Jumat, 06 April 2012

MEMUJA RUPANG SANG BUDDHA

 RUPANG SANG BUDDHA
Sang Buddha adalah seorang manusia yang telah mencapai penerangan sempurna atau telah tercerahkan sepenuhnya. Walaupun Beliau telah meninggal dunia, namun ajaranya masih bermanfaat bagi orang-orang, contoh-contohnya masih menginspirasikan banyak orang dan kata-kata bijaknya juga masih mengubah kehidupan orang banyak. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang wajar bila kita memuja rupang (patung) Sang Buddha, dengan cara menunjukan bentuk penghormatan dan pemujaan atas kekaguman kita pada Sang Buddha. Seperti ketika seorang guru yang masuk ke dalam ruangan dan murid-murid berdiri, ketika kita bertemu dengan orang yang terkemuka dan kita segera menjabat tangannya, ketika lagu kebangsaan dikumandangkan dan kita berdiri memberi hormat. Pemujaan seperti inilah yang dilakukan seorang umat Buddha, yakni dengan melaksanakan ajaran-ajaran Buddha seperti berusaha tidak menyakiti makhluk hidup, menghindari mencuri, melatih kejujuran dengan tidak berbohong, dan lain sebagainya; bukan meminta kekayaan, kesehatan, dan sebagainya yang jelas tidak mungkin karena patung tidak bisa memberi kekayaan atau kesehatan. Rupang Buddha dengan tangan yang diletakkan dengan lembut diatas pangkuannya dan senyuman cinta kasihnya mengingatkan kita untuk berusaha mengembangkan kedamaian dan cinta diantara kita. Ketika kita membungkuk padanya, kita menunjukkan apa yang kita rasakan di dalam diri kita sendiri; yaitu penghargaan pada Sang Buddha atas ajaran yang telah diberikan pada kita. Orang-orang mengatakan bahwa umat Buddha menyembah berhala, pernyataan seperti ini adalah sebuah kesalah pahaman. Berhala sendiri mempunyai arti sebuah image atau patung yang disembah sebagai Tuhan. Buddha bukanlah Tuhan, jadi bagaimana mungkin kita dapat meyakini bahwa sepotong kayu atau logam adalah Tuhan.

Semua agama menggunakan simbol-simbol untuk mengekspresikan berbagai macam konsep yang bervariasi. Dan dalam Buddhisme, rupang Buddha menunjukkan seorang manusia yang sempurna. Rupang Buddha juga mengingatkan kita akan ukuran manusia dalam ajaran Buddha Dhamma. Faktanya Buddhisme lebih tertuju pada persoalan manusia (humancentered) daripada persoalan Tuhan (god-centered).

Sejarah Rupang Buddha

Sejak 600 tahun setelah kematian Sang Buddha, Sang Buddha dan ajaran-ajarannya direpresentasikan melalui seni yang berbentuk simbol-simbol. Simbol tersebut seperti beruparoda, jejak kaki, atau singgasana kosong. Kemudian SangBuddha yang direpresentasikan dalam bentuk manusia melalui patung-patung mulai bermunculan pada abad I Masehi. Inovasi untuk merepresentasikan diri Sang Buddha dalam bentuk manusia ini tidak dilarang dalam ajaran agama Buddha.

Patung tersebut menggambarkan Sang Buddha memakai jubah bhikkhu dengan ekspresi muka yang tenang. Rupang Buddha pada umumnya dibuat dengan bentuk dalam keadaan sedang berdiri ataupun sedang duduk dengan posisi lotus (yang menunjukkan bahwa Beliau sedang bermeditasi), terkadang rupang Sang Buddha juga menggenggam sebuah mangkuk atau membentuk suatu gerakan tangan yang menunjukkan ketidaktakutan.  

