BAGIAN 1
Confucius (Khung Fu Zi / Khung Zi atau Guru Khung) merupakan seorang Guru Agung, yang mana
kumpulan tulisannya telah dikutip secara luas oleh berbagai kalangan sampai kehidupan saat ini.
Salah
satu pandangannya yang sangat berarti adalah bahwa segala pengetahuan yang sesungguhnya berarti
mengatakan apa yang diketahui bila memang mengetahui, dan mengatakan apa yang tidak diketahui
bila memang tidak mengetahui. Ungkapan lainnya yang sering dijadikan tolak-ukur dan membangun
semangat kepercayaan diri dalam menjalani kehidupan ini, adalah nasehatnya yang mengatakan
bahwa kita janganlah bersedih hati hanya karena tidak diakui oleh orang lain, tetapi lebih baik
tanyakan diri kita sendiri (instropeksi) apakah sudah sepantasnya diakui orang.
Ajaran utama Confucius menekankan cara menjalani kehidupan yang harmonis dengan
mengutamakan moralitas atau kebajikan. Seseorang dilahirkan untuk menjalani hubungan tertentu
sehingga setiap orang mempunyai kewajiban tertentu. Sebagai contoh, kewajiban terhadap negara,
kewajiban terhadap orang tua, kewajiban untuk menolong teman, dan suatu kewajiban umum
terhadap kehidupan manusia.
Kewajiban-kewajiban tersebut tidaklah sama dimana kewajiban terhadap negara dan orang tua lebih diutamakan daripada kewajiban terhadap teman dan kehidupan
manusia. Sifat-sifat mulia yang diajarkan oleh Confucius bertujuan untuk menciptakan manusia yang
berbudi-pekerti luhur yang disebut Budiman (C'un Zi), suatu proses latihan yang meliputi peningkatan
kualitas diri secara tetap, dan kemampuan berinteraksi di dalam kehidupan bermasyarakat secara
berkelanjutan. Walaupun Beliau menekankan proses belajar sebagai 'suatu kepentingan untuk diri
sendiri', dimana pada akhirnya terbentuk pengetahuan diri dan realisasi diri, namun Beliau juga
menyatakan bahwa kebanyakan orang akan memperoleh pendidikan sejati secara alami.
Confucius dikenal juga sebagai guru pertama di Tiongkok yang memperjuangkan tersedianya
pendidikan bagi semua orang, dan menekankan bahwa pendidikan bukan hanya sebagai suatu
kewajiban semata-mata, melainkan suatu cara untuk menjalani kehidupan ini.
Beliau mempercayai
bahwa semua orang dapat menarik manfaat dari hasil pengolahan diri dalam belajar. Beliau
mengabdikan seluruh hidupnya untuk belajar dan mengajar dengan tujuan meningkatkan dan
mengubah kehidupan sosial saat itu. Confucius juga memperkenalkan suatu program ajaran moralitas
atau kebajikan untuk para calon pimpinan negara, membuka peluang belajar bagi semua orang, dan
mendefinisikan kegiatan belajar tidak hanya berdasarkan penguasaan pengetahuan semata-mata,
tetapi juga membentuk moralitas atau kebajikan seseorang.
RIWAYAT SINGKAT CONFUCIUS
Confucius, bernama kecil Khung Chiu atau Zhong Ni, lahir pada masa pemerintahan Raja Ling dari
dinasti Zhou (551 SM) di desa Chang Ping Negara bagian Lu (Sekarang Chu-fu, propinsi Shandong).
Secara tradisi dikatakan bahwa Confucius dilahirkan pada hari ke-27 bulan lunar ke-8, tetapi hal
tersebut masih dipertanyakan oleh para ahli sejarah.
Di kebanyakan Negara Asia Timur, kelahiran
Confucius diperingati pada tanggal 28 September, dan di Taiwan pada hari tersebut diberlakukan
sebagai hari libur nasional atau 'Hari Guru'.
