mendengarkan Tao. Berangkat pada malam hari hingga
subuh baru kembali pulang ke rumah. Keluarga mereka tidak pernah melarang karena mereka
memang dibesarkan di dalam keluarga yang memeluk ajaran sesat. Tetapi banyak orang yang
sama seperti halnya saya. Dalam keluarga hanya mereka sendiri yang menganut Yi Kuan Tao,
sedang orang tua mereka mengerti kalau Yi Kuan Tao adalah ajaran sesat, karena itulah
mereka harus menggunakan segala macam cara untuk membohongi orang tua. Mereka pergi
mendengarkan Tao dengan secara sembunyi-sembunyi.
Beberapa fenomena kejadian di atas, adalah contoh nyata yang sering tampak akibat
keyakinan membabi buta terhadap ajaran sesat.
42. UMPAN YI KUAN TAO UNTUK MEMBUJUK MASYARAKAT
Sepanjang apa yang saya ketahui, Yi Kuan Tao memiliki beraneka ragam cara untuk
membujuk masyarakat agar terpancing masuk ke dalam jebakan kail mereka. Selain
memasang papan Nama Buddha, menyebarkan ajaran menyesatkan, menyatakan Tao
disebarkan di umat perumah tangga, merusak kebenaran Ajaran Buddha dan sebagainya,
mereka juga menggunakan cara pemberian kedudukan pada beberapa umat yang dianggap
bisa diperalat dengan memberikan kedudukan sebagai penanggung jawab kelompok atau
menjabat kedudukan Tien Juan Shi. Di dalam organisasi mereka, kedua kedudukan ini
mempunyai posisi yang istimewa. Umat biasa dan Dang Cu harus menghormat dan tidak
berani berlaku sembarangan pada kedua kedudukan ini, bahkan sewaktu tiba harus ‘disambut’
dan sewaktu pulang harus ‘diantar’. Karena iming-iming kedudukan inilah yang menyebabkan
banyak orang bersedia diperintah dan diperalat dengan tanpa sadar oleh mereka yang
berambisi jahat.
Selain itu, berdasarkan pengakuan penanggung jawab kelompok sekte Pao Kuang -Yi
Kuan Tao, Wang Shou, yang tertangkap tahun ini, empat ratus lebih Fo Dang gadungan yang
menjadi tanggung jawabnya dibagi menjadi beberapa posisi seperti ‘General Manager’,
‘Manager’, ‘Dan Cu’ dan sebagainya. Setiap orang yang bergabung dengan Yi Kuan Tao,
kelak di kemudian hari mereka akan diberi kedudukan pejabat tinggi dengan segala
wewenangnya. Pengikut dengan tingkatan ‘General Manager’ dapat menjabat sebagai
‘Walikota’, tingkat ‘Manager’ dapat menjadi ‘Kepala Instansi’. Inilah umpan yang digunakan
untuk membujuk warga masyarakat sehingga bersedia masuk menjadi anggota yang nantinya
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan Yi Kuan Tao.
Yi Kuan Tao juga sering menggunakan cara medium Fu Ci menipu pengikut awam
dengan ucapan: “Siapapun yang dapat menyelamatkan satu orang saja memasuki Tao, Dewa
Pengawas Langit akan mencatat jasanya ini. Bila genap 800 jasa (saya tidak terlalu ingat
berapa pastinya) maka orang ini setelah meninggal akan masuk dalam barisan para dewa
menjadi Dewa Ta Luo.” Dengan cara ini mereka membohongi pengikut agar bersedia menarik
orang luar. Sebab itulah, para pengikut yang polos berebut menarik orang luar agar
bergabung. Dahulu saya juga termakan iming-iming macam ini sehingga dengan bodohnya
mangajak adik dan teman sekolah pergi bersama menyembah Buddha memohon Tao.
Selain itu, berdasarkan informasi yang didapatkan dari seorang Tien Juan Shi yang telah
kembali ke jalan yang benar, dikatakan: “Ada seorang Tao-Jin bernama Wu Jin yang telah
berlatih Tao selama 23 tahun yang setelah meninggal diberi gelar Dewa Pelindung Tao. Ada
banyak Tien Juan Shi yang setelah meninggal diberi gelar Dewa. Sedang Tao-Jin biasa diberi
gelar staff khusus Badan Buddha Langit atau Petugas Badan Pengujian dan Petugas Pelayanan
Badan Dewa Buddha [Badan di sini berarti badan pemerintahan]. Gelar yang diberikan
beraneka macam.”
Hal tersebut di atas sering dijumpai di dalam buku ajaran Yi Kuan Tao. Ada juga orang
yang diberi gelar Kepala Accounting Badan Buddha Langit atau sebagai Dewa dalam Taman
Dewa Buddha. Ada juga yang sebagai pengajar dalam Kelas Pengajar Taman Langit Buddha.
Benar-benar sangat aneh. Agama Buddha selamanya tidak pernah ada medium Fu Ci dan
pemberian gelar dewa semacamnya, bagaimana bisa muncul begitu banyak gelar? Tidak jelas
apakah ada juga badan eksekutif, legislatif atau parlemen? Istilah ‘Badan Langit Buddha,
Badan Pengujian dan Badan Dewa Buddha’ bukanlah Buddhis, juga bukan Taois, tetapi
mereka menyusupkan istilah tersebut ke dalam Agama Buddha, benar-benar tidak takut
ditertawakan orang.
Para makhluk penghuni alam dewa di tiga alam dan enam kehidupan bukan merupakan
makhluk yang telah terbebas dari samsara. Bila dikatakan penganut Yi Kuan Tao dapat
berlatih dan mencapai kesucian sejati di alam semu ini sehingga berhasil menjadi Bodhisattva
atau Buddha serta terbebas dari lautan samsara, terus untuk apa lagi masih memakai gelar
duniawi? Menurut saya, ini semua hanyalah ucapan sesat yang dijadikan sebagai umpan bagi
umat yang tidak mengerti apa-apa. Padahal di sepuluh penjuru Tanah Buddha tidak ada
kemelekatan pada bentuk-bentuk nama yang semu. Bila telah mencapai tingkat Bodhisattva
dan Buddha berarti telah mencapai pembebasan sempurna yang sudah tidak memerlukan lagi
bentuk-bentuk nama yang semu itu.
43. SEKTE AJARAN SESAT SANGAT BANYAK, TETAPI SALING TIDAK
MEMPERCAYAI
Yi Kuan Tao memiliki banyak sekte, serta para tokoh utama di belakang layar setiap
sekte memiliki ambisi politik. Sebab itulah, para tokoh ambisius yang menyebut diri sendiri
sebagai Buddha, sesepuh, kaisar, menteri dan semacamnya, sejak dahulu hingga sekarang
sudah mencapai jumlah ratusan orang. Ada beberapa orang yang berbarengan menyatakan diri
sendiri sebagai sesepuh di jaman tersebut, pengklaiman ini ada yang terjadi dalam waktu yang
sama tetapi dengan tempat yang berbeda, ada juga yang terjadi dalam waktu dan tempat yang
berbeda. Sebab itulah, orang-orang yang mengaku sebagai sesepuh ajaran sesat tidak hanya
terbatas pada beberapa yang pernah saya sebutkan, masih ada banyak lagi yang disebutkan
oleh Hui Ming Ta Shi antara lain: Sesepuh Keempatbelas gadungan yaitu Li Kuo Kuang,
Beng Yi Fa; Sesepuh Kelimabelas gadungan yaitu Ceng Wu Sing, Tuen Shi He, Hu Hui Cen;
Sesepuh Keenambelas gadungan yaitu Ai Yuen Hua; Ketujuhbelas yaitu Yao Lien Cong;
Kedelapanbelas yaitu Jen Cing Yi dan sebagainya.
Sedang mengenai sesepuh gadungan terkini mereka yaitu Sesepuh Kesembilanbelas, ada
sekte yang mengatakan sudah muncul, tetapi ada juga yang mengatakan belum muncul.
Terlihat jelas bahwa ajaran mereka sangat kacau, tidak seperti Agama Buddha yang
mengatakan hanya ada satu Sesepuh Pertama dan hanya ada satu Sesepuh Keenam. Sejak
Sesepuh Keenam tidak pernah dinyatakan siapa sesepuh penerus, serta tidak ada yang berani
mengaku atau memalsu, kecuali para pimpinan ajaran sesat yang bermimpi menjadi kaisar dan
mengaku sebagai Sesepuh Agama Buddha. Tolong tanya: para sesepuh gadungan itu kalau
memang benar-benar ingin melatih diri, kenapa masih perlu menyebarkan ajaran sesat
memalsu sebagai Sesepuh Buddhis serta mengangkat senjata melakukan pemberontakan
dengan menyebut diri sebagai kaisar dan menteri? Pula perbuatan ini tidak hanya dilakukan di
jaman dinasti Yuen dan Jing saja, bahkan berlangsung juga di jaman dinasti Sui, Dang, Song,
Ming serta di jaman pemerintahan Republik saat ini. Tampak jelas bahwa ambisi politik yang
tersembunyi di balik punggung mereka tidak akan pernah terkikis oleh perubahan dinasti atau
pemerintahan.
Penanggung jawab sekte Pao Kuang yang tertangkap baru-baru ini yaitu Wang Shou,
menipu mengatakan dalam garis telapak tangannya terdapat tulisan yang mirip dengan huruf
‘Cong Yi’ yang dikatakan sama seperti nama Sesepuh Ketujuhbelas gadungan yaitu Lu Cong
Yi. Sebab itu, dia menyebut dirinya sebagai titisan sesepuh. Dia memberi gelar bawahannya
yang bernama Siao Ciang Shui sebagai Perdana Menteri, serta menetapkan beberapa jabatan
seperti ‘General Manager’, ‘Vice General Manager’, ‘Manager’ dan sebagainya. Semuanya
ini dilakukan dengan dasar penyebutan diri sendiri sebagai ‘Kaisar’. Ini merupakan contoh
ambisi politik yang nyata. Ini adalah pernyataan yang diberikan oleh pihak berwajib dari hasil
penangkapan yang dilakukan. Ini juga membuktikan bahwa yang ditulis dalam buku
‘Penyebaran Dien Tao Sejati’, ‘Pelita di Jalan Kegelapan’ serta perkataan penulis adalah
benar adanya!
Oleh karena adanya beberapa pimpinan ajaran sesat yang berebut ingin menjadi kaisar
atau pimpinan tertinggi, maka dalam sekte-sekte mereka timbul saling ketidakpercayaan serta
saling menghujat dan menyerang. Setiap sekte mengatakan bahwa: “Dalam Tao kita ada 36
sesepuh gadungan, 72 Maitreya palsu (atau mengatakan 36 ajaran jalan pinggir, 72 jalan garis
kanan); di dunia ini ada 96 pandangan yang tidak benar dan 108 ajaran sesat, ini semua adalah
kawanan Mara yang diutus oleh Langit untuk menguji kita…”
Bila dianalisa akan kita temukan dua tujuan dari ucapan di atas.
1. Ucapan di atas menunjukkan bahwa Tao siluman yang direkayasa oleh pimpinan
ajaran sesat merupakan Tao yang Besar dan Benar yang sulit ditemukan sepanjang
hidup kita, sebab itulah banyak kawanan Mara yang memalsu.
2. Ini merupakan metode mengembangkan diri sendiri menekan orang lain. Dengan cara
ini menunjukkan bahwa Tao yang mereka sebarkan adalah Tao sejati yang benar-benar
menerima Firman Langit, sedang Tao orang lain bersumber dari hal yang tidak benar.
Dengan cara inilah mereka menambah jumlah pengikut.
Tien Juan Shi yang tersadar kembali ke jalan yang benar yang pernah kita sebut,
membocorkan informasi organisasi mereka, ini membuktikan bahwa apa yang saya katakan
adalah benar. Dia mengatakan: “Beberapa tahun yang lalu, di daerah Taiwan bagian tengah
muncul dua orang yang bermarga Wu dan Ma yang berlatih ilmu Tao, mereka berdua
memiliki banyak pengikut. Pimpinan Yi Kuan Tao yang melihat bahwa pengikut mereka satu
persatu beralih ke ajaran lain, menyerang dengan mengatakan bahwa kedua orang tersebut
berasal dari aliran yang tidak benar.”
Saya masih ingat pernah satu kali mengajak beberapa teman sekolah untuk pergi bersama
Menyembah Buddha Memohon Tao di suatu Fo Dang gadungan di kota Cang Hua. Salah
seorang dari teman sekolah saya itu pernah menerima Tao di sekte yang lain. Saat itu saya
berpandangan tidak ada halangan bila kami pergi bersama karena semua adalah umat sesama
Tao. Sebab itulah, saya tidak melapor lebih dahulu pada Dang Cu mengenai hal kecil ini. Saat
saya tiba dan masuk ke dalam memberitahu Dang Cu, ternyata Dang Cu melarang saya
mengajak teman tersebut untuk bersama-sama melakukan penyembahan. Saya katakan, dia
dahulu telah masuk Tao di tempat yang lain, kenapa melarang dia masuk? Dang Cu tetap
bersikukuh tidak memperbolehkan, akhirnya saya hanya bisa mempersilahkan teman saya
untuk menunggu di luar. Setelah itu, Dang Cu baru memberitahu saya. “Meskipun dia pernah
menerima Tao di tempat lain, tetapi Tao kita memiliki 36 sesepuh gadungan dan 72 Maitreya
palsu, kita tidak tahu apakah Tao tempatnya bergabung telah menerima Firman Langit?
Karena itulah jangan membiarkan dia sembarangan masuk melihat-lihat, kecuali dia
membuang Tao yang lalu dan bergabung sebagai pengikut baru kita. Sebab kita telah
menerima Firman Langit.”
Dari sini dapat diketahui bahwa sentimen saling tidak percaya di antara mereka telah
mencapai tingkat yang begitu dalam. Coba kita bayangkan, bila setiap Dang Cu atau Tien
Juan Shi setiap sekte sama seperti Dang Cu yang saya ceritakan: tidak percaya dengan Tao Jin
sendiri atau sesama penganut, mengatakan Tao orang lain adalah palsu, Tao Langit yang
dibabarkan oleh diri sendiri barulah yang sejati. Kalau demikian, siapakah sebenarnya yang
merupakan sekte sejati? Siapakah orang yang benar-benar telah menerima Firman Langit?
Saat itu, mereka yang ingin menerima Tien Juan secara langsung harus membayar 30 dollar
[dollar New Taiwan]. Berapa banyak uang yang dimiliki oleh seorang pelajar yang nota bene
masih mengandalkan hasil cucuran keringat orang tua? Berapa banyak uang 30 dollar yang
harus dikorbankan secara sia-sia oleh siswa tersebut karena ketidakjelasan sekte mana yang
merupakan Tao yang sejati?
44. AJARAN SESAT YI KUAN TAO MENIPU HARTA RAKYAT
Tujuh delapan tahun yang lalu, para pengikut yang baru bergabung dengan Yi Kuan Tao
harus menyerahkan ‘Uang Jasa Kebajikan’ sebesar 30 dollar. Empat -lima tahun terakhir ini,
karena bertambah pesatnya jumlah orang yang bergabung serta pertimbangan inflasi maka
‘Uang Jasa Kebaikan’ ini jauh-jauh hari sudah meningkat menjadi 100 dollar. Dahulu saya
mendengar beberapa Dang Cu berkata: “Uang jasa kebajikan ini dipergunakan oleh Fo Dang
kita untuk mencetak dan mendistribusikan buku-buku kebajikan, juga untuk membeli dupa
dan minyak guna penghormatan bagi Buddha.”
Mengenai penggunaan uang jasa kebajikan ini, yang saya tahu saat itu adalah uang ini
diserahkan kepada Dang Cu. Saya sangat percaya dengan apa yang dikatakan oleh mereka.
Hingga akhir-akhir ini, setelah seorang Tien Juan Shi membocorkan rahasia sebenarnya, baru
saya tahu ternyata uang jasa kebajikan ini semuanya lari ke pimpinan ajaran sesat, tepatnya
pengikut berbuat jasa kebajikan hanya bagi pimpinan mereka. Digunakan untuk apa? Ini yang
tidak jelas karena mereka selama ini tak pernah mengumumkannya. Berdasarkan pengamatan
saya, uang ini mungkin digunakan sebagai dana pemberontakan.
Di sini saya sertakan informasi rahasia yang dibocorkan oleh Tien Juan Shi tersebut agar
diketahui oleh seluruh lapisan anggota masyarakat. Semoga pengikut Yi Kuan Tao dapat
membuktikan kebenarannya dan mewaspadai agar tak diperalat oleh para penjahat tersebut.
Dia mengatakan: “Para pengikut Yi Kuan Tao, pada hari mereka bergabung untuk
memohon Tao, harus menyumbang uang jasa kebajikan minimal 50 hingga di atas 100 dollar.
Serta pada saat itu, Tien Juan Shi akan memberi penjelasan pada para pengikut baru bahwa
uang jasa kebajikan digunakan untuk membeli dupa atau mencetak buku. Tetapi sejak
menjabat sebagai Tien Juan Shi, sepanjang sepengetahuan saya, uang jasa kebajikan ini
sedikitpun tidak pernah dipergunakan untuk mencetak buku atau membeli dupa (biaya
pencetakan buku atau dana bantuan Tao, serta pembelian dupa diambil dari sumbangan Tao-
Jin). Uang jasa kebajikan ini seluruhnya diserahkan ke tangan Jien Ren [Senior]. Jien Ren
yang memimpin kami mengatakan bahwa uang jasa kebajikan ini harus diserahkan kepada Shi
Mu (Ibu Guru Suen Hui Ming), siapapun tidak diperkenankan menggunakannya. Sejak
menjabat sebagai Tien Juan Shi, uang jasa kebajikan yang saya serahkan sedikitnya sekitar
80.000 hingga 90.000 dollar setiap tahunnya. Yang saya ketahui, Jien Ren di seluruh propinsi
[Taiwan] berjumlah lebih dari 18 orang, sedang setiap Jien Ren membawahi sedikitnya
ratusan orang Tien Juan Shi, terbanyak mencapai 300 hingga 400 orang. Tien Juan Shi di
seluruh propinsi setidaknya lebih dari 3.000 orang. Bila setiap orang setiap tahunnya rata-rata
menyerahkan 50.000 dollar, maka 3.000 orang ini mempunyai 150.000.000 dollar uang jasa
kebajikan. (Ini adalah perhitungan paling konservatif, jumlah sebenarnya jauh melebihi angka
ini. Sebab untuk kegiatan penyelamatan arwah orang yang sudah meninggal, setiap orangnya
rata-rata lebih dari 1.000 dollar.) Uang jasa kebajikan yang besar ini, setelah diserahkan ke
tangan Jien Ren dan diserahkan lagi ke atas (Shi Mu), maka tak ada yang tahu bagaimana
kelanjutannya. Juga tak pernah terdengar adanya kegiatan kemanusiaan atau pendidikan yang
dilakukan oleh Yi Kuan Tao, kalau begitu ke mana larinya uang sebanyak itu? Siapa yang
mengetahuinya? Padahal, semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan keagamaan berasal
dari sumbangan para Tao-Jin, sedikitpun tak pernah memakai uang jasa kebajikan. Kalau
begitu, ke mana larinya uang itu? Bila digunakan untuk kegiatan yang benar dan positif,
kenapa penanggung jawab Yi Kuan Tao tak pernah mengumumkannya? Sebaliknya, bila ada
orang yang menanyakan atau mencurigai penggunaan uang jasa kebajikan, maka akan
dimarahi oleh pimpinan, bahkan akan diberi tambahan dosa ‘tidak menghormati guru, tidak
menghormati Tao’. Para pengikut Yi Kuan Tao sangat takut dengan ‘Firman Langit’ dan
‘sumpah’, sebab itulah meskipun ada rasa curiga mereka juga tak berani bertanya.”
Juga berdasarkan berita yang di banyak media surat kabar tertanggal 9 Februari tahun ini:
Penanggung jawab sekte Pao Kuang -Yi Kuan Tao yang bernama Wang Shou, sejak
menjabat sebagai Jien Ren dengan menggunakan cara ‘Tu Ta Sien’ [Penyelamatan Dewa
Besar] dan ‘Tu Wang Huen’ [Penyelamatan Arwah Orang Meninggal] tiada hentinya menipu
mengumpulkan harta kekayaan. Para pengikut yang menyumbangkan uang menyelamatkan
para menteri setia dan anak berbakti yang telah meninggal selama ini agar supaya mencapai Li
Dien (surga impian Yi Kuan Tao), maka para pengikut ini dikatakan akan mendapat
perlindungan dewa. Setiap penyelamatan [Jao Tu] satu dewa memerlukan 5.000 hingga
30.000 dollar, hingga saat ini telah dilakukan Jao Tu sejumlah lebih dari 1.000 dewa. Selain
itu, terdakwa Wang Shou juga melakukan kegiatan ‘Tu Wang Huen’, yaitu para pengikut
menyumbang uang untuk menyelamatkan sanak keluarga yang telah meninggal.
Penyelamatan setiap arwah memerlukan beberapa ribu hingga 20.000 dollar. Hal ini
menyebabkan ada beberapa pengikut miskin yang terpaksa meminjam uang atau mengambil
uang arisan utuk dipergunakan sebagai sumbangan ‘Tu Wang Huen’.
Saya memiliki teman sekolah yang tinggal di daerah selatan. Keluarga mereka menganut
Yi Kuan Tao, bahkan mendirikan Fo Dang dalam rumah mereka. Berdasarkan ucapannya,
dikatakan bahwa ayahnya menyerahkan sendiri uang jasa kebajikan yang dikumpulkan dari
Fo Dang mereka ke tangan Jien Ren. Ucapan ini membuktikan kebenaran pernyataan penulis
dan Tien Juan Shi di atas.
Catatan penulis: Yang disebut sebagai Shi Mu oleh Yi Kuan Tao yaitu Suen Hui Ming,
bernama asli Suen Su Cen, menyebut diri sebagai jelmaan Yue Hui Bu Sha [Bodhisattva Yue
Hui]. Para pengikut menjabarkan huruf marganya sehingga memberi sebutan ‘Leluhur Ci Si’,
sedang suaminya, Cang Dien Ran, disebut sebagai ‘Leluhur Kong Jang’.
Suen Su Cen saat ini merupakan pimpinan tertinggi ajaran sesat di Taiwan, sebab itulah
para pengikutnya menyebutnya sebagai Shi Mu [Ibu Guru]. Ada yang mengatakan setelah
jatuhnya Tiongkok daratan ke tangan Partai Komunis, dia berpindah ke Hongkong. Tetapi
berdasarkan informasi dari orang dalam dikatakan bahwa dia jauh-jauh hari di tahun 1949
sudah lari ke Taiwan. Maka tak heran kalau saya dulu pernah mendengar ucapan beberapa
Tao-Jin tua seperti berikut: “Jien Ren pertama yang menyebarkan Tao di Taiwan sebetulnya
bermaksud membawa dan menyebarkan Kebenaran Tao Besar ke Jepang. Tetapi sesampainya
di tengah perjalanan, kapal yang dinaikinya diterpa badai sehingga terdampar ke Taiwan (atau
ada juga yang mengatakan kapal dialihkan pelayarannya ke Taiwan). Jien Ren tersebut
menganggap ini adalah Firman Langit, sebab itu dia berubah tujuan menyebarkan Tao di
Taiwan.”
Padahal ini juga merupakan sandiwara yang digubah sendiri oleh ajaran sesat Yi Kuan
Tao. Saat pertama kali datang, mereka masih asing dengan kondisi di Taiwan. Agar supaya
dapat mendirikan basis dan mengembangkan kekuasaan mereka, maka mereka harus
mengarang cerita untuk membohongi dan menarik pengikut dari warga setempat. Dahulu saat
mendengar cerita dusta ini, saya sedikitpun tidak curiga bila ada kebohongan di dalamnya,
juga tak tahu siapa yang disebut dengan Jien Ren pertama itu. Hingga saat ini saya baru tahu
ternyata Jien Ren yang mengemban Firman Langit untuk menyebarkan Tao di Taiwan adalah
Suen Su Cen Shi Mu. Benar-benar tak menyangka kalau Bodhisattva Yue Hui ini datang juga
ke Taiwan.
( BERSAMBUNG 11# ) -
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 11# )
BAGAIMANA KELUAR DARI YI KUAN TAO ( FULL VERSION 11# )
45. PENGIKUT YI KUAN TAO SALAH MEMPERCAYAI UCAPAN GURU SESAT
Sejak memperoleh jawaban yang benar serta membuktikan bahwa Yi Kuan Tao adalah
ajaran sesat, maka setiap kali ada kesempatan menemukan eks umat seiman [pengikut Yi
Kuan Tao], penulis pasti akan menasehati mereka. Beberapa dari mereka menerima nasehat
saya; beberapa lagi karena sudah terasuk racun begitu dalam serta pernah mengalami sedikit
kemukjizatan maka mereka menganggap Yi Kuan Tao adalah kebenaran yang sulit ditemukan
di dunia ini. Terlebih terhadap San Pao yang diwariskan oleh Tien Juan Shi, mereka
memandangnya sebagai sesuatu yang sangat suci tiada bandingnya. Sebab itu, meskipun
menganggap nasehat saya cukup logis, tetapi mereka tetap tak dapat menerima sepenuhnya.
Dasar alasan yang menjadi pegangan mereka ada dua yaitu:
1. Meskipun di dalam kitab sejarah tercatat bahwa Yi Kuan Tao adalah ajaran sesat yang
merupakan kelanjutan dari Pai Lien Ciao, tetapi catatan ini masih diragukan
kebenarannya. Apalagi para senior pernah mengatakan bahwa ajaran yang kita anut
bukanlah Pai Lien Ciao, pun bukan Yi Kuan Tao.
Dengan kata lain, mereka ini tak mempercayai bukti nyata di dalam sejarah, malah
percaya sepenuhnya pada ucapan sesat para guru sesat.
2. Para Tao-Jin yang menolak nasehat berpandangan bahwa pada saat melakukan Tien
Tao, Tien Juan Shi mewajibkan Yin Pao Shi untuk bersumpah sebagai berikut: “Saya
yang bernama XXX dengan setulus hati berlutut di bawah teratai Ming Ming Shang
Ti, hari ini bersedia mengajak dan menjamin XXX (bila umat baru berjumlah kurang
dari dua orang maka akan langsung disebutkan namanya, bila lebih dari tiga orang
akan disebut sebagai orang banyak) memohon Kebenaran Tao Besar serta pembabaran
sejati lahir dan batin.
Bila mengajak dan menjamin masuk ke ajaran yang
menyeleweng, ajaran sesat Pai Lien dan menipu harta benda, maka bersedia menerima
hukuman sambaran petir dari langit.” Maka itu, kalau dikatakan Yi Kuan Tao sebagai
Pai Lien Ciao atau kelanjutan Pai Lien Ciao, kenapa Tien Juan Shi masih mewajibkan
Yin Pao Shi membaca sumpah ini?
Memang benar, para Tao-Jin ini seperti halnya saya, mereka berhati bajik dan jujur.
Sebab itulah mereka percaya dengan ajaran sesat Yi Kuan Tao. Padahal, ‘Tekad Yin Pao Shi’
yang digunakan oleh Yi Kuan Tao ini mempunyai maksud tersembunyi.
Di depan penulis telah memperkenalkan ‘cara-cara pengembangan Yi Kuan Tao’. Dalam
bab tersebut diceritakan adanya ucapan menyesatkan dari Yi Kuan Tao yang menyebutkan:
‘agama yang lain bukanlah ajaran yang benar, bukan Tao.’ Serta dalam buku ajaran mereka
selalu menghujat setiap agama yang benar sebagai jalan yang menyeleweng. Dari sini dapat
diketahui adanya dua tujuan dari penggunaan ‘Tekad Yin Pao Shi’ di atas.
Pertama, oleh karena Yi Kuan Tao, baik secara terang-terangan atau tersembunyi,
menyatakan bahwa agama yang lain sebagai agama yang menyeleweng, maka mereka
mengharapkan para Yin Pao Shi setelah mengajak orang memasuki Tao untuk tetap
sepenuhnya meyakini Yi Kuan Tao, tidak diperkenankan mundur di tengah jalan. Sehingga
bila mereka mengajak pengikut yang memohon Tao untuk memasuki jalan menyeleweng
[agama lain], maka Yin Pao Shi akan menerima hukuman sambaran petir dari langit.
Kedua, bertujuan untuk memperoleh keyakinan pengikut agar mereka kokoh
mempercayai ajaran sesat. Sebab itulah mereka sengaja membuat kedok sumpah Yin Pao Shi:
“Bila mengajak dan menjamin masuk ke ajaran sesat Pai Lien dan menipu harta benda, maka
bersedia menerima hukuman sambaran petir dari langit.” Serta mengatakan kepada dunia luar
bahwa mereka adalah Agama Buddha, untuk menimbulkan kesan bagi para pengikut bahwa
ajaran yang mereka anut ini adalah Agama Buddha, bukan ajaran sesat Yi Kuan Tao, pun
bukan Pai Lien Ciao.
Cara yang digunakan Yi Kuan Tao ini tampaknya seperti hal yang benar. Tapi dalam
kenyataannya, di depan sudah saya sertakan bukti kuat yang menunjukkan bahwa mereka
bukan Agama Buddha. Kalau mereka bukan Agama Buddha, serta penganutnya menolak
dikatakan sebagai Yi Kuan Tao yang nota bene merupakan penerus Pai Lien Ciao, maka
sebenarnya agama apa mereka? Nama agama yang pasti saja tidak punya, bagaimana mungkin
bisa disebut agama yang sejati? Bagaimana pula mereka sesumbar menyebut sebagai Agama
Buddha?
46. PERUMPAMAAN YANG MELAMBANGKAN AJARAN SESAT DALAM SUTRA
BUDDHIS
Cara-cara pimpinan ajaran sesat yang mencuri Buddha Dharma, menyelewengkan arti
Kitab Suci serta tidak segan-segan menggunakan cara-cara munafik yang bertujuan menutupi
rencana keji mereka, dengan tujuan agar orang lain yang tidak mengerti menjadi percaya,
maka sehubungan dengan hal ini, saya akan menggunakan kisah-kisah perumpamaan dalam
Sutra ‘Pai Yu Cing’ [Seratus Perumpamaan] untuk menjelaskan betapa kanak-kanaknya cara
yang mereka lakukan. Saya juga menggunakan kisah yang lain untuk menggambarkan betapa
keras kepalanya para pengikut Yi Kuan Tao yang tak juga sadar dari ketersesatan. Semoga
para Tao-Jin Yi Kuan Tao yang pandai dapat menghayati arti yang terkandung dalam kisahkisah perumpamaan berikut.
Pada dahulu kala ada seorang pemuka agama Brahmana. Dia mengatakan dapat
mengetahui masa lalu dan masa akan datang, serta menguasai segala macam pengetahuan. Dia
pergi ke lain daerah untuk memamerkan keahliannya. Di depan banyak orang, dia menangis
sambil memeluk puteranya. Ada yang bertanya kenapa dia menangis, dijawabnya, “Putera
saya dalam tujuh hari ini akan meninggal, sebab itulah saya bersedih.” Orang-orang
menasehatinya, “Putera anda bukannya sehat-sehat saja sekarang, mana mungkin tujuh hari
lagi akan meninggal? Mungkin anda salah menghitung, kalau begitu bukannya anda sedih
untuk sesuatu yang tidak akan terjadi?” Brahmana ini dengan tegasnya menjawab, “Saya tidak
mungkin salah menghitung. Selama ini saya tidak pernah salah menghitung tentang
perhitungan nasib berdasarkan tanggal dan jam kelahiran serta segala benda di alam semesta
ini.” Hingga tiba hari ketujuh, puteranya tidak meninggal. Demi menjaga kehormatan
namanya, Brahmana ini tega membunuh puteranya sendiri untuk membuktikan bahwa
perhitungannya tidak salah. Yang dilakukannya ini agar orang lain percaya dengan
kemampuannya sehingga dia menjadi terkenal dan dipuja banyak orang.
Kisah ini melambangkan pimpinan Yi Kuan Tao yang tak bermoral tetapi menyebut diri
telah memperoleh Tao, memperoleh Buddha Dharma sejati. Agar supaya dapat memperoleh
kepercayaan dari umat, mereka tidak segan-segan menggunakan segala macam cara keji yang
munafik dan penuh kebohongan dengan tujuan sebenarnya adalah untuk menipu dan mencuri
nama. Hal ini ibaratnya sama seperti Brahmana dalam kisah di atas yang menggunakan cara
membunuh puteranya untuk membohongi dunia.
Dahulu kala ada seseorang yang menganggap seorang hartawan sebagai kakaknya.
Hubungan mereka sangat dekat dan akrab. Mengapa dia menganggap hartawan itu sebagai
kakaknya? Itu karena dia ingin memperoleh harta orang kaya tersebut. Hingga suatu ketika,
hartawan ini menjadi orang miskin yang berhutang banyak pada orang lain. Orang ini berubah
menjadi acuh terhadap hartawan yang telah menjadi miskin itu, bahkan kepada setiap orang
berkata: “Dia bukan kakak saya.”
Kisah ini mengumpamakan Yi Kuan Tao mencuri Buddha Dharma dan menyebut sebagai
ajaran mereka sendiri. Bukannya meyakini dengan setulus hati, melainkan hanya bermaksud
menggunakan nama Agama Buddha sebagai kedok untuk menutupi rencana jahat mereka.
Dahulu kala hiduplah seorang yang tinggal di daerah sangat terbelakang. Dia masuk ke
dalam tempat penyimpanan raja dan mencuri pakaian. Raja memerintahkan untuk
menangkapnya. Orang ini berkata, “Ini adalah pakaian saya, merupakan warisan dari kakek,
bukan hasil curian.” Raja segera mengumpulkan seluruh menterinya dan memerintahkan para
menteri untuk melihat. Orang ini sebelumnya tidak memiliki apapun [tidak pernah mengenal
pakaian], sehingga pakaian curian yang dikenakannya pun terbalik. Bagian lengan digunakan
di kaki, sedang bagian pinggang digunakan di kepala. Raja berkata pada pencuri ini, “Kalau
memang benar pakaian warisan kakek, sudah seharusnya mengerti bagaimana
mengenakannya. Kenapa dikenakan terbalik, yang bagian atas dikenakan di bagian bawah?
Kalau tidak mengerti bagaimana mengenakannya, berarti pakaianmu ini pasti hasil mencuri.”
Dalam perumpamaan ini, raja ibaratnya Buddha, tempat penyimpanan ibaratnya Dharma,
orang terbelakang yang bodoh ibaratnya ajaran agama lain yang mencuri Buddha Dharma.
Menempatkan diri di dalam Dharma dan menganggap sebagai miliknya. Tidak mengerti
bagaimana mengenakan pakaian ibaratnya merekayasa Buddha Dharma untuk menyesatkan
umat manusia sehingga tidak mengenali lagi wujud Dharma yang sebenarnya. Seperti halnya
pencuri ini, setelah memperoleh pakaian pusaka raja tetapi tidak mengerti urutannya dan
mengenakannya secara terbalik, demikianlah halnya pencuri Dharma.
Para Tao-Jin Yi Kuan Tao, kisah ini seperti halnya pimpinan ajaran sesat Yi Kuan Tao
yang mencuri Buddha Dharma yang kemudian mengangkanginya menyebut sebagai ajaran
mereka. Tetapi oleh karena ketidakmengertian akan inti sebenarnya Buddha Dharma,
sehingga biarpun berhasil mencuri tetap saja tak bisa menggunakannya. Mereka menggunakan
Buddha Dharma secara terbalik dan semrawut, justru hal ini berbalik menjadi bumerang yang
membongkar dan menampilkan sifat jahat mereka yang sebenarnya.
Jaman dahulu kala ada dua orang pedagang, satu berdagang emas murni, satu berdagang
kapas. Bila ada orang yang bermaksud membeli emas murni, maka emas tersebut akan
dibakar untuk diuji kemurniannya. Suatu ketika sewaktu ada pengujian emas, pedagang kapas
mencuri emas tersebut dan menyembunyikannya di dalam kapas dagangannya. Tetapi karena
panasnya emas tersebut mengakibatkan seluruh kapas terbakar habis. Dengan kejadian ini,
peristiwa pencurian menjadi terbongkar dan pedagang kapas menderita kerugian baik kapas
maupun emas curiannya. Seperti halnya agama lain yang mencuri Buddha Dharma,
menempatkan di dalam ajaran mereka dan menyebut sebagai ajaran mereka sendiri. Dengan
perbuatan ini, justru membakar habis kitab ajaran mereka. Seperti halnya pedagang kapas
yang mencuri emas, pada akhirnya akan kehilangan baik kapas atau emas itu sendiri.
Demikianlah halnya pencuri Dharma.
Kisah ini mengumpamakan pimpinan Yi Kuan Tao yang mencuri Buddha Dharma dan
menyebutnya sebagai ajaran mereka sendiri. Tetapi oleh karena tidak memahami ajaran
sebenarnya serta tidak menguasai penggunaannya, mereka tidak memperoleh sedikitpun
keuntungan. Malah berbalik mengacaukan ajaran mereka sendiri yang berakibat
terbongkarnya wujud sebenarnya ajaran sesat mereka.
Dahulu ada seorang bodoh yang memiliki istri berparas elok. Sepasang suami istri ini
hidup dengan saling mencintai. Suatu ketika istrinya tergoda oleh orang lain dan bermaksud
pergi meninggalkan suaminya. Sebelum pergi, dia secara sembunyi-sembunyi meninggalkan
pesan kepada seorang wanita tua. “Saya sekarang akan pergi. Setelah saya pergi kamu cari
mayat seorang wanita dan tempatkan di dalam rumahku. Katakan pada suamiku bahwa aku
telah meninggal.” Wanita tua itu melaksanakan pesan tersebut.
Ternyata sang suami mempercayainya. Dia menangis dengan sedihnya! Dia memerintahkan orang untuk membeli kayu bakar dan kemudian menggunakannya untuk membakar mayat istrinya.
Abu hasil pembakaran disimpan di dalam suatu tempat yang didekapnya setiap saat. Di kemudian hari sang istri ternyata menyesal akan perbuatannya dan kembali pulang ke rumah. Dia mengetuk
pintu dan ditanya oleh sang suami, “Siapa?” Dijawabnya, “Istrimu.” Sang suami menjawab,
“Istriku sudah meninggal, kamu pasti berbohong.” Sang istri mengulangi ucapannya hingga
tiga kali, tetapi sang suami tetap tidak percaya. Seperti halnya pengikut agama lain yang
mendengar lebih dulu tentang ajaran sesat, ajaran yang menyesatkan ini justru dianggap
sebagai ajaran yang benar. Kelak kemudian hari ketika mendengar Dharma sejati, mereka
justru tak bersedia menerimanya.
Kisah ini seperti halnya para penganut Yi Kuan Tao yang pada awalnya mendengar dan
mempercayai ucapan guru sesat. Mereka menganggap Buddha Dharma benar-benar telah
lenyap (ibaratnya orang bodoh yang mempercayai bahwa istrinya telah meninggal).
Katakanlah di kemudian hari mereka mendengar Dharma sejati serta menerima nasehat dari
guru yang budiman. Tetapi meskipun nasehat ini diucapkan berulang hingga tiga kali, mereka
tetap tidak akan percaya. Malah mereka justru terjerumus semakin dalam mempercayai ajaran
sesat Yi Kuan Tao.
47. JANGAN TAKUT DENGAN SUMPAH MENGERIKAN
Saat ini ingin rasanya saya dengan lantangnya menyerukan kepada seluruh Tao-Jin Yi
Kuan Tao agar jangan bimbang lebih lama lagi. Kalian harus sesegera mungkin kembali dari
ketersesatan, tinggalkanlah organisasi ajaran sesat itu. Janganlah karena takut akan sumpah
yang diucapkan saat masuk Tao menyebabkan kalian tidak berani keluar. Jangan
berpandangan bahwa kalau melanggar sumpah itu maka akan menerima sambaran petir
hukuman dari langit. Sebenarnya sumpah itu hanyalah rekayasa dari pimpinan ajaran sesat
yang berfungsi sebagai alat pengendali. Ini hanyalah suatu metode yang bertujuan untuk
menakut-nakuti pengikut yang polos, jadi bukanlah benar-benar akan disambar petir dari
langit.
Sekarang saya akan menceritakan contoh nyata yang terkini. Orang yang menyadarkan
saya sehingga terbebas dari Yi Kuan Tao adalah Sheng Fa Fa Shi. Beliau sebelumnya juga
pengikut Yi Kuan Tao. Selain itu, saya pernah mengajak seorang teman sekolah bergabung
dengan Yi Kuan Tao, yang mana mama dan kakak perempuannya telah lebih dulu bergabung
dibanding dirinya. Semenjak saya melepaskan diri dari Yi Kuan Tao, teman saya ini beserta
mama dan kakak perempuannya juga bersama-sama keluar dari organisasi ajaran sesat itu.
Tiga tahun telah berlalu, selama ini telah tak terhitung berapa kali terjdengar petir di atas
langit, tetapi kami beberapa orang ini masih saja aman sentosa, tak satupun yang menerima
hukuman langit ataupun sambaran petir. Sebab itu, para Tao-Jin, kalian jangan takut,
keluarlah dari organisasi ajaran sesat itu, saya jamin kalian pasti aman sentosa.
Sebenarnya ini merupakan hal yang sederhana. Diumpamakan anda sebelumnya
bergabung dengan organisasi dunia hitam (ibaratnya bergabung dengan ajaran sesat),
kemudian kembali ke jalan yang benar dengan menyerahkan diri ke pihak berwajib
(diibaratkan melepaskan diri dari organisasi ajaran sesat dan berlindung pada Agama
Buddha). Anda mulai giat belajar dan berusaha sehingga berhasil meraih gelar sarjana, serta
secara bertahap menjadi pejabat pemerintah yang rajin dan mencintai rakyatnya (ibaratnya
rajin berlatih hingga mencapai keBuddhaan). Saat itu, kebijaksanaan dan kebajikan anda telah
mampu untuk membimbing banyak bawahan (ibaratnya telah memiliki kesaktian batin dan
Buddha Dharma yang tak terhingga, yang cukup untuk membimbing makhluk hidup bersamasama melepaskan diri dari samudera penderitaan mencapai keBuddhaan). Para pimpinan
organisasi sesat tempat anda bergabung sebelumnya (ibaratnya makhluk gaib sesat yang
kalian takuti) sudah tak mampu lagi mengendalikan anda, bahkan mereka harus berlindung
pada kebijaksanaan dan kebajikan anda yang tak terhingga untuk menyelamatkan mereka.
Para penjahat ini akan menjadi sangat memuja anda, bagaimana mungkin mereka berani
bersikap tidak sopan pada anda? Keluar dari jalan sesat kembali ke jalan yang benar
mempunyai prinsip yang sama dengan perumpamaan ini. Asalkan kalian bersedia berlatih
seperti yang dikatakan oleh Buddha, bukan saja dalam kehidupan ini dilindungi oleh para
dewa serta makhluk gaib sesat tak berani mencelakakan, bahkan setelah anda mencapai
tingkat Samma Sambuddha, para Buddha, Bodhisattva, para Dewa, kesemuanya akan memuji
kebajikan anda yang tak terhingga. Bagaimana mungkin para makhluk gaib sesat tidak ikut
serta memuji anda?
48. KESIMPULAN
Para Tao-Jin Yi Kuan Tao, pepatah mengatakan: ‘Buddha menyeberangkan orang yang
berjodoh’. Pintu Agama Buddha selamanya terbuka, selamanya menyambut kedatangan
kalian. Selain itu, semangat Buddhis adalah yang paling menunjukkan rasa welas asih. Agama
Buddha menganjurkan: ‘Letakkan pisau jagal, saat itu juga mencapai keBuddhaan’,
‘Samudera penderitaan luas tak terhingga, berbaliklah maka akan tampak pantai seberang’.
Pepatah kuno juga mengatakan: ‘Mengerti kesalahan dan memperbaikinya, ini adalah
kebajikan terbesar’. Asal anda dapat menyadari kesalahan yang dilakukan selama ini, bersedia
menerima dan mempercayai ucapan Buddha, membuang keyakinan akan ajaran sesat, setulus
hati bertobat atas segala perbuatan buruk yang dilakukan selama ini, serta berlatih sesuai
petunjuk Buddha Dharma, maka ‘segala masa lalu anda bagaikan telah musnah di hari
kemarin, sedang masa depan anda ibaratnya tumbuh di hari ini’. Anda dapat berlatih dan
mencapai keBuddhaan, setara dan tak berbeda dengan para Buddha, inilah kebesaran welas
asih Agama Buddha, yang juga menunjukkan ketakterbatasan Buddha Dharma.
Rekan-rekan sekalian, hal yang ingin saya ucapkan telah dituliskan di depan. Bila kalian
memiliki akar kebajikan, cepatlah meninggalkan ajaran sesat, sama seperti halnya saya
berlindung pada San Pao Agama Buddha: Buddha, Dharma, Sangha. Bila kalian masih tetap
tak tersadarkan, saya juga tak mampu berbuat apa-apa lagi. Dalam kesempatan ini, saya ingin
menggunakan sepenggal ucapan Kuang Ting Fa Shi sebagai penutup buku ini. Beliau berkata:
“Dalam ‘Yi Ciao Cing’ (Sutra Ajaran Terakhir] dikatakan, “Saya bagaikan dokter yang
cemerlang, memberikan obat sesuai dengan penyakitnya, pasien meminum obat atau tidak, itu
bukan kesalahan dokter. Seperti ibaratnya pembimbing yang bajik, membimbing orang ke
jalan yang bajik, tetapi yang dibimbing tidak bersedia melakukan, ini bukan kesalahan
pembimbing.” Saya sangat berharap agar para penganut Yi Kuan Tao dapat belajar mengenali
diri sendiri dan mengenali pihak lain dengan jalan mempelajari Sutra Buddhis, meninggalkan
kegelapan menuju cahaya terang, dengan demikian barulah tidak menyia-nyiakan usaha dan
semangat mempelajari Tao.” Pikirkan! Pikirkan! Sekali lagi, pikirkan!
THE END
Kamis, 06 September 2012
Bagaimana keluar dari yi kuan tao ( full version 1# )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Ajaran Buddha mengajari kita, bahwa DOSA adalah karena dibangun oleh diri sendiri. oleh sebab itu untuk mengembalikan jati diri kita, menjadi BUDDHA, hanya bisa dicapai oleh kita sendiri. Damma hanya merupakan pelita petunjuk jalan. " ZI DU DU REN", artinya kita sendirilah yang harus mengdayung ke pantai seberang untuk menyelamatkan diri sendiri, dan kita pun membantu orang lain menyeberangi ke pantai seberang. nah kalau begitu, tidak ada jalan TOL! yang ada hanyalah " KEBODOHAN" yang di"dramatis" menjadi sesuatu cerita indah untuk Mengiming-imingi dan membangkitkan " HAWA KeTAMAKAN" lagi untuk mencapai "ke SORGA" yang ditawarkan oleh agama sesat. se-akan akan asal ikuti metodenya., maka "beres" dan dijamin.
Manusia, seringkali lupa bahwa selama hati kecilnya masih ada ketamakan, maka 'kebodohan: akan menyelimuti kejernihan berfikir. " cinta, kawsih, bakti, dll " semua menjadi rayuan yang sangat memukau dibalik kedok"suci" sang iblis.
baca : jin gang bo lo mit do xin jing " adalah sutra yang paling ampuh. untuk menghajar semua ilusi. membangkitkan "kecerdasan tingkat tinggi. membedakan asli dan palsu. tanpa perlu berpihak atau diiming-imingi apapun.
Posting Komentar