Ghandara yang sekarang dikenal sebagai Punjab di Pakistan dan daerah Mathura yang terletak dipusat India bagian utara, dulunya dikenal sebagai pusat tempat pembuatan rupang Buddha. Terdapat pengaruh kesenian Yunani dalam rupang Buddha yang terdapat di Ghandara, hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan rupang Buddha di Ghandara yang memiliki ciri-ciri persis dengan ciri-ciri manusia bangsa Yunani, yaitu berdada bidang, berwajah Eropa dan bertelanjang dada.

Karakteristik dari rupang Buddha dimulai dari idealisme yang realisitis, dikombinasikan dengan ciri-ciri manusia, saling berimbang, sikap-sikap dan atribut, bersamaan dengan kesan-kesan kesempurnaan dan ketenangan yang mencapai pada suatu sifat luhur. Ekspresi yang ditunjukkan oleh Buddha sebagai seorang manusia sekaligus sebagai ‘manusia super’ dijadikan sebagai suatu ukuran dasar iconographic untuk kesenian Buddhis.  

Kesenian Buddhis lanjut berkembang di India selamabeberapa abad. Pahatan yang berasal dari Mathura berkembang selama periode Gupta (abad IV s/dabad VI) hingga mencapai puncak kejayaannya. Seni Gupta dianggap sebagai puncak seni Buddha di India. Kesenian yang berasal dari sekolah Gupta juga hampir memengaruhi semua wilayah di Asia.

Selanjutnya kesenian Buddhis menghilang dari India pada abadX, saat agama Hindu dan Islam mendominasi India. Namun kesenian tersebut berkembang dengan cara-cara yang baru dan khas di Cina, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya di Asia Selatan dan Timur.  

Dalam pembuatan rupang Buddha, terdapat 10 hal yang perlu diperhatikan. 10 hal inimerupakan pedoman yang sudah dipelajari dan dialami sejak zaman Universitas Nalanda diIndia, kira-kira 14 abad yang lalu. Adapun 10 pedoman tersebut adalah sebagai berikut:

   Ciri Kebuddhaan

Setiap rupang Sang Buddha harus mencerminkan sifat-sifat ke-Buddha-an yang terdiri dari kesucian yang sempurna dan kebijaksanaan yang sempurna. Dengan melihat rupang Buddha, seseorang bisa mengetahui sifat kebuddhaan tersebut.

   Ciri Sangha

Rupang Sang Buddha dibuat dengan memerhatikan ciri-ciri Sangha, dan ciri-ciri seorang Biksu. Sang Buddha mengenakan jubah dengan bahu sebelah kanan terbuka. Tiga jubah utama seorang Biksu bisa tampak dalam sebuah patung. Secara keseluruhan, patung Sang Buddha merupakan patung yang sederhana namun agung. Sederhana karena hanya mengenakan jubah, tanpa hiasan permata dan lainnya. Agung karena mencerminkan sifat ke-Buddha-an (Bijaksana dan WelasAsih).

   Ciri Manusia Agung (Maha Purisa)

Rupang Sang Buddha dibuat dengan memperlihatkan 32c iri manusia agung. Beberapa diantaranya seperti: di atas kepala Sang Buddha terdapat bagian yang menonjol ke atas(unhisa), rambut ikal ke kanan, di tengah-tengah di antara mata Beliau terdapat bulu halus yangmelingkar (unna) dan berdada bidang seperti singa.

   Ciri Seorang Pemimpin

Dengan melihat rupang SangBuddha, kita serasa berhadapan dengan seorang pemimpin besar yang berkarisma, tegar, cakap, dan berani.

  Tidak Menyebabkan Timbulnya Nafsu Seksual

Seseorang yang melihat rupang Sang Buddha akan merasakan kehadiran seorang pria sejati. Bila seorang pria yang melihatnya, maka disamping merasakan kehadiran seorang pria sejati juga merangkap sifat-sifat halus dan lembut seperti layaknya seorang wanita. Hal itu tidak disertai timbulnya nafsu seksual. Demikian pula sebaliknya, bila seorang wanita memandang patung Sang Buddha. Ia benar-benar merasakan kehadiran seorang pria sejati, namun juga sama sekali tidak ada nafsuseksual.