Ayahnya meninggal dunia pada saat Confucius berusia 3 tahun, dan ibunya menyusul pada waktu
Beliau berumur 17 tahun. Pada usia 15 tahun , Confucius telah mempelajari berbagai buku pelajaran.
Menjalani kehidupan berkeluarga pada usia 19 tahun dengan menikahi gadis dari negara bagian Song
bernama Yuan Guan. Anak pertama Confucius lahir setahun kemudian dan diberi nama Khung Li.
Sebagai seorang pemuda , Beliau cepat dikenal sebagai seorang yang bijaksana, sopan dan senang
belajar. Berbagai pekerjaan pernah dilakukan oleh Confucius, antara lain sebagai kepala pembukuan di
lumbung padi, pengawas peternakan, dan mandor bangunan .
Untuk kemudian Confucius sangat
mengkonsentrasikan diri dalam mempelajari sejarah (Shu), ungkapan-ungkapan (Shi), tata krama (Li)
dan musik (Yue) sebelum diangkat sebagai gubernur distrik tengah Lu oleh Bangsawan Ding.
Beliau
melakukan berbagai perjalanan dan pernah menimba ilmu pengetahuan di Ibu Kota Negara , Zhou,
dimana Beliau bertemu dan berdiskusi dengan Lau Zi. Tidak diketahui siapa saja guru dari Confucius,
tetapi Beliau senantiasa berusaha untuk menemukan seorang guru yang ahli guna menimba ilmu dari
mereka, khususnya dalam bidang tata-krama (Li) dan musik (Yue). Confucius menguasai enam seni,
yaitu tata-krama, musik, memanah, menunggang kuda, menulis huruf indah (kaligrafi) dan ilmu
menghitung (aritmatika). Selain itu Beliau juga menguasai berbagai bentuk tradisi klasik, sejarah dan
puisi kebangsaan sehingga menjadikannya seorang pengajar yang tiada bandingnya pada saat Beliau
berusia tiga-puluhan.
Dalam memegang pemerintahan , Beliau sangatlah arief dan bijaksana, sehingga selalu mendapatkan
promosi jabatan (dari usia 35 tahun sampai 60 tahun) dimana Beliau pernah menjabat sebagai Menteri
Pekerjaan Umum dan Komisaris Polisi untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta Menteri
Kehakiman. Sesudah mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan, Confucius lebih banyak berdiam
di rumah untuk menerbitkan Kitab tentang Puisi (The Book of Poetry / Odes = She Cing),
menggubah musik, dan menyusun tata krama kuno termasuk menulis dan menerbitkan Kitab Sejarah
Musim Semi dan Gugur (Spring and Autumn Annals = Chuen Chiu).
Confucius juga selalu meluangkan waktu untuk memberi kuliah dan berbagi pengetahuan dengan
murid-muridnya. Beliau menerima siapa saja, tanpa memandang miskin atau kaya, semuanya diberikan
pelajaran sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga murid-muridnya mengalami
penambahan dalam jumlah yang sangat besar untuk jangka waktu yang relatif pendek.
Dalam usia 67 tahun, Beliau kembali ke tempat kelahirannya untuk mengajar dan mengabadikan
karya-karya tradisi klasik dengan cara menulis dan mengolah kembali bentuk karya tersebut.
Confucius meninggal dunia pada tahun 472 SM, bulan ke-4 tahun ke-16 dalam masa pemerintahan
bangsawan Ai , dalam usia 73 tahun. Menurut buku 'Records of the Historian', dijelaskan bahwa 72
murid Beliau menguasai enam jenis seni, demikian juga terdapat kurang lebih 3000 orang yang
mengaku sebagai pengikut Confucius waktu itu.
BAGIAN 2
AJARAN-AJARAN CONFUCIUS
Lebih tepat disebut sebagai ajaran daripada tulisan, karena banyak sekali buah karya Confucius
terutama "Buku Kumpulan Ujaran [The Analects = Lun Yu]" yang ditulis kembali oleh
murid-muridnya setelah Beliau meninggal dunia.
Berbagai terjemahan atas ajaran Confucius telah
dilakukan ke dalam berbagai bahasa. Ajaran-ajaran Confucius tersebar ke negara-negara di luar
Tiongkok, bahkan tidak sedikit yang mempengaruhi kebudayaan mereka.
Pengaruh ajaran Confucius
berkembang pesat di Eropa dan Amerika, dimana dapat dilihat semboyan revolusi Perancis yang
terkenal, yaitu Liberty (kebebasan), Equality (persamaan) dan Fraternity (persaudaraan), yang berasal
dari ajaran kemanusiaan (Humanism) Confucius.
Demikian juga Piagam Kemerdekaan Amerika
Serikat (Declaration of Independence) sangat terpengaruh oleh ajaran Confucius, dimana dalam
diskusi pembahasan naskah tersebut, Thomas Jefferson sendiri mengakuinya.
Negara-negara Asia
paling banyak menerima pengaruh ajaran Confucius, terutama negara Korea, Jepang, Vietnam,
Singapura, dan Taiwan.
Dari hasil riset ke dalam situs jaringan (Web Sites) di internet yang Penyusun lakukan, membuktikan
bahwa sampai saat ini ajaran-ajaran Confucius masih diakui dan dipelajari secara meluas terutama di
luar Asia.
Secara garis besar, Confucius membagi proses ajarannya melalui 4 tahapan, yaitu :
1. Mengarahkan pikiran kepada cara.
2. Mendasarkan diri pada kebajikan.
3. Mengandalkan kebajikan untuk mendapat dukungan.
4. Mencari rekreasi dalam seni.
Beliau menyusun 8 prinsip belajar, mendidik diri sendiri dan hubungan social, yaitu :
1. Menyelidiki hakekat segala sesuatu (Ke'-wu)
2. Bersikap Jujur
3. Mengubah pikiran kita
4. Membina diri sendiri (Hsiu-shen)
5. Mengatur keluarga sendiri
6. Mengelola negara
7. Membawa perdamaian di dunia.
Confucius membuat suatu daftar prioritas dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, yaitu :
- Kelakuan adalah syarat utama,
- Berbicara adalah prioritas kedua,
- Memahami soal-soal Pemerintahan adalah prioritas ketiga,
- Kesusasteraan adalah prioritas keempat.
Ajaran-ajaran Confucius telah mempengaruhi kehidupan sebagian besar kebudayaan China baik
kehidupan berumah-tangga, sosial ataupun politik.
Walaupun ajaran Confucius telah menjadi suatu
ideologi resmi di Tiongkok, namun ajaran Beliau tidaklah dapat dianggap sebagai suatu organisasi
keagamaan dengan gereja dan pendeta sebagaimana yang terdapat dalam agama-agama resmi lainnya.
Para cendekiawan China menghormati Confucius
sebagai seorang Guru Agung dan Orang Suci tetapi
tidak menyembahnya sebagai dewa. Demikian juga Confucius tidak pernah menyatakan dirinya
sebagai utusan Ilahi. Namun dalam perkembangannya lebih lanjut, yang dipengaruhi oleh ajaran
Taoisme saat itu, Confucius juga dipuja sebagai salah satu Dewa Pendidikan dalam vihara para Taois.
Di Indonesia, para umat Confucius sampai saat ini masih berjuang agar dapat diakui sebagai salah satu
agama resmi negara dengan alasan bahwa ajaran Confucius menegaskan dan mengakui adanya
keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.
Namun di negara Barat, ajaran Confucius lebih dipandang sebagai
suatu ajaran moralitas yang menekankan kebangkitan diri sejati dalam bertingkah laku secara sopan
dan berkepatutan serta pencurahan rasa bhakti yang tinggi terhadap orang tua, istri, anak, saudara,
teman, atasan, dan pemerintahan.
Prinsip ajaran Confucius tertuang dalam sembilan karya kuno China yang diturunkan oleh Confucius
dan pengikutnya yang hidup pada masa pengajaran Beliau. Karya tersebut dapat dikelompokkan dalam
dua bagian utama, yaitu Empat Buku (Shih Shu) dan Lima Kitab (Wu Cing).
Kata kunci utama etika para pengikut Confucius adalah JEN, yang dapat diterjemahkan secara
bervariasi sebagai Cinta Kasih, Moralitas, Kebajikan, Kebenaran, dan Kemanusiaan. Jen merupakan
perwujudan akal budi luhur dari seseorang yang mana dalam hubungan antar manusia, Jen diwujudkan
dalam cung, atau sikap menghormati terhadap seseorang (tertentu) ataupun orang lain (pada
umumnya), dan shu, atau sikap mementingkan orang lain (altruisme) dimana terkenal dari ucapan
Confucius sendiri, "Janganlah engkau lakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin engkau lakukan
terhadap dirimu sendiri."
Ajaran Confucius lainnya yang penting adalah Kebenaran, Budi Pekerti, Kebijaksanaan, Kepercayaan,
Bhakti, Persaudaraan, Kesetiaan, dan Kesadaran Diri.
Seseorang yang telah menguasai keseluruhan
sifat luhur tersebut maka layak disebut Budiman (C'un-Zi).
Ajaran politik yang dikembangkan oleh Confucius mengarah kepada suatu pemerintahan yang bersifat
paternalistik (kebapakan), dimana terjalin sikap saling menghormati dan menghargai antara
pemerintahan dan rakyat. Pemimpin negara haruslah menciptakan kesempurnaan moral dengan cara
memberikan contoh yang benar kepada rakyat.
Dalam ajaran pendidikan, Confucius berpegang pada teori, yang diakui selama periode pemerintahan
selama Beliau masih hidup, bahwa "Dalam pendidikan, tidak ada perbedaan kelas."
BAGIAN 3
KUMPULAN BUKU / KITAB AJARAN CONFUCIUS
Kitab ajaran Confucius yang utama adalah Empat Buku [Shi Shu] dan Lima Kitab [Wu Cing]. Empat
Buku merupakan suatu ajaran pokok yang ditulis oleh para pengikut Confucius sampai kehidupan
Mencius. Sedangkan Lima Kitab merupakan kitab yang berasal dari era sebelum Confucius.
Empat Buku [Shi Shu]
Buku tentang Jalan Tengah [Zhong Yong] dan Buku tentang Jalan Besar [Da Xue] termasuk dua bab
dalam Li-chi telah menjadi suatu karya tersendiri dan bersama dengan Buku Kumpulan Ujaran [Lun
Yu] dan Pokok Pelajaran Mencius [Meng Zi], telah dipakai sebagai kurikulum pokok dalam pendidikan
para pengikut Confucius selama berabad-abad sebelum kelahiran Chu Hsi (1130 - 1200), seorang filsuf
Neo-Confucian yang terbesar sesudah era Mencius (371 - 289 SM).
Kemudian oleh Chu Hsi pada
tahun 1190 dirangkaikan dengan urutan, Da Xue, Lun Yu, Meng Zi dan Chung Yung , dan diterbitkan
menjadi satu buku dengan sebutan Shih Shu (Empat Buku). Urutan tersebut tidak konsisten adanya,
karena terdapat juga banyak referensi lainnya yang tidak berurutan seperti itu. Empat Buku yang
mendapatkan kedudukan di atas Lima Kitab telah menjadi naskah rujukan pokok dalam bidang
pendidikan dan ujian negara selama beberapa generasi dalam sejarah Tiongkok semenjak abad ke-14.
Sehingga Empat Buku tersebut telah menciptakan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan
rakyat Tiongkok sejak 600 tahun yang silam. Chu Hsi juga tercatat dalam sejarah sebagai seorang
Confucianis yang juga mempelajari dengan baik ajaran Buddhisme dan Taoisme.
1. Buku tentang Pelajaran Besar (The Great Learning / Da Xue)
Buku tentang Pelajaran Besar merupakan suatu naskah yang ditulis oleh murid Confucius angkatan
pertama Tseng Zi.
Selama berabad-abad naskah tersebut hanya dikenal sebagai salah satu bab dalam Li
Chi (Kumpulan Ritual), satu dari Lima Kitab dalam Confucianisme, sampai akhirnya oleh Chu Hsi
mempublikasikan naskah tersebut secara terpisah dan dikelompokkan dalam Shi Shu. Buku ini
merupakan suatu buku panduan pembinaan diri dengan moralitas tinggi di dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, negara, dan dunia.
Da Xue menyatakan bahwa perdamaian dunia tidak akan tercapai apabila seorang pemimpin negara
tidak terlebih dahulu mengatur negaranya sendiri secara teratur. Demikian juga tidak terdapat seorang
pemimpin yang dapat melakukan hal tersebut sebelum tercapai keteraturan rumah tangganya.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin dunia pada akhirnya ditunjukkan oleh sifat
luhur dalam kehidupan pribadinya. Sifat luhur ini merupakan suatu akibat alamiah hasil
perkembangan kebijaksanaan yang diperoleh dari hasil penelaahan terhadap segala sesuatu.
Da Xue memandang bahwa pemerintahan yang baik dan kedamaian dunia merupakan suatu hal yang tidak
dapat dipisahkan dengan sifat luhur pribadi seorang pemimpin yang tumbuh bersamaan dengan
berkembangnya kebijaksanaan.
Dalam kata pembukaan Da Xue, dijelaskan oleh Chu Hsi bahwa rangkaian pandangan tersebut
mencerminkan pertumbuhan pribadi seseorang. Setiap individu haruslah mengolah sifat Kebajikan
[Jen] , Keadilan [ i ], Sopan Santun [ Li ], dan Kebijaksanaan [ Chih ], tetapi sifat luhur tersebut sulit
untuk dapat dikembangkan secara berkeseimbangan.
2. Buku Kumpulan Ujaran (The Analects / Lun Yu)
Buku Kumpulan Ujaran ini merupakan kumpulan tulisan yang dilakukan oleh murid-muridnya, setelah
Confucius meninggal dunia. Isinya berupa pembicaraan-pembicaraan dan nasehat-nasehat yang
diberikan oleh Confucius kepada murid-muridnya, termasuk perkataan murid-muridnya yang
berkaitan dengan kehidupan saat itu.
Tulisan ini berupa suatu gugusan pembicaraan yang terdiri dari
20 bab dengan pembagian alinea di masing-masing bab.
Lun Yu yang berarti 'Ujaran' dalam bahasa mandarin, adalah merupakan satu dari Empat Buku yang
diterbitkan kembali dalam tahun 1190 oleh Chu Hsi dan merupakan karya klasik terbesar dalam Shih
Shu (Empat Buku).
Lun Yu dipertimbangkan oleh para cendekiawan sebagai sumber yang paling
dipercayai dalam doktrin Confucianisme, dan pada umumnya merupakan naskah pertama yang
dipelajari oleh para pengikut ajaran Confucius. Buku ini berisi konsep etika dasar Confucius yang
bersifat praktis seperti konsep : Kebajikan [Jen], Budiman [C'un Zi], Yang Maha Kuasa [Th'ien], Jalan
Tengah [Chung Yung], Sopan Santun [Li], dan Kesempurnaan Nama [Cheng Ming].
Cheng Ming mencerminkan bahwa seseorang haruslah bertindak sesuai dengan kebenaran karena akan
mempengaruhi nama baik seseorang, seperti perkawinan haruslah dipandang sebagai perkawinan yang
benar bukan hanya sekedar untuk kumpul kebo.
Di antara berbagai ujaran dalam Lun yu yang disampaikan oleh Confucius, terdapat penjelasan
mengenai Bhakti [Hsiao] yang berarti pencurahan rasa bhakti dengan tulus kepada orangtua, yang
dikatakan oleh Confucius, bahkan anjing dan kuda juga memiliki sifat bhakti tersebut .
Sifat Bhakti
tersebut tidak akan muncul tanpa penghormatan yang luhur terhadap orangtua. Lun Yu juga berisi
ujaran Confucius mengenai kehidupan berumah tangga sebagaimana yang dicatat oleh
murid-muridnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa Lun Yu belumlah tersusun secara sistimatis,
dan adakalanya terjadi pengulangan, bahkan terkadang terkesan kurang akurat ditinjau dari sisi
sejarah.
BAGIAN 4BAGIAN 5
3. Pokok-pokok pelajaran Mencius (The Principle of Mencius / Meng Zi)
Buku ini terdiri dari 7 jilid A dan B dimana merupakan suatu kumpulan tulisan ajaran dan percakapan
Mencius dalam menjalani kehidupan pada saat itu dengan menegakkan kemurnian ajaran Confucius.
Pendirian Mencius yang kukuh adalah mengungkapkan Cinta Kasih dan Kebenaran, menebarkan
Jalan Suci dan Kebajikan, mengakui Yang Maha Esa (TAO).
Mencius merupakan salah satu filsuf pengikut Confucius yang terkenal dan hidup sekitar abad ke-4
SM serta mendapatkan julukan Ya Sheng atau Guru Agung Kedua.
Walaupun Buku Mencius belum
dikenal secara umum sebagai suatu karya klasik sampai abad ke-12, namun telah tercatat dalam
sejarah bahwa pada permulaan abad ke-2 SM terdapat suatu kumpulan para cendekiawan yang telah
mengajarkan ajaran Mencius.
Chu Hsi mempublikasikan ajaran Mencius bersama tiga buku lainnya
dalam tahun 1190 ke dalam kelompok Shih Shu.
Buku ini menekankan pemerintahan dan menguraikan bahwa kesejahteraan rakyat adalah merupakan
hal yang paling utama di atas segala-galanya. Apabila seorang pimpinan negara tidak lagi memiliki sifat
Kebajikan [Jen] dan Keadilan [ i ], maka kewenangan dari Yang Maha Tinggi [Th'ien Ming]
kepadanya telah ditarik, dan dia haruslah disingkirkan.
Mencius juga menyatakan bahwa Bhakti
[Hsiao] merupakan dasar utama dalam kehidupan bermasyarakat. Dan bagi dia, perbuatan bhakti yang
terbesar adalah yang dilakukan terhadap orangtua.
Kepopuleran Mencius terutama berdasarkan hikayat yang timbul dalam kebudayaan China
sebagaimana dalam contoh kiasannya, yang mengatakan bahwa karena manusia tunduk kepada Yang
Maha Tinggi, maka sifat sejatinya cenderung baik sebagaimana sifat air yang selalu mengalir ke bawah.
Sebagai bukti atas hal tersebut, Mencius menyampaikan beberapa contoh antara lain, cinta sejati dari
anak-anak terhadap orangtuanya, perasaan atas suatu perbuatan baik dan buruk yang dipahami secara
universal, dan pengalaman sentakan ketika seseorang melihat seorang anak kecil dalam bahaya.
Doktrin mengenai sifat sejati tersebut ditolak dengan tegas oleh Hsun Zi pada abad ke-3 SM yang
mengajarkan bahwa sifat alami manusia adalah egois dan buruk adanya sehingga harus belajar
kebajikan melalui pendidikan yang benar. Posisi filsafat Mencius telah lama diterima sebagai suatu
cerminan ortodok dari Confucianisme.
4. Buku tentang Jalan Tengah (The Doctrine of the Mean / Chung Yung)
Buku ini ditulis oleh Zi Shih (Khung Chi) , cucu Confucius yang kemudian disusun kembali oleh Chu
Hsi menjadi satu bab utama dan 32 bab uraian.
Buku ini berisi panduan pembinaan diri menempuh
Jalan Suci dengan beriman kepada Yang Maha Tinggi [Th'ien] dengan menjalani FirmanNya dan
bertindak-laku sebagai seorang Budiman Sejati.
Chung Yung yang berarti 'Tengah' atau 'Yang Tidak Berubah' adalah merupakan salah satu buku yang
dipublikasikan kembali oleh Chu Hsi pada tahun 1190 dalam kelompok Shih Shu (Empat Buku).
Chung Yung dipilih oleh Chu Hsi karena ketertarikannya akan hal-hal yang bersifat metafisikal dalam
buku tersebut dimana juga telah lama menarik perhatian para Buddhis dan para pengikut
Neo-Confucianis sebelumnya.
Dalam kata pengantarnya, Chu Hsi menyampaikan hasil karya tersebut
sebagai karyanya Zi Shih, walaupun pada kenyataannya karya ini merupakan salah satu bagian dari Li
Chi.
Zi Shih menyatakan bahwa Chung Yung merupakan tema pokok dalam ajaran Confucius. Dua
karakter China dalam kata Chung Yung, sering juga diterjemahkan sebagai 'Jalan Tengah',
mencerminkan suatu pemikiran Confucianis yang begitu luas, dan melingkupi hampir keseluruhan
sifat keluhuran dari setiap hubungan dan kegiatan dalam kehidupan seseorang. Secara praktis, Chung
Yung dapat dipandang sebagai suatu hal yang tidak dapat diukur dalam arti kata bersifat sederhana,
adil, obyektif, rasa hormat, ketulusan, kejujuran, sopan santun, seimbang, dan tanpa adanyaprasangka.
Sebagai contoh, hubungan dengan seorang teman tidaklah perlu harus terlalu jauh ataupun terlalu
dekat. Seseorang tidaklah harus bersikap berlebihan baik dalam duka ataupun suka, karena terlalu
larut dalam duka akan menyakitkan, demikian juga apabila terlalu bergelimang dalam suka akan
sulit dikendalikan. Seseorang haruslah melekat tanpa bergeming dalam usahanya menempuh Jalan
Tengah tersebut di berbagai situasi dan waktu.
Sifat demikian sesuai dengan hukum alam yang
merupakan inti dari kebenaran pada umumnya, dimana merupakan suatu ciri tersendiri dari seorang Budiman.
Lima Kitab (Five Classics / Wu Cing)
Penyalinan ulang Lima Kitab [Wu Cing] merupakan suatu perwujudan nyata dimulainya era tradisi
Confucianisme. Pencantuman naskah pra-Confucianis yaitu Kitab tentang Sejarah [Shu Cing] dan
Kitab tentang Sajak [Shi Cing], dan naskah Ch'in Han seperti bagian tertentu dari Kitab tentang
Upacara [Li Chi], mencerminkan bahwa semangat dibalik kebangkitan rencana pendidikan inti
terhadap ajaran Confucius adalah bersifat menyeluruh. Lima Kitab dapat diuraikan dalam lima konsep
pandangan, yaitu metafisikal, politik, puisi, sosial, dan sejarah.
Wu Cing yang isinya sangat sulit
dimengerti tersebut pada umumnya dipelajari setelah seseorang menguasai naskah yang ada dalam
Empat Buku [Shih Shu]. Pada tahun 136 SM dalam masa pemerintahan dinasti Han, kaisar Wu-ti
mengumumkan ajaran Confucius sebagai ideologi negara China.
Gelar Guru kehormatan [po shih]
diberikan khusus kepada para pengajar yang diangkat untuk mengajar Wu Cing dimana hal ini masih
terus berlanjut sampai memasuki abad ke-20. Pada tahun 124 SM, Wu Cing dimasukkan dalam
kurikulum pelajaran inti di perguruan tinggi.
Keahlian dalam menyajikan dan menjelaskan naskah Wu
Cing menjadi suatu persyaratan mutlak bagi para sarjana yang hendak menjabat di pemerintahan.
Wu Cing terdiri dari I Cing (Kitab tentang Kejadian/Perubahan), Shu Cing (Kitab tentang Sejarah),
Shih Cing (Kitab tentang Sajak), Li Chi (Rangkaian Upacara), dan Ch'un Ch'iu (Riwayat Ch'un
Ch'iu).
1. Kitab tentang Kejadian/Perubahan (The Book of Change / I Cing)
Kitab ini merupakan salah satu kitab tertua yang diperkirakan sudah ada sejak masa 1100 SM sebagai
suatu kitab yang mengandung filsafat hidup yang tinggi dimana menghubungkan kejadian alam
semesta dengan berbagai perubahan terhadap kehidupan sehari-hari. Sejarah di Tiongkok mencatat
bahwa I Cing banyak dipakai oleh para peramal pada zaman dinasti untuk menasehati para penguasa
selama masa perang antar negara. Kemungkinan kitab ini disusun kembali oleh Confucius dan
murid-muridnya. Kitab ini terdiri dari 24.707 huruf terbagi atas 64 bab sesuai dengan jenis heksagram
Yin (negatif) dan Yang (positif).
Pandangan metafisikal tercermin dalam kitab ini yang merupakan kombinasi seni peramalan dengan
teknik perhitungan dan perenungan secara mendalam.
Sesuai dengan filosofi perubahan, alam semesta
ini terus mengalami perubahan akbar yang disebabkan adanya interaksi konstan dua unsur energi yang
saling mendukung ataupun saling bertentangan, yaitu Yin (unsur negatif) dan Yang (unsur positif).
Alam semesta yang berasal dari perubahan akbar tersebut senantiasa mencerminkan kesatuan dan
dinamisme tujuan.
Seorang Budiman akan senantiasa diilhami oleh keharmonisan dan kreativitas dari
pergerakan alam semesta ini, sehingga dia dapat menguasai pola perubahan tersebut dengan cara
senantiasa memadamkan usaha yang mementingkan diri sendiri (egois) sehingga tercapai realisasi
pokok pikiran paling tinggi dalam penyatuan manusia dan Yang Maha Kuasa.
Naskah utama dalam I Cing dipercayai merupakan hasil karya Wen Wang (hidup sekitar abad ke-12
SM), seorang petapa dan perintis dinasti Chou.
Kitab ini berisi suatu pembahasan mengenai sistem
peramalan yang dipergunakan oleh para peramal dinasti Chou.
Terdapat satu bagian pelengkap
komentar yang dipercayai sebagai hasil karya para cendekiawan yang hidup pada masa Perang Negara
(475 - 221 SM), dan dalam kedudukan filsafat dapat ditafsirkan sebagai suatu karya yang berusaha
mencerminkan prinsip keberadaan alam semesta, sehingga karya ini dapat dianggap mengandung nilai
sejarah filsafat China yang tinggi.
Bagaimanapun para sarjana modern merasa terusik atas keberadaan I
Cing dalam kumpulan klasik ajaran Confucius dengan alasan Confucius selalu berusaha menghindari
membicarakan sesuatu yang bersifat esoterik.
Hal ini dapat dimengerti karena para pengikut Confucius
pada masa dinasti Han (sekitar abad ke-2 SM) yang sangat terpengaruh oleh praktek Taois mengenai
kekekalan, telah melakukan penyesuaian penggunaan I Cing dengan menambahkan beberapa
komentar sesuai ajaran Confucius.
Selanjutnya mereka memasukkan I Cing sebagai bagian dari Wu
Cing.
_TAMAT_