Dinasti Song, Tiongkok (979 Masehi)
Kekaisaran Song Dai Zong
Agaknya moralitas merupakan hal tertinggi dalam membentuk figur seorang insan. Hal itulah yang menjadi bukti nyata tentang seorang bijak yang sudah menjadi legenda.
Adalah Bao Sheng Da Di, seorang tabib sakti yang sepenuh hidupnya diabdikan untuk menolong dan membantu rakyat jelata, serta mendedikasikan seluruh jiwa dan raganya untuk kemakmuran negara dan Sang Kaisar.
***
Terdapat dua kuil legendaris yang memasyhurkan nama Tabib Bao Sheng Da Di. Kuil-kuil tersebut adalah Kuil Qing Jiao Ci Ji di Xiamen dan Kuil Bai Jiao Ci Jing di Zhang Zhou, China. Masing-masing kuil itu juga populer sebagai Kuil Timur dan Kuil Barat. Masyarakat membangun kuil tersebut untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa Tabib Bao Sheng Da Di. Bangunan kuil yang kokoh dan megah tersebut menyimpan histori dan napak tilas seorang bijak berprofesi tabib yang hidup dan lahir pada Kekaisaran Song Dai Zong, Dinasti Song, Tiongkok pada tahun 979 Masehi lalu. Setiap tahun, perhitungan bulan lunar imlek, yang jatuh pada bulan tiga tanggal limabelas, maka kuil-kuil tersebut pasti dibanjiri para peziarah dari berbagai negara.
Tabib Bao Sheng Da Di, sesuai sosio-kultural dan kepercayaan umumnya masyarakat China, setelah meninggal pada usia limapuluh delapan tahun, maka berkat jasa-jasa baiknya selama ini, ia pun diangkat sebagai salah satu 'dewa' atau bodhisatva, dan dipuja layaknya tokoh-tokoh pebijak lainnya seperti Guan Yu—salah satu figur bijak dalam masa Tiga Kerajaan atau Sam Kok, dan Guan Im yang lebih lazim disebut Bodhisatva Avalokitesvara.
Kemasyhuran tabib bijak itu menjadi legenda, bukan saja di ranah Tiongkok, namun juga sudah meluas di berbagai negara, dimana masyarakat Tionghoa bercokol. Taiwan adalah salah satunya. Di sana, kepopuleran Tabib Bao Sheng Da Di tidak kalah masyhurnya dengan di China sendiri yang notabene merupakan tanah kelahiran tabib berhati baik itu. Pun masyarakat Taiwan mendirikan kuil serupa bernama Xue Jia Ci Ji, terletak di Kota Tai Nan.
Lantas, sesungguhnya siapa sebenarnya Bao Sheng Da Di sehingga ia dapat menjadi legenda dan demikian dipuja oleh sebagian besar masyarakat Tionghoa? Inilah kisahnya!
***
Aplikasi kebajikan dan kebatilan merupakan hal yang seiring dan sejalan, bagai fenomena alam siang dan malam. Dalam ranah yang tercabik-cabik, timbullah manifesto yang merupakan perwujudan kebaikan, dan merupakan kontrakejahatan.
Tabib Bao Sheng Da Di sesungguhnya adalah jelata yang lahir pada penanggalan lunar imlek, bulan ketiga pada tanggal limabelas, di sebuah dusun kecil bernama Bai Jiao, Provinsi Fujian, pada saat Kaisar Song Dai Zhong memerintah di era generasi keempat Dinasti Song. Sejak balita, ia telah menunjukkan rasa welas asihnya kepada semua makhluk hidup, dan hal itu dibuktikannya dengan menjadi vegetarian—tidak makan makhluk bernyawa. Ayahnya bernama Wu Dong, dan ibunya bernama Huang Yeh Hua.
Pada suatu hari, ibunya bermimpi menelan seekor kura-kura berwarna putih. Tidak lama kemudian, ibunya hamil. Suatu ketika, pada masa hamil tuanya, ia kembali bermimpi yang merupakan runutan dari mimpi pertamanya dulu. Kali ini, ia didatangi seorang Pendeta Sakti bernama Chang Suh, yang mengaku sebagai utusan Dewa Nang Ling dan Bei Dou Xing Jun—dewa yang dipercaya masyarakat China sebagai dewa yang mengatur dan mengawasi usia manusia. Dalam mimpinya tersebut, Pendeta Sakti itu menyerahkan seorang anak kecil kepadanya.
"Anak ini merupakan titisan putra Dewa Zi Wei," demikian katanya sebelum menghilang dan lenyap dalam mimpinya tersebut.
Pada pagi hari, setelah terbangun dari mimpi, ibunda Sang Tabib berbudi luhur itu pun mendapati fenomena alam bernuansa indah dan mistis. Di atas langit, tiba-tiba tampak cakrawala dan pelangi yang berkilauan, dan semilir angin mengantar harum dan semerbak wewangian yang tak dapat ia lukiskan dengan kata-kata. Pendar indah cahaya dan wangi yang tak ia pahami maknanya itu masuk menelusup ke dalam rumahnya, dan tak lama kemudian maka lahirlah Tabib Bao Sheng Da Di, yang diberi nama kecil Wu Ben.
Wu Ben sejak kecil sudah ikut membantu ayahnya mencari nafkah dengan ikut melaut. Semasa itulah, dalam usianya yang terbilang masih sangat muda, ia berguru kepada seorang Tabib Penawar Bisa Ular. Ia belajar menangkap ular dan ilmu penawar bisa ular, meracik obat penawar bisa ular dan banyak hal lainnya tentang binatang reptil tersebut.
Tidak lama kemudian, menginjak masa remaja, ayahnya meninggal dunia karana sakit. Ibunya menyusul tidak lama setelah kematian suaminya. Wu Ben sedih dan merasa benar-benar kehilangan. Apalagi, rundungan kemiskinan secara tidak langsung telah menyebabkan ia merasa gagal dan tak mampu berbuat apa-apa untuk mempersembahkan pengobatan yang layak bagi ayah dan ibunya itu. Ia tak memiliki sepeser pun uang untuk membawa ayah maupun ibunya ke tabib.
Wu Ben yatim-piatu pun merantau keluar dari kampung halamannya. Dan sejak saat itu, ia bertekad untuk menjadi tabib handal agar dapat menolong manusia memerangi penyakit yang mendera. Pada tempat perauntauannya yang pertama di Pegunungan Kun Lun, ia bertemu dengan Xi Wang Mu, seorang cenayang sakti. Karena bersimpati pada budi pekerti dan itikad baik dari anak muda yang baru menginjak usia tujuhbelas itu, maka ia pun menurunkan ilmunya tanpa sungkan. Selama tujuh hari tujuh malam, Wu Ben mempelajari berbagai pengobatan versi Xi Wang Mu, terutama eksorsis—upacara atau ilmu tolak bala jahat, roh maupun setan.
***
Pada usia duapuluh tahun, Wu Ben mendirikan gubuk di sisi Danau Lung Qiu, di bawah kaki Gunung Qing Jao Zhi, sebelah timur bukit Ming Ling. Di sanalah ia mulai meracik obat-obatan dan mengobati secara sukarela penduduk yang datang meminta pertolongan. Saat bersamaan, ia juga menemukan resep-resep pengobatan tradisional dan mutakhir dari setiap perjalanannya menyusuri dusun maupun desa penduduk sekitar yang meminta bantuan pengobatannya. Ia sangat mendedikasikan hidupnya dalam bidang medika dan pengobatan. Ia mengobati tanpa pamrih. Tak peduli dari kalangan mana. Terpandang atau marjinal. Kehandalan pengobatannya yang nyaris purna dan niat baiknya dalam menolong sesama dibicarakan serta dipuji oleh orang-orang. Dan sejak itu pulalah ia dijuluki 'Tabib Sakti'.
Pada suatu hari, Wu Ben masuk ke dalam hutan berniat mencari ramuan-ramuan untuk obatnya. Ketika ia sampai di kedalaman hutan, alangkah terkejutnya ia karena seekor harimau belang tampak mementang jalannya. Harimau tersebut tampak lunglai, dan menelungkup lemah dengan pandangan mata sayu. Rupanya, sang harimau itu tersedak sebilah tulang manusia dari korban mangsanya barusan.
Wu Ben murka luar biasa. Dengan wajah gusar dimarahinya harimau belang tersebut. "Kau telah merenggut nyawa manusia, maka kau menerima balasan dan karma. Saat ini kau tengah mendapat hukuman setimpal dari Yang Maha Kuasa!"
(Alkisah Wu Ben dapat berkomunikasi dengan binatang karena buah hasil dari sifat welas asihnya, dan juga merupakan titisan putra Dewa Zi Wei).
Sang Harimau Belang tersebut sangat menyesali perbuatannya. Ia menyampaikan pertobatannya kepada Wu Ben, dan berjanji akan menjadi abdi bagi 'Tabib Sakti' itu jika kelak ia lolos dari ambang maut. Wu Ben yang welas asih itu menolong sang harimau, mengobati lukanya sampai sembuh. Maka sejak saat itulah, Sang Harimau Belang tersebut menjadi 'kuda tunggang' bagi Wu Ben. Sejak saat itu pula, maka sang harimau meraga dengan Wu Ben. Ia menyertai perjalanan 'Tabib Sakti', menjadi kendaraan tunggang dan membawa Wu Ben kemana saja. (Dalam mitologi China, dikisahkan bahwa sang harimau telah mencapai pencerahan sempurna karena jasa-jasa baiknya terhadap Wu Ben selama ini, dan mendapat tempat layak sejajar dedewa dan dedewi. Sang harimau dijuluki Jenderal Harimau Hitam, dan pada perjalanan waktu, sang harimau pun memiliki rupam atau diorama yang disucikan oleh umat penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdiri di samping rupam Tabib Bao Sheng Da Di di atas altar puja).
***
Pada pemerintahan Kaisar Song Jiong You, generasi penerus Dinasti Song, pada tahun 1036, suatu ketika, daerah Ming Nan, Fujian Selatan, terutama area Zhang Zhou, terjadi wabah penyakit yang telah memakan ratusan korban nyawa manusia. Penyakit tersebut berasal dari limbah udara beracun. Maka atas inisiatifnya sendiri, maka Wu Ben naik ke atas pegunungan mencari rempah dan tumbuhan obat untuk membuat ramuan obat buat menolong penduduk yang tertimpa penyakit. Di gigir tebing Long Chi, Gunung Wen Pu, Wu Ben yang tengah asyik mencari tanaman obat tergelincir dan jatuh ke dalam jurang. Meskipun mendapat pertolongan dari penduduk setempat, namun nyawa Wu Ben tak dapat diselamatkan. Luka parah akibat jatuh dari ketinggian menyebabkan Wu Ben meninggal tidak lama kemudian tepat pada penanggalan lunar imlek yang jatuh pada bulan kelima tanggal dua siang hari.
Tidak lama setelah mangkatnya Wu Ben, masyarakat setempat menobatkan ia sebagai 'Yu Ling Zhen Ren' yang berharfiah 'Tabib Sakti nan Mukjizat'.
Seiring bergulirnya zaman, kemasyhuran Wu Ben sebagai 'Tabib Sakti' tak lekang dimakan waktu. Pada zaman Nan Song atau kekaisaran Dinasti Song (1151), Kaisar Shao Xing yang berkuasa ketika itu, memberikan maklumat izin pembangunan kuil megah dari permohonon seorang sarjana medika bernama Yan She Luh. Dengan senang hati Sang Kaisar memberikan keleluasaan pada pemuda itu untuk mendirikan kuil penghormatan bagi Wu Ben, yang kala itu sudah dikenal galib sebagai Tabib Bao Sheng Da Di, di tanah temurun keluarganya sendiri, di daeran Qing Jiao.
Lalu pada tahun 1171, masih pada dinasti yang sama, Kaisar Song dari generasi ketujuh, Song Xiao Zong mempersembahkan penghormatan setinggi-tingginya untuk 'Tabib Sakti' dengan membuatkan prasasti kayu yang diletakkan di atas gerbang sebuah kuil bernama Ci Ji. Selain itu, mendiang Wu Ben pun diberi gelar 'Da Dao Zhen Ren' berharfiah 'Tabib Sakti yang Berilmu Tinggi'.
Pada Dinasti Ming, berulang kali mendiang Wu Ben mendapat penghargaan dari pemerintah maupun Sang Kaisar. Di zaman itulah 'Tabib Sakti' mendapat gelar terpanjang dalam sejarah pemerintahan manapun dari dinasti yang berkuasa di Tiongkok: 'Tian Yu Ling Miao Hui Zhen Jun Wan Shou Wu Ji Bao Sheng Da Di' berharfiah 'Utusan Suci Tabib Rakyat dari Yang Maha Kuasa, Berhati Welas Asih dan Penolong Jelata yang Handal—Hidup Lestarilah, Dewa Bao Sheng Da Di.'
Zaman berubah dari waktu ke waktu. Namun kemasyhuran Wu Ben lagi-lagi tak dilamur oleh masa. Pada zaman Dinasti Qing, dikisahkan, meski raganya telah lama meninggalkan dunia fana ini, namun arwah 'Tabib Sakti' masih tetap menolong rakyat yang didera bencana penyakit. Ketika itu di Taipei, Taiwan, mewabah penyakit aneh yang berpandemi cepat dan mematikan demikian banyak orang. Maka segelintir orang di Taipei yang peduli akan nasib naas saudara mereka, segera berangkat ke Fujian, China. Di sana mereka meminta doa pada rupam Tabib Bao Sheng Da Di di Kuil Ci Ji Bai untuk membasmi wabah penyakit tersebut. Tidak lama kemudian, berangsur wabah penyakit aneh tersebut menghilang, dan masyarakat Taiwan dapat hidup dengan tenteram kembali. Sejak saat itu pula nama dan kesaktian Tabib Bao Zheng Da Di semakin melegenda. Kemashyuran dan ketenarannya menyeruak wangi serupa harum dupa sampai ke pelosok-pelosok pecinan.
Sampai saat ini masyarakat di China masih menyimpan tigabelas kitab pengobatan karangan Tabib Bao Sheng Da Di. Tersimpan di dalam keabadian hati yang tulus tanpa pamrih
0 komentar:
Posting Komentar