   Ciri mengatasi keduniawian

Rupang Sang Buddha memberi kesan bahwa Beliau bukan manusia biasa, tetapi seorang manusia luar biasa. Beliau adalah seorang manusia yang dengan tekad dan kemampuannya sendiri, telah dapat mencapai Penerangan Sempurna. Oleh karena itu, walaupun Sang Buddha dibuat secara sederhana tetapi tampak agung dan luar biasa.

   Ciri Nasional

Dalam pembuatan rupang Sang Buddha, biasanya setiap bangsa berusaha meletakkan ciri nasional bangsanya, seperti bentuk wajah dan tubuhnya yang diusahakan sesuai dengan bangsa tersebut. Kalau kita mau meneliti maka akan tampak suatu ciri nasional tertentu pada rupang Sang Buddha yang dibuat oleh bangsa-bangsa India, Burma, Sri Lanka, Thailand, Cina, Indonesia, Eropa,dan sebagainya. Ciri nasional ini sangat penting karena bila rupang Sang Buddha tidak mengandung ciri nasional suatu bangsa maka rupang itu tidak akan menyentuh sanubari yang terdalam dari bangsa tersebut. Rupang Sang Buddha yang terdapat di Borobudur sendiri, banyak dipengaruhi oleh aliran seni Gupta dari India. Tetapi rupang tersebut juga telah mencerminkan ciri-ciri nasional kita. Wajah, sikap, dan bentuk jasmaninya adalah campuran seorang manusiaIndonesia yang dianggap ideal.

   Ciri–Ciri Keindahan

Setiap rupang Sang Buddha hendaknya dibuat dengan proporsi yang harmoni antara bagian kepala, badan dan anggota badan lainnya. Ada suatu keseimbangan antar bagian atas dengan bagian bawah, antara antara bagian samping kanan dan kiri. Ciri-ciri ini sering disebut sebagai ciri keseimbangan.

   Faktor Nilai

Rupang Sang Buddha bisa dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti tanah, kayu, dan semacamnya. Tidak harus dari emas, perak, dan logam berharga lainnya. Dengan bahan sederhana, kalau telah dibentuk menjadi sebuah rupang Sang Buddha maka akan tak ternilai harganya. Rupang Sang Buddha sebagai suatu lambang dapat memberikan arti dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kita.

   Ciri Filsafat

Bila seseorang berhadapan dengan rupang Sang Buddha maka akan timbul rasa hormat, rendah hati, dan semua kesombongan akan lenyap. Rasa bakti atau keyakinan terhadap hal yang telah Beliau ajarkan akan bertambah kuat. Kemudian timbul semangat untuk menempuh kehidupan, berani menghadapi segala macam rintangan dan halangan dalam kehidupan ini. Nehru pernah mengatakan bahwa rupang Sang Buddha adalah sumber inspirasi yang sangat besar bagi dirinya.  

WinstonChurchill pernah berkata, “Apabila suatu saat anda merasa cemas, pandanglah pada sikap yang penuh ketenangan dari rupang Sang Buddha dan tersenyumlah pada kesusahan anda.”

Itulah sepuluh hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan rupang Sang Buddha. Memang cukup susah untuk membuat rupang Sang Buddha yang baik dan patut dijadikan objek pemujaan. Perhatian yang harus diberikan pada sepuluh hal diatas bersama curahan rasa baktidan rasa seni yang mendalam memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan demikian rupang Sang Buddha sebagai suatu lambang dapat memberikan arti dan manfaat sebesar-besarnya bagi kita.


Referensi :
1.Ven. S. Dhammika : Good Question Good Answer
2.www.wikipedia.org:“Buddhist Art” dan dari situs lